Tajuk.co, BOGOR — Pakar perikanan
tangkap dari Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB)
Indra Jaya menilai, aktifitas penangkapan ikan di Indonesia sudah
saatnya memperluas jarak jelajahnya ke laut lepas. Pasalnya sudah banyak
negara Eropa dan Amerika yang mulai lesu dalam beraktifitas menangkap
ikan di lautan lepas.
Indonesia bisa memanfatkan momentum tersebut dengan mengkolaborasi
peranan akademisi dan pemerintah. Akademisi bertugas mendorong Indonesia
agar lebih diperhitungkan oleh banyak negara kelautan dunia lainnya,
sebagai negara yang potensial dalam hal produksi sumberdaya perikanan.
Sedang pemerintah, menciptakan kebijakan yang juga mendorong
industrialisasi kelautan dan perikanan.
Dari sisi ilmiah dan riset, Indra Jaya menyarankan agar jangan pula
para praktisi perikanan terpatok pada persaingan penggunaan teknologi
penangkapan ikan, namun harus melirik sektor lain yang juga potensial.
“Kita punya potensi marikultur, atau budidaya perikanan air laut, yang
besar. Marikultur harus maju pesat, seiring upaya perikanan tangkap di
lepas pantai dan budidaya perikanan air tawar,” pungkas Indra usai
Seminar Nasional Perikanan Tangkap 5, di Bogor, Jawa Barat beberapa hari
lalu.
Adapun berdasarkan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
pada 2012 lalu, didapat bahwa produksi perikanan tangkap Indonesia pada
2011 sebesar 5,7 juta ton (42 persen) dan produksi perikanan budidaya
7,9 ton (58 persen). Dari kenyataan tersebut, saat ini Indonesia
membutuhkan tenaga ahli perikanan yang akan diberi tantangan mendukung
ekspansi budidaya perikanan; air tawar dan air laut.
Sebetulnya, menurut sosiolog Universitas Mulawarman, Kalimantan
Timur, Erwiantono, Indonesia dapat belajar dari masyarakat di Kampung
Melahing. Daerah perkampungan yang berada di sekitaran Bontang tersebut
menjadikan marikultur sebagai pencaharian utama masyarakat disana.
Kegiatan marikultur disana umumnya berbudidaya ikan kerapu dan kakap
putih. Selain itu mereka menangkap dengan alat bubu dan mengumpulkan
teripang. “Kondisi geografis daerah itu berada di daerah pesisir atas
air, dengan kondisi pasang surut,” ungkap Erwiantono.
Dengan mempelajari cara masyarakat Kampung Melahing tersebut
ber-marikultur, diharapkan praktisi perikanan dapat memperluas
penggalian potensi budidaya perikanan laut ke seluruh daerah kelautan di
Indonesia.
Tak lupa dari sisi lingkungan global, Ketua Departemen Pemanfatan
Sumberdaya Perikanan (PSP) Budy Wiryawan mengingatkan bahwa fenomena
global (global warming) sedikit banyak telah merubah kondisi perairan di
Indonesia. Pengaruh nyata yang terjadi adalah perubahan tingkah laku
ikan. “Keberadaan ikan semakin jauh dari pantai dan semakin jauh pula
dari permukaan laut,” ungkap Budy.
Sebagai contoh, fenomena hilangnya ikan lemuru di Selat Bali.
Berdasarkan hasil penelitian, rupanya lemuru tersebut tidak hilang.
Mereka lebih memilih pergi meninggalkan area pantai dan pindah ke
perairan yang lebih dalam. “Nelayan Indonesia dan para pengelola
sumberdaya perikanan harus bisa mengatasi kondisi tersebut,” ujarnya.
Salah satunya dengan cara memperluas jarak penangkapan hingga ke lepas
pantai.
Kolaborasi Pemerintah-Akademisi
Menanggapi hal itu, Penasihat Menteri Perikanan dan Kelautan Bidang
Industrialisasi Sunoto mengatakan, pemerintah saat ini tengah
mematangkan kebijakan yang terbaik. Mengingat Indonesia harus bersaing
dengan negara lain dalam hal metode dan teknologi penangkapan ikan,
serta menghadapi tantangan menjaga kelestarian ikan. “Kita tengah
menyusun strategi memanfaatkan sumberdaya perikanan secara efisien
dengan modernisasi,” papar Sunoto.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Alex Retroubun,
yang juga ikut dalam seminar, mengistilahkan strategi pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang efisien dan modern tersebut sebagai “blue
economic”. Esensinya, perubahan kondisi lingkungan dan perekonomian
dunia merupakan tantangan yang harus diantisipasi dalam pembangunan
kelautan dan perikanan Indonesia ke depan.
Dia pun meminta agar blue economic tersebut jangan hanya menjadi
wacana belaka. “Penelitian dan kajian ilmiah, penerapan teknologi, perlu
untuk mendukung keberhasilan blue economic,” ujar Alex. (ANG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar