Ladang Perburuan Liar
Sejak lama perairan Indonesia menjadi ladang subur perburuan liar atas Benda Berharga Muatan Asal Kapal Tenggelam (BMKT). Dikenal pula sebagai : harta karun. Penyelam tradisional dan nelayan lokal seringkali melakukan pengambilan benda-benda antik dari dasar laut. Berbagai sindikat internasional pun terlibat di dalamnya. Umumnya, mereka para sindikat internasional, melakukan penjarahan bernda-benda berharga itu dengan peralatan yang serba canggih. Penjarahan ribuan potong keramik antik dan bermacam jenis harta karun dari kapal der Geldermalsen di Perairan Riau dan kapal Flor de Mar di Selat Malaka pada 1980-an, membuka lembaran hitam dunia arkeologi bawah air (ABA) Indonesia. Selain kehilangan data sejarah penting, kita pun harus merelakan kekayaan bernilai jutaan dolar itu terbang ke kantong penjarah. Pengambilan barang-barang antik dari dalam laut itu, anehnya, tetap saja berlangsung di perairan Indonesia (Susantio, 2006). Lalu apa yang harus kita perbuat ?
Angin segar sudah mulai berhembus, ketika Panitia Nasional (PANAS) Pengangkatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam ditangani oleh periode Menteri Kelautan dan Perikanan, Fredy Numberi selaku Ketua. Semua aktivitas mulai dari survei, pengangkatan sampai ke pemanfaatan BMKT diatur dan diawasi oleh PANAS. Pengawasannya melibatkan 4 (empat) instansi yaitu Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan DKP, Direktorat Jenderal Kebudayaan Dep. BUDPAR, TNI-AL, dan Mabes POLRI. Selain itu pihak akademisi juga ikut terlibat dalam penelitian. Bahkan di UI, UGM, UNHAS, dan UDAYANA arkeologi bawah air sudah masuk pada kurikulum wajib. Ruang lingkup mata kuliah ini lebih dikhususkan kepada semua materi peninggalan budaya yang tenggelam atau berada di bawah air, misalnya kapal beserta muatannya yang karam, struktur benteng, gerabah, keramik, bekas kota yang tenggelam di dasar sumur, sungai, danau maupun laut (Mundarjito, 2007).
Terobosan Pengawasan
Dari hasil pengumpulan bahan keterangan (PULBAKET) yang dilakukan oleh Tim dari Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan selaku pengawas BMKT sejak masa Fredy Numberi sudah banyak memberi terobosan hasil pengawasan BMKT baik secara legal maupun ilegal.
Terdengar teriakan "mangkok...... guci ...... teko ....... kalung ......." itulah teriakan-teriakan kegembiraan seorang penyelam kompresor yang berasal dari Pulau Untungjawa (Pulau Seribu JKT) dan Tanjungpasir (Tangerang) di pantai utara Cirebon di awal bulan Mei tahun 2004 ketika ia menemukan keramik-keramik Cina berbentuk guci, mangkok, piring, serpihan emas, batu permata, mutiara, batu berharga dan kristal, itu pada kedalamam 56 s/d 60 meter di perairan Pantai Utara Cirebon. Barang terseut berasal dari masa V Dinasti sekitar abad ke-X.
Belum lagi penemuan Kapten Michael Hatcher pada tahun 1985 yang sangat menggemparkan sehingga pada waktu itu pemerintah perlu untuk segera memberi perhatian khusus terhadap masalah pengamanan warisan di laut yang tersebar di perairan Nusantara. Penemuan Hatcher yang spektakuler berupa 126 batang emas lantakan dan 160.000 benda keramik dinasti Ming dan Ching dari sebuah kapal VOC Geldermalsen yang karam di perairan Riau pada bulan Januari 1751, telah menyadarkan kita semua bahwa di dasar laut Indonesia tersimpan warisan yang tak ternilai harganya dan perlu untuk diteliti, dilestarikan dan dimanfaatkan.
Didalam pengawasan BMKT Direktorat Wasdal SDK telah menyiapkan 4 (empat) orang tenaga arkeolog, Ahli Hukum dan tenaga pengawas lainnya yang siap pakai dan siap setiap saat untuk diterjunkan mengawasi BMKT di lapangan.
Banyak hal histories cerita harta karun antara lain tentang apa yang terjadi di awal bulan Mei tahun 2004 di Pantai Utara Cirebon tersebut dan penemuan Hatcher pada tahun 1985 yang spektakuler ternyata sudah lama banyak mempengaruhi pemikiran dan tindakan orang-orang di Indonesia, baik yang bergerak dalam bidang penelitian dan pelestarian maupun dalam bidang pendidikan.
Sejarah bahari Nusantara telah ada sejak 2000 tahun yang lalu. Seabad sebelum orang Eropa pertama bermimpi berpetualang ke Nusantara, daerah tersebut telah menjadi tempat pertemuan yang kaya dan makmur dengan perdagangan lautnya. Setelah keberhasilan perdagangan lokal, hubungan awal perdagangan luar negeri Nusantara adalah dengan India dan Timur Tengah. Hubungan pertama dengan pedagang Arab dan India adalah memperkenalkan rempah-rempah dari Maluku,suatu rempah asli Nusantara, kemudian dengan orang-orang Eropa pada abad ke-4. Komoditas dari Nusantara ini pada awalnya dibawa secara bertahap, pertama melalui laut ke India, kemudian melewati daratan melalui rute perdagangan tua ke Timur Tengah dan kota-kota pelabuhan di Laut Mediteran dan akhirnya ke Eropa. Selain rempah-rempah, kekayaan dalam komoditas lain juga menggalakkan hubungan perdagangan. Pada abad pertama setelah Roman Emperor Vespasion melarang ekspor emas dari Roma, pedagang-pedagang India melirik ke Nusantara sebagai sumber alternatif impor emas khususnya kepulauan Sumatra dan Jawa.
Selain para pedagang Arab dan India ini, bangsa Melayu juga adalah pedagang. Mereka digambarkan sebagai "par exellence yaitu orang-orang laut". Selama berabad-abad, mereka memainkan peran penting dalam membuat rute awal perkapalan timur ke Cina dan rute barat ke India, Timur Tengah, dan Afrika.
Bangsa Cina juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perdagangan di laut dengan mengekspor keramik-keramik oriental dan barang lain. Sejak abad ke-9, porselen Cina telah ada di Nusantara. Dari pelabuhan di Cina Selatan, kapal-kapal layar Cina biasanya mengambil satu dari dua rute melalui Asia Tenggara, berlayar ke pantai barat Filipina, melewati Borneo dan Sulawesi ke kepulauan Maluku, atau menyusuri garis pantai Vietnam, Thailand dan Semenanjung Malaka dengan bantuan angin monsoon. Dari sana, mereka bergerak ke arah selatan ke Jawa atau Sumatra atau ke barat ke Samudera Hindia untuk perjalanan jauh ke India dan ke daerah yang lebih jauh lagi.
Sebagai daerah yang didominasi laut, perdagangan dan perkapalan di Nusantara pada saat itu telah menjadi ciri khas penting secara politik dan ekonomi selama berabad-abad. Pelabuhan perdagangan yang penting di Nusantara adalah Aceh, Pasai dan Kota Cina, Palembang, Banten dan Batavia, Makassar, Seram, Ternate, dsb.
Seberapa Banyak Kapal yang Hilang?
Jumlah kapal yang hilang dan karam selama berabad-abad di perairan Nusantara sangat banyak sehingga tidak terhitung. Perairan Nusantara ini adalah mimpi para ahli arkeolog bawah air dan para pemburu harta karun yang terwujud karena sejumlah besar kekayaan ada di dasar laut tak tersentuh.
• Kapal layar Cina telah mengharungi perairan Asia selama berabad-abad dan selama bertahun-tahun telah banyak kapal yang membawa muatan yang hari ini tidak ternilai harganya, tenggelam.
• Pelayaran dari Portugal ke Atlantik selatan, melalui Samudra Hindia dan ke Asia Tenggara adalah perjalanan yang lama dan bahaya. Sejak tahun 1650, sekitar 800 kapal Portugis berlayar dari Lisabon dimana hampir 150 kapal tidak pernah terdengar lagi. Kemungkinannya hilang tanpa jejak.
• Antara tahun 1600 dan 1800, English east India Company (EIC) telah kehilangan lebih dari 7000 kapal dan kebanyakannya tenggelam ke dasar laut terbawa bersamanya harta kekayaan. Sementara pada tahun 1808 dan 1809, EIC kehilangan 10 kapal yang berlayar pulang dan bersamanya hilang juga satu juta sterling lebih.
• VOC Belanda juga telah kehilangan 105 kapal yang berlayar antara tahun 1602 dan 1794; kapal-kapal yang berlayar pulang 141 kapal antara tahun 1602 dan 1795. periode yang buruk adalah antara tahun 1725-1749 ketika VOC kehilangan 44 kapalnya yang berlayar pulang.
Nilai muatan yang dibawa oleh kapal-kapal tersebut sangat besar. Wajar saja jika dikatakan bahwa ada "Harta Karun" bertebaran di perairan Nusantara.
Muatan yang Hilang
Tidak semua muatan yang ada pada kapal yang hilang di Nusantara berharga hari ini. Setelah tenggelam di laut selama bertahun-tahun, banyak muatannya yang hancur, seperti sutra murni Cina, Teh dari Cina, Opium dari Bengal (Bangladesh), Danuan (India) dan Turki, Bahan katun dari Amerika dan Cina,Rempah dari kepulauan Maluku ,Logam dari Eropa seperti besi,Kulit hewan dari Amerika dan Inggris
Muatan yang Tidak Hancur
Banyak juga kapal yang membawa muatan yang berharga seperti emas, perak, berlian, zamrud, mutiara, batu berharga dan porselen dan keramik Cina dan Jepang. Sebagian besar barang-barang tersebut pernah ditemukan pada kapal karam di perairan Nusantara. Nilai barang yang berharga tersebut tidak terhitung.
Berikut sebagai contoh, berdasarkan kajian histories dari rute perdagangan Nusantara antara tahun 1511 hingga akhir 1800-an di perairan Laut Jawa tercatat berbagai musibah sehingga mengakibatkan kapal tenggelam.
1601
Pada tanggal 26 Desember, terjadi perang laut antara Armada Belanda dan Portugis di lepas pantai Bantam (Jawa Barat). Armada Belanda terdiri dari empat kapal layar dan satu kapal perang, yaitu GUELDERLAND (520 ton), SEALAND (400 ton), UTRECHT (240 ton), WATCHER (120 ton) dan DOVE (50 ton). Armada portugis terdiri dari 8 kapal layar besar dan 22 kapal perang (nama tidak diketahui). Perang ini berlangsung selama enam atau tujuh hari. Dua kapal layar dan tiga kapal perang Portugis mengalami kerusakan berat sehingga awak kapal mencoba mengelabui lawan dengan cara membakar kapal tersebut, tetapi armada Belanda dapat menghindarinya. Tidak satupun kapal Belanda yang hilang dalam pertempuran ini.
Kapal PIE dibawah komando Pereira De Sande, dalam perjalanan dari Malaka menuju Ambon ketika hilang di bebatuan Peressada di timur laut Jawa. Kapal tersebut diperkirakan membawa emas dan perak.
1611 atau 1613
TRADES INCREASE, kapal EIC seberat 1293 ton sedang berada di pelabuhan Banten melapisi kapal dan belum satu bagian selesai dilapisi kapal jatuh pada satu sisinya dan rusak total. Peristiwa ini menyebabkan banyak awak kapal dan pekerja Jawa yang tewas. Berikutnya kapal dibakar sehingga tenggelam oleh orang-orang Jawa yang marah.
1613
TRADES INCREASE, kapal EIC seberat 1100 ton dibawah komando Sir Henry Middleton berlayar dari Eropa ke bagian timur pada tanggal 1 April 1610. Kapal menabrak sebuah batu ketika memasuki Banten sehingga mengalami kebocoran. Ketika diperbaiki kapal miring dan terbakar sehingga akhirnya dihancurkan oleh orang-orang Jawa.
1617
HECTOR, kapal EIC dengan Kapten William Edwardes, hilang pada bulan Juni di lepas pantai Jawa.
1618
BLACK LION, English East Indiaman (berat kapal tidak diketahui), ketika berlabuh di Batavia pada tanggal 25 Desember, terbakar secara tidak sengaja akibat kecerobohan awak kapal.
1623
REFUGE, kapal EIC yang hilang di lepas pantai Semarang dalam perjalanan dari Inggris menuju Asia.
1627
BANTAM, kapal VOC seberat 800 ton, terbakar pada tanggal 24 Maret di tembok pangkalan pelabuhan Batavia. Muatan kapal langsung diselamatkan tak lama kemudian.
1632
NIJMEGEN, Dutch East Indiaman, hilang dekat Batavia dalam perjalanan pulang pada bulan Agustus. Diperkirakan kapal membawa muatan porselen asia.
1633
BREEDAM, kapal VOC seberat 200 ton dengan Kapten Michiel Vis, tiba di Batavia tanggal 24 Mei 1633. Kapal tersebut karam di dekat Pulau Duizend, Kep.Seribu, Batavia).
1633
DELFSHAVEN, Dutch East Indiaman seberat 400 ton, kapten tidak diketahui, tiba di Batavia pada tanggal 9 September 1632. Satu tahun kemudian yaitu pada 12 November 1633 kapal tersebut meledak di Batavia akibat kelalaian.
1653
ZEEMEEUW, Dutch East Indiaman seberat 100 ton dengan Kapten Alexander Hendricksz, hilang di bagian timur Batavia.
1657
LILLO, Dutch East Indiaman seberat 240 ton dengan Kapten Jean Laphart, menuju Batavia (via Pernambuco, Sulawesi) dan karam di pintu masuk pelabuhan Batavia.
1658
WINDHOND, kapal VOC seberat 360 ton, hilang di Pulau Boompjes (timur laut Batavia, Jawa) ketika dalam pelayaran lokal.
1663
GRIFFIOEN, Dutch East Indiaman berat 560 ton, kapten tidak diketahui, tiba di Hindia (Batavia) pada 28 Oktober 1647 dan digunakan di ONRUST (diluar Batavia). Kapal tersebut tenggelam pada 16 November.
1670
NIEUWENDAM, Dutch East Indiaman seberat 210 ton, kapten kapal tidak diketahui, tiba di Batavia pada 18 Juni 1663. Kapal tersebut karam di perairan antara Bima dan Makassar di malam hari tanggal 1 Oktober 1670.
1670
STOMPNEUS, kapal VOC dengan Kapten Anthony Von Doorn, tenggelam di Japara oleh kapal EIC, ZANTE.
1684
HUIS TE KLEEF, Dutch East Indiaman seberat 564 ton dengan Kapten Gerrit Albertsz Schellinger, tiba di Batavia pada tanggal 16 Agustus 1675. Dalam perjalanan menuju Palembang kapal tersebut karam karena menabrak gugusan karang dekat kepulauan seribu pada tanggal 1 September.
1684
BODE, Dutch East Indiaman seberat 96 ton dengan Kapten Adriaan Roelofsz van Asperen, tiba di Batavia pada tanggal 18 November 1674. Pada tanggal 13 September, kapal tersebut karam di dekat Kepulauan Seribu.
1686
KROONVOGEL, Dutch East Indiaman seberat 108 ton dan Kapten Lucas Genzenwinner, tiba di Batavia pada tanggal 4 Juli 1676. Pada tanggal 11 Februari 1686, kapal mendarat dan karam di Pulau Alkmaar dekat Batavia.
1690
ZIJPE, Dutch East Indiaman seberat 488 ton deng kapten Jan Modderman tiba di Batavia pada tanggal 12 Mei 1674. Pada akhirnya kapal diledakkan di pelabuhan Batavia.
1697
BRONSTEDE, Dutch East Indiaman seberat 253 ton dengan Kapten Jakob Barendsz Sonbeek tiba ti Batavia pada tanggal 10 Oktober 1686. Sebelas tahun kemudian tanggal 11 Agustus, kapal karam di rute perjalanan ke Semarang akibat kebocoran.
1698
HONSELAARSDIJK, Dutch East Indiaman seberat 722 ton dengan Kapten Kornelis Ole tiba di Batavia pada 28 Februari 1691. Tujuh tahun kemudian kapal karam di rute perjalanan dari Batavia.
1702
SCHELLAG, kapal VOC seberat 290 ton dengan Kapten Jakob de la Palma tiba di Batavia pada tanggal 10 September 1700. Pada malam tanggal 21 November kapal tersebut tenggelam di rute perjalanan dari Batavia.
1719
OEGSTGEEST, kapal VOC seberat 576 ton dengan Kapten Pieter Jansz Bruin hilang di Gresik.
1728
OUWERKERK, Dutch East Indiaman seberat 658 ton dengan Kapten Jan de Vos karam dekat Jepara.
1740
VALKENISSE, Dutch East Indiaman seberat 1150 ton dengan Kapten Elias Moeninx tiba di Batavia pada tanggal 12 Januari 1734. Enam tahun kemudian kapal karam di Banten pada bulan September.
1744
KASTEEL VAN WOERDEN, Dutch East Indiaman seberat 850 ton yang hilang setelah menabrak sebuah batu yang berada 14 kilometer (9 mil) dari Pamanukan.
1746
HOFWEGEN, Dutch East Indiaman seberat 650 ton dengan Kapten Jan de Wit tiba di Batavia pada tanggal 7 Oktober 1742. Empat tahun kemudian pada tanggal 1 September, kapal meledak di rute perjalanan dari Batavia.
1765
PIJLSWAART, Dutch East Indiaman seberat 880 ton, hilang di rute perjalanan dari Batavia pada tanggal 24 Februari ketika berlayar pulang ke Belanda.
1784
EUROPA, kapal VOC seberat 1200 ton, menabrak Rock of Indramayu dan tenggelam. Kapal tersebut sedang dalam ekskursi perdagangan inter-Asian.
1789
JONGE FRANK, Dutch East Indiaman seberat 592 ton dengan Kapten Jacob Veer, karam pada bulan Agustus 1788 ketika berada di Tanjung Good Hope sedang memuatkan sebagian barang dari kapal pengangkut barang MARIA untuk pelayaran pulang. Kapal JONGE FRANK kemudian bergerak ke Batavia dan tiba di sana pada tanggal 24 Desember 1789. Kapal ini tenggelam ketika di rute perjalanan dari Batavia, dan muatan dari kapal MARIA dinilai seharga 254.877 florin.
1794
INDUS, Dutch East Indiaman seberat 1150 ton dengan Kapten Matthijs Laurens Koster, tiba di Batavia pada tanggal 20 Mei 1791. Tiga tahun kemudian kapal tersebut terbakar hangus di rute perjalanan dari Batavia.
1795 atau 1796
HERTOG VAN BRUNSWIJK, Dutch East Indiaman seberat 1150 ton dengan Kapten jan Olhof, tiba di Batavia pada tanggal 9 juli 1794. Pada tahun 17995 atau 1796, kapal ini karam di luar wilayah Batavia.
1796
DRAAK, kapal VOC seberat 1150 ton dengan Kapten Anthonie van Rijn, pertama kali tiba di Batavia pada tanggal 13 Juli 1793. Tiga tahun kemudian ketika posisi jangkar di rute perjalanan dari Batavia, kapal disambar kilat dan terbakar musnah.
1817
WENA, kapal Belanda yang karam dekat Batavia ketika berlayar dari Rotterdam ke Batavia. Sebagian muatannya diselamatkan pada saat itu.
1854
ZINGARI, kapal layar Amerika yang berlayar dari Batavia ke Singapura, hilang di Brouwers Shoal pada bulan Juni. Kapten, awak dan penumpang kapal dapat diselamatkan.
1856
ROBERTUS HENDRIKUS, kapal Belanda yang berada di rute jalan Batavia ditemukan terbakar di pagi tanggal 10 Juni tahun itu. Semua usaha untuk mengendalikan api telah dilakukan tetapi sia-sia. Pada siang hari api telah menjalar sehingga akhirnya kapal tenggelam dan hanya haluannya yang terlihat di permukaan air. Kapal ini sedang berlayar ke Semarang membawa ?80.000 sterling dalam bentuk kepingan uang logam milik pemerintah, 1000 pical timah, 1500 pical kopi dan sejumlah batubara dan karung goni. Tidak diketahui apakah muatan yang hilang tersebut dapat diselamatkan.
1856
CHINA, kapal dagang Inggris dengan Kapten Ayers, sedang dalam pelayaran dari Manilla ke London ketika menabrak karang dekat Kepulauan Seribu pada malam tanggal 29 Juni. Kapal berhasil keluar tetapi langsung tenggelam. Kapten dan awak kapal berjumlah 27 orang terpaksa menaiki perahu dan keesokan harinya mereka dibawa oleh kapal pengangkut barang Amerika, CYHNTIA yang dibawah komando Kapten Barblet. Mereka selamat tiba di Batavia pada tanggal 1 Juli. Kapal CHINA membawa muatan berupa gula.
1857
LIEUTENANT ADMIRAL STELLINGWERF, kapal layar Belanda yang hilang di 7o1’ LS dan 110o27’ BT (Jawa tengah) ketika berlayar dari Semarang ke Singapura. Dikabarkan bahwa kapal membawa mata uang logam senilai US$20.000 - $30.000.
1858
NICHOLAS CEZARD, kapal Prancis yang menabrak karang di Laut Jawa dan tenggelam.
1860
DERKINA TITIA, kapal Belanda dengan Kapten Evink yang berlayar dari Macau ke Jawa, hilang di Pulau Arends pada tanggal 17 September. Awak kapalnya berhasil tiba di Surabaya dengan selamat.
1861
AGATHA MARIA, kapal Belanda yang hilang pada tanggal 17 Juni pada karang dekat Cilacap yaitu di posisi 7o41’ LS dan 109o5’ BT. Kapal sedang berlayar dari Cilacap ke Amsterdam . Usaha penyelamatan dilakukan pada saat itu tetapi hasilnya tidak diketahui.
1862
PIONEER, kapal Amerika yang berlayar dari Manilla ke Liverpool hilang di pulau Karimun Jawa pada tanggal 27 Desember. Awak kapalnya dibawa kembali ke Semarang.
1862 atau awal 1863
SPEED, kapal layar orang Thailand dibawah bendera Inggris berlayar dari Batavia, menabrak pulau Karimun Jawa dan tenggelam. Awak kapalnya dibawa kembali ke Semarang.
1875
NEVA, kapal French Messageries Maritime yang hilang pada tanggal 7 Agustus, 13 kilometer (8 mil) dari Batavia. Kapal tersebut sedang berlayar dari Singapura ke Batavia.
Sumber Majalah Barracuda Volume VI No. 1 April 2009
2 komentar:
wah ... seru banget yuah kalo bisa ikutan berburu harta karun di bawah dasaran lautan nusantara ... ???
Anakan Ayam Wajib Dipisah Dengan Induknya
Mencoba Berikan Pur Tulang Kepada Ayam
Posting Komentar