25 Mei, 2013

Nelayan Adukan Kematian Ikan

Bandar Lampung, Kompas - Kasus kematian massal ikan di Teluk Lampung, Provinsi Lampung, terus berlangsung. Sejumlah nelayan di wilayah ini mengeluhkan berkurangnya tangkapan ikan jaring bubu, sodo, ataupun keramba menyusul dugaan adanya pencemaran perairan.

 
 Kepala Operasional Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung Heri Hidayat, akhir pekan, mengatakan, kasus kematian massal ikan itu telah disampaikan nelayan Teluk Betung, Bandar Lampung, kepada pihaknya.

Berdasarkan pengakuan sejumlah nelayan pelapor, salah satunya Halimi, kematian ikan di Teluk Lampung itu ditandai dengan berubahnya warna permukaan air laut menjadi kemerahan. Kondisi ini terjadi di kawasan pesisir Teluk Lampung, mulai dari Pantai Panjang hingga kawasan pelelangan ikan Lempasing.

Namun, diketahui apa penyebab berubahnya permukaan air laut yang mematikan ikan-ikan, baik liar maupun hasil budidaya di sana. ”Namun, pastinya, itu mengurangi hasil tangkapan sehingga pendapatan mereka turun drastis. Dari rata-rata sehari dapat 10 kilogram ikan sebelumnya, sekarang 1 kg pun sulit,” ujar Heri.

Terkait aduan ini, pihaknya akan melakukan advokasi kasus itu dan segera menurunkan tim investigasi untuk mencari tahu penyebab kematian ikan-ikan di Teluk Lampung itu.

Diduga ”red tide”

Berdasarkan pantauan Kompas, kematian ikan di perairan Teluk Lampung ini diduga akibat red tide atau fenomena ledakan populasi fitoplankton. Puncak fenomena ini terjadi Desember 2012-Januari 2013. Ketika itu, ratusan ribu ikan budidaya di keramba jaring apung di Ringgung mati serentak, ditandai berubahnya warna perairan menjadi kemerahan atau coklat pekat.

Sungai di Kalsel

Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kalimantan Selatan mengintensifkan pemantauan kualitas air sungai. Jika sebelumnya setahun dilaksanakan dua kali, mulai tahun ini pemantauan dilakukan lima kali. Pemantauan itu juga untuk memonitor perkembangan kualitas air sungai dan mengetahui sumber pencemaran.

Kepala BLH Kalsel Ikhlas menyatakan, pemantauan itu mencakup beban pencemaran. Dengan pemantauan rutin akan diketahui apakah sumber itu dari limbah domestik atau industri. ”Kami juga akan lebih intensif mengawasi aktivitas perusahaan di sekitar bantaran agar limbahnya dikelola dengan baik. Sejauh laporan yang masuk pengelolaan limbahnya tidak melebih baku mutu,” kata Ikhlas.

Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan BLH Kalsel Isda Yulianti menambahkan, pemantauan itu meliputi 28 parameter, mulai kandungan bakteri E coli, logam berat seperti besi, mangan, timbal, seng, hingga tingkat kekeruhan sungai.

Sampel diteliti di laboratorium, dan diharapkan segera diketahui hasilnya supaya cepat ada tindak lanjutnya.

Adapun Sumatera Selatan merintis masyarakat peduli sungai guna mengantisipasi bertambah parahnya pencemaran sungai. Cara ini dinilai efektif sebab pencemaran terbesar di Sungai Musi berasal dari limbah rumah tangga.

Upaya merintis masyarakat peduli sungai ini dengan memberi pelatihan pemeriksaan kualitas air sungai dengan metode biotilik. Metode ini sangat sederhana, yaitu mengukur kesehatan sungai melalui jenis-jenis biota yang bisa ditemui di sungai.

Pelatihan pertama diberikan kepada 55 guru dan pelajar dari 11 sekolah di Palembang, Sumsel. Pelatihan yang merupakan program Kementerian Lingkungan Hidup ini difasilitasi Badan Lingkungan Hidup Sumsel. (ACI/IRE/JON/ZAL)

http://cetak.kompas.com/read/2013/05/22/03004229/nelayan.adukan.kematian.massal.ikan

Tidak ada komentar: