Musim kemarau berlalu sudah. Percikan air langit mulai membasahi
belantara nusantara. Hal ini membuat petani garam ramai-ramai beralih
profesi demi sesuap nasi.
Meski begitu, hasil panen tahun ini, hingga Oktober lalu cukup
menggembirakan. Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (APGSI)
Jabar, M Taufik mengungkapkan, kemarau panjang telah memberi keuntungan
bagi petani garam. “Hasil produksi tahun ini melimpah, walau secara
harga tidak sebagus yang diharapkan,” katanya.
Karena hingga tengah tahun depan menjadi musin penghujan, maka
produksi garam menjadi nihil. Akibatnya konsumsi garam hingga semester
pertama tahun depan berasal dari produksi tahun ini. Dari data
Kementerian Kelautan dan Perikanan tercatat, produksi nasional tahun ini
bisa mencapai 2,531 ton (hingga 9 November). Jumlah itu berasal dari
produksi garam petani sebesar 1,636 juta ton, produksi non petani
mencapai 390.700, PT Garam 385.000 ton, dan sisa impor 119.900 ton.
Hingga akhir tahun, diprediksi stok garam hingga 1,811 juta ton.
Jumlah ini mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi selama semester I
2013 yang tak produksi dengan kebutuhan 720.000 ton. Sementara sisanya
1,091 juta ton bisa digunakan untuk kebutuhan garam industri selama
Januari-Februari tahun depan. “Atau pilihannya bisa ekspor,” kata Dirjen
Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan
Perikanan Sudirman Saad kepada SINDO Weekly.
Kalau pilihan ekspor dilakukan artinya Indonesia dapat menghapus
jejak kelam selama 50 tahun terakhir. Sebab, selama setengah abad
tersebut, Indonesia selalu dibanjiri impor garam. Sudirman
mengungkapkan, impor garam konsumsi tahun 2013 harus stop. “Impor garam
industri juga akan berkurang dengan konversi stok sisa produksi yang
ada,” jelas lelaki yang menakhodai program Pemberdayaan Usaha Garam
Rakyat (PUGAR) ini.
Apa yang membuat produksi tahun ini meningkat? Sudirman menunjuk
berbagai program PUGAR telah menunjukkan keberhasilan. Di mana, produksi
petambak dengan luas areal hampir 19 ribu hektar dapat meningkat.
“Tahun lalu, hasil satu hektar hanya mencapai 40-50 ton/Ha/tahun per
tahun, bisa bertambah menjadi 80 ton/Ha/tahun. Lalu, dengan terobosan
PUGAR seperti teknologi Ulir Filter hasilnya bisa berkembang hingga 120
ton/Ha/tahun. Hasilnya juga mengandung mengandung NaCL di atas 97%,”
Sudirman bangga.
Namun lelaki berkulit kuning ini mengingatkan swasembada garam yang
kini dicapai jangan hanya beberapa tahun saja, sehingga kemudian akan
impor lagi. “Perlu membangun sentra garam dari hulu sampai hilir,”
jelasnya.
Sementara Ketua Yayasan Garam Fadel Muhammad merasa pemerintah harus
tegas memperhatikan petani garam dengan menetapkan harga garam yang
cocok. “Sekarang garam swasembada itu berkat PUGAR yang saya buat waktu
menjabat menteri. Nah agar terus terjaga pemerintah perlu menetapkan
harga yang cocok dan juga mau membelinya. Kalau sekarang Rp 750 per kg
saya rasa sudah baik,” ungkap politisi Partai Golkar ini.
Namun Fadel mengingatkan pemerintah agar menyentil PT Garam.
Perusahaan pelat merah yang berfungsi memproduksi sekaligus memasarkan
garam ini, menurutnya punya catatan kinerja kurang apik. “Ya memang
selama ini kurang performance,” tutur mantan Gubernur Gorontalo, Selasa (20/11/2012), di Jakarta.
Hal ini diakui Sudirman. Baginya PT Garam belum maksimal belum
melakukan kerja membawahi garam nasional dengan penguasaan seluas 5700
hektar. Sebab, hasil laporan perseroan tersebut mencatatkan produksi
sebesar 70 ton/Ha/tahun, padahal di Cirbon saja bisa mencapai 120
ton/Ha/tahun. “Perlu juga memisahkan perannya. Seharusnya biar fokus, PT
Garam mengurusi sektor hulu atau hilir saja. Jangan memproduksi tapi
juga bisa menjual,” ungkapnya.
Sedikit menilik ke belakang. Medio tahun ini harga garam sempat
anjlok hingga membuat para petambak marah. Lalu atas komando Menteri
Perekonomian Hatta Rajasa dibentuk Tim Koordinasi Swasembada Garam
Nasional, yang terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan. Lalu keluarlah
Harga Pokok Pembelian (HPP) garam yang ditetapkan pemerintah pada tahun
2011, yaitu Rp 750 rupiah/kg untuk garam kualitas satu dan garam
kualitas kedua dipatok Rp 550 rupiah/kg.
Nayatanya penetapan harga itu di lapangan masih saja dilanggar.
Misalnya menurut data Presidium Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat
Indonesia (A2PGRI) di wilayah Madura, pada September lalu, PT Garam
menetapkan harga KW1 Rp 480 per kilogram diterima di gudang serta KW2 Rp
410 per kilogram. Harga ini bahkan di bawah perusahaan swasta, seperti
PT Susanti Mega, yang berani mematok harga beli Rp 560 per kilogram
untuk KP2 di gudang. “Harga PT Garam jelas jauh sekali dari ketentuan
harga pemerintah,” kata A2PGRI anggota Faisal Baidowi.
Bahkan, Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jatim, Hasan,
melansir survei yang dilakukan pihaknya di seluruh wilayah Jatim,
ditemukan harga garam Rp 350 ribu untuk KW I, dan Rp 300 ribu untuk KW
II di collecting point. Sungguh menyimpang dari ketentuan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C Sutardjo lantas memanggil
para importir produsen garam impor untuk mendapatkan laporan realisasi
penyerapan garam rakyat. Padahal, 12 importir produsen garam konsumsi
telah sepakat untuk menyerap garam rakyat. Dan, selama panen raya yang
berakhir Oktober lalu, dilakukan penghentian impor garam.
Sharif tak lupa member apresiasi terhadap keberhasilan program PUGAR.
Menurutnya, setidaknya ada empat isu strategis yang terus menjadi dasar
perhatian dalam melaksanakan Program PUGAR. Pertama, kurangnya akses
sumber permodalan bagi para petambak sehingga para petambak garam rakyat
banyak yang terjerat pada bakul, tengkulak dan juragan.
“Kedua, adanya isu masih lemahnya keberpihakan dan upaya
proteksi pemerintah yang menyebabkan usaha garam rakyat menjadi tidak
prospektif dan marketable. Ketiga, berkembangnya isu tata niaga
garam yang pro liberalistik dengan tidak adanya penetapan standar
kualitas garam, sehingga menyebabkan deviasi harga yang tinggi di
tingkat produsen petambak garam maupun para pelaku pasar. Di sisi lain,
masih maraknya penguasaan kartel perdagangan garam di tingkat lokal.”
“Keempat, menyangkut isu kualitas garam yang masih memerlukan
intervensi pemerintah yang dilakukan melalui indsutrialisasi guna
menghasilkan mutu dan nilai tambah,” jelas pengganti Fadel Muhammad ini.
Karena itu, Sharif bersama tim tengah mengupayakan agar pemerintah
terus mengurangi penguasaan yang dilakukan oleh kartel dan upaya dalam
menaikkan posisi tawar petambak garam. “Ini pertama kali garam konsumsi
swasembada tahun ini. Termasuk kita bisa ekspor. Kita pernah ekspor
tahun 60-an, Insya Allah tahun depan kita ekspor,” pungkas dia.
KETERANGAN
Impor Tahun 2011
Garam Konsumsi : 923.756 ton
Garam Industri : 1.691.444 ton
TABEL STOK GARAM KONSUMSI TAHUN 2012
Uraian | Jumlah (dalam ton) | ||
Produksi Tahun 2012
- Petambak - PT Garam - Sisa impor tahun 2012 |
2.531.056,24
2.026.856,24 385.000 119.900 |
||
Kebutuhan Garam Konsumsi
- Kebutuhan Semester I/2012 - Kebutuhan Semester I/2013 |
1.400.000
720.000 720.000 |
||
Surplus Garam Konsumsi Hingga Semester I/2013 | 1.091.056,24 |
About these ads
Tidak ada komentar:
Posting Komentar