Diduga Limbah Industri, Warga Mengadu ke DPRD
Padang, Padek—Tujuh
tahun terakhir, masyarakat Jorong Tanjuang Batang Tapan, Kenagarian Inderapura
Barat, Kecamatan Pancungsoal, Pesisir Selatan resah dengan kualitas sungai
yang kian memburuk. Air sungai berbau busuk dan berwarna coklat
kehitam-hitaman. Selain membunuh mata pencarian penduduk, kerusakan ekosistem
itu juga dianggap menghilangkan hak masyarakat adat. Diduga, pencemaran ini
disebabkan oleh pembuangan limbah perusahaan sawit PT Incasi Raya yang telah
beroperasi sejak 1997 dan membuang limbah ke sungai sejak tahun 2005.
Kemarin (23/5), masyarakat
yang menamakan dirinya Forum Petani Lokan Sungai Batang Tapan (FPLSBT) melaporkan
yang mereka alami ke DPRD Sumbar dan LSM yang bergerak di bidang lingkungan
hidup Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar.
Ketua Forum Petani Lokan,
Dusmadinal mengatakan, sekitar 190 masyarakat setempat bermata pencarian
sebagai petani lokan. Dusmadinal mengatakan, sebelum terjadi pencemaran
limbah, petani lokan dapat menghasilkan 2 karung hingga 5 karung lokan dengan
nilai Rp 200 ribu per hari. Sekarang turun menjadi Rp 50 ribu per hari.
“Setelah sungai itu rusak, kami hanya dapat lokan 500 incek (biji). Itu pun
sehari penuh,” ujarnya di Sekretariat Walhi, kemarin (23/5).
Dulu, cerita Dusmadinal, air
sungai tidak hanya dapat dimanfaatkan warga untuk MCK, melainkan juga dipakai
untuk minum. Udang-udang kecil menjamur, lokan mengisi tiap sudut perairan.
Besar lokan pun mencapai ukuran piring makan. Namun, setelah sungai tercemar,
lokan yang menjadi mata pencarian pokok masyarakat itu banyak yang mati. Saat
petani menyelam, yang ditemukan hanyalah cangkang-cangkang lokan yang telah
kosong.
Seorang petani lokan, Wafril
membenarkan sebagian lokan di dasar sungai tinggal cangkang semata. Kalaupun
ada yang hidup, ukuran rata-rata hanya sebesar gelas. “Awal-awal saya mencari
lokan, kedalaman air mencapai 7 meter. Sekarang, yang bisa dikatakan air hanya
2 meter, selebihnya lumpur dan sampah seperti tiram. Air berminyak, bahkan
tanaman yang terendam air, kalau menyentuh kulit, langsung gatal-gatal,” papar
Wafri.
Perwakilan ninik mamak, Heri
Amperwanto menilai, limbah juga telah merusak ekosistem dan habitat hewan
yang hidup di sungai, seperti ikan air tawar. Sampah menghambat laju aliran
sungai. Akibatnya, tanaman enceng gondok menumpuk dan masyarakat tidak dapat
menyeberang untuk sampai ke ladang yang berada di seberang sungai.
“Diduga, pencemaran ini
akibat pembuangan limbah PT Incasi Raya. Karena sebelumnya tidak apa-apa.
Sekali lagi, baru dugaan. Kalau memang ini akibat pencemaran, saya harap
perusahaan Incasi Raya menjaga habitat air dan darat sesuai perjanjian awal,”
harap Heri Amperwanto.
Berbagai upaya telah dilakukan
masyarakat guna mencarikan solusi. Namun, mereka mengaku tidak mendapat respons
dari pihak-pihak terkait. Masyarakat akhirnya menyurati Walhi Sumbar akhir 2012
lalu. Menindaklanjuti keluhan tersebut, Walhi menurunkan tim investigasi ke
lapangan, tepatnya Batang Muaro Sakai dan Sungai Air Uba yang berjarak sekitar
50 meter dari PT Incasi Raya. Tim mengambil sampel air untuk diuji di
laboratorium.
Direktur Eksekutif Walhi
Sumbar, Khalid Saifullah memaparkan, dari hasil uji sampel yang mereka lakukan
dibantu oleh labor Bapedalda Padang menunjukkan baku mutu air di atas batas
ambang. Terutama dari parameter amoniak, BOD, COD, minyak lemak dan nitrat
(NO3). “Kita belum tahu sungai ini golongan berapa, satu, dua, tiga atau empat.
Yang pasti dari hasil labor ini, golongan berapa pun sungai ini, tetap di atas
ambang mutu,” ujar Khalid Syaifullah.
Indikasi standar sungai,
jelasnya, golongan satu dapat digunakan untuk minum. Golongan dua dapat
difungsikan untuk MCK. Realita sekarang, Tanjung Batang Tapan tidak dapat
difungsikan lagi. Diakui ada kontribusi pencemaran. Namun, untuk mengetahui penyebab
pencemaran itu, harus dilakukan investigasi dan pengujian kembali.
“Untuk itu, Pemkab Pessel
harus mengambil tindakan. Bapedalda Pessel sendiri untuk segera lakukan audit.
Kalau memang terbukti merusak, kepada pihak terkait kami harap dapat
memulihkan kembali ekosistem sungai dan kompensasi ekonomi sejak awal
kerugian,” harapnya.
Perkumpulan Qbar yang turut
hadir dalam pertemuan pagi kemarin itu berharap, audit yang dilakukan
Bapedalda, dapat diketahui gambaran seberapa besar dampak lingkungan dan
seberapa besar kerugian. “Pemerintah supaya dapat mendukung masyarakat dan meminta
pihak Incasi Raya untuk membuka diri. Sebab, ini terkait hak konstitusi dan
kita harap tidak ada pembiaran ketika masyarakat tidak mendapat hak,” tutur
Direktur Qbar, Nurul Firmansyah.
Menanggapi hal itu, Kepala
Humas PT Incasi Raya, Sahrial Jufri mengaku perusahaannya tidak mungkin
mengeluarkan limbah ke sungai yang akan berdampak buruk bagi masyarakat.
Katanya, PT Incasi Raya telah menyiapkan 10 Ipal untuk penyulingan limbah. “Hasil
penyulingan itu pun dibuang di lahan Incasi Raya, di lahan gambut yang jaraknya
dari sungai sekitar 10 hingga 15 km. Selain itu, kita ada drainase sepanjang
100 km. Hasil uji Bapedalda, pembuangan dari sepuluh kolam-kolam kita itu,
sudah memungkinkan untuk dialirkan lagi. Kalau persoalan ikan dan lokan mati,
tentu harus ada kajian akademis yang lebih mendalam,” jawabnya saat dikonfirmasi Padang Ekspres kemarin
siang.
Sebelumnya warga menyampaikan
keluhan dan aspirasi mereka ke DPRD Sumbar. Pihak DPRD berjanji segera menindaklanjuti
pengaduan ini. Anggota Komisi III DPRD Sumbar, Zulkifli Jaelani menegaskan,
persoalan itu perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Karena itu,
dalam beberapa waktu ke depan, pihaknya akan mengagendakan waktu untuk turun
ke lapangan bersama Bapedalda Sumbar.
Anggota Komisi III, Bachtul
menyebutkan, sesuai UU, pengendalian lingkungan ini adalah tanggung jawab
perusahaan. Termasuk memberikan kompensasi terhadap masyarakat sekitar.
Kabid Tata Lingkungan dan
Penataan Hukum Lingkungan Bapedalda Sumbar, Yantonius mengaku sejak menjabat
pada 2010 lalu, belum ada laporan ke Bapedalda Sumbar terkait persoalan
limbah PT Incasi Raya. (cr1)
[ Red/Administrator ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar