31 Mei, 2013

Ekosistem Batang Tapan Rusak

 Diduga Limbah Industri, Warga Mengadu ke DPRD
 
Padang, Padek—Tujuh tahun terakhir, masyarakat Jorong Tanjuang Batang Tapan, Kena­garian Inderapura Barat, Keca­matan Pancungsoal, Pesisir Se­latan resah dengan kualitas sungai yang kian memburuk. Air sungai berbau busuk dan ber­warna coklat kehitam-hitaman. Selain membunuh mata penca­rian penduduk, kerusakan eko­sistem itu juga dianggap meng­hilangkan hak masyarakat adat. Diduga, pencemaran ini dise­babkan oleh pembuangan lim­bah perusahaan sawit PT Incasi Raya yang telah beroperasi sejak 1997 dan membuang limbah ke sungai sejak tahun 2005.
 
Kemarin (23/5), masyarakat yang menamakan dirinya Forum Petani Lokan Sungai Ba­tang Tapan (FPLSBT) melapor­kan yang mereka alami ke DPRD Sumbar dan LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar.
 
Ketua Forum Petani Lokan, Dusmadinal mengatakan, se­kitar 190 masyarakat setempat bermata pencarian sebagai peta­ni lokan. Dusmadinal menga­takan, sebelum terjadi pence­maran limbah, petani lokan dapat menghasilkan 2 karung hingga 5 karung lokan dengan nilai Rp 200 ribu per hari. Sekarang turun menjadi Rp 50 ribu per hari. “Setelah sungai itu rusak, kami hanya dapat lokan 500 incek (biji). Itu pun sehari penuh,” ujarnya di Sekretariat Walhi, kemarin (23/5).
 
Dulu, cerita Dusmadinal, air sungai tidak hanya dapat diman­faatkan warga untuk MCK, me­lainkan juga dipakai untuk mi­num. Udang-udang kecil men­ja­mur, lokan mengisi tiap sudut per­airan. Besar lokan pun men­ca­pai ukuran piring makan. Namun, setelah sungai terce­mar, lokan yang menjadi mata pencarian pokok masyarakat itu banyak yang mati. Saat petani menyelam, yang ditemukan hanyalah cangkang-cangkang lokan yang telah kosong.
 
Seorang petani lokan, Wafril membenarkan sebagian lokan di dasar sungai tinggal cangkang semata. Kalaupun ada yang hidup, ukuran rata-rata hanya sebesar gelas. “Awal-awal saya mencari lokan, kedalaman air mencapai 7 meter. Sekarang, yang bisa dikatakan air hanya 2 meter, selebihnya lumpur dan sampah seperti tiram. Air bermi­nyak, bahkan tanaman yang terendam air, kalau menyentuh kulit, langsung gatal-gatal,” papar Wafri.
 
Perwakilan ninik mamak, Heri Amperwanto menilai, lim­bah juga telah merusak ekosis­tem dan habitat hewan yang hidup di sungai, seperti ikan air tawar. Sampah menghambat laju aliran sungai. Akibatnya, tanaman enceng gondok me­numpuk dan masyarakat tidak dapat menyeberang untuk sam­pai ke ladang yang berada di seberang sungai.
 
“Diduga, pencemaran ini akibat pembuangan limbah PT Incasi Raya. Karena sebelumnya tidak apa-apa. Sekali lagi, baru dugaan. Kalau memang ini aki­bat pencemaran, saya harap perusahaan Incasi Raya menjaga ha­bitat air dan darat sesuai perjanjian awal,” harap Heri Amperwanto.
 
Berbagai upaya telah dila­kukan masyarakat guna menca­rikan solusi. Namun, mereka mengaku tidak mendapat res­pons dari pihak-pihak terkait. Masyarakat akhirnya menyurati Walhi Sumbar akhir 2012 lalu. Me­nindaklanjuti keluhan terse­but, Walhi menurunkan tim investigasi ke lapangan, tepatnya Batang Muaro Sakai dan Sungai Air Uba yang berjarak sekitar 50 meter dari PT Incasi Raya. Tim mengambil sampel air untuk diuji di laboratorium.
 
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Khalid Saifullah mema­parkan, dari hasil uji sampel yang mereka lakukan dibantu oleh labor Bapedalda Padang menunjukkan baku mutu air di atas batas ambang. Terutama dari parameter amoniak, BOD, COD, minyak lemak dan nitrat (NO3). “Kita belum tahu sungai ini golongan berapa, satu, dua, tiga atau empat. Yang pasti dari hasil labor ini, golongan berapa pun sungai ini, tetap di atas ambang mutu,” ujar Khalid Syaifullah.
 
Indikasi standar sungai, jelasnya, golongan satu dapat digunakan untuk minum. Golo­ngan dua dapat difungsikan un­tuk MCK. Realita sekarang, Tanjung Batang Tapan tidak dapat difungsikan lagi. Diakui ada kontribusi pencemaran. Namun, untuk mengetahui pe­nyebab pencemaran itu, harus dilakukan investigasi dan pe­ngujian kembali.
 
“Untuk itu, Pemkab Pessel harus mengambil tindakan. Bapedalda Pessel sendiri untuk segera lakukan audit. Kalau me­mang terbukti merusak, kepada pihak terkait kami harap da­pat memulihkan kembali eko­sistem sungai dan kom­pensasi eko­nomi sejak awal kerugian,” harapnya.
 
Perkumpulan Qbar yang turut hadir dalam pertemuan pagi kemarin itu berharap, audit yang dilakukan Bapedalda, dapat diketahui gambaran sebe­rapa besar dampak lingkungan dan seberapa besar kerugian. “Pemerintah supaya dapat men­dukung masyarakat dan me­minta pihak Incasi Raya untuk membuka diri. Sebab, ini terkait hak konstitusi dan kita harap tidak ada pembiaran ketika masyarakat tidak mendapat hak,” tutur Direktur Qbar, Nurul Firmansyah.
 
Menanggapi hal itu, Kepala Humas PT Incasi Raya, Sahrial Jufri mengaku perusahaannya tidak mungkin mengeluarkan limbah ke sungai yang akan berdampak buruk bagi ma­syarakat. Katanya, PT Incasi Raya telah menyiapkan 10 Ipal untuk penyulingan limbah. “Ha­sil penyulingan itu pun dibuang di lahan Incasi Raya, di lahan gambut yang jaraknya dari su­ngai sekitar 10 hingga 15 km. Selain itu, kita ada drainase sepanjang 100 km. Hasil uji Bapedalda, pembuangan dari sepuluh kolam-kolam kita itu, sudah memungkinkan untuk dialirkan lagi. Kalau persoalan ikan dan lokan mati, tentu harus ada kajian akademis yang lebih mendalam,” jawabnya saat di­kon­firmasi Padang Ekspres kemarin siang.
 
Sebelumnya warga me­nyam­paikan keluhan dan aspirasi mereka ke DPRD Sumbar. Pihak DPRD berjanji segera menin­daklanjuti pengaduan ini. Ang­gota Komisi III DPRD Sumbar, Zulkifli Jaelani mene­gaskan, persoalan itu perlu menjadi perhatian serius dari pemerin­tah. Karena itu, dalam beberapa waktu ke depan, pi­hak­nya akan mengagendakan waktu untuk turun ke lapangan bersama Bapedalda Sumbar.
 
Anggota Komisi III, Bachtul menyebutkan, sesuai UU, pe­ngendalian lingkungan ini ada­lah tanggung jawab perusahaan. Termasuk memberikan kom­pen­sasi terhadap masyarakat sekitar.
 
Kabid Tata Lingkungan dan Penataan Hukum Lingkungan Ba­pedalda Sumbar, Yantonius me­ngaku sejak menjabat pada 2010 lalu, belum ada laporan ke Bapedalda Sumbar terkait per­so­alan  limbah PT Incasi Raya. (cr1)
 
[ Red/Administrator ]
 

Tidak ada komentar: