Ainur Rahman
Ilustrasi
“Garis pantai Indonesia keempat terpanjang di dunia."
JAKARTA, Jaringnews.com - Keterbatasan petugas dan
armada kapal membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kesulitan
mengatasi kerusakan terumbu karang di wilayah perairan Indonesia. KKP
berharap ada kemandirian Pemerintah Daerah untuk membuat replika terumbu
karang yang rusak. Apalagi program Coremap (Coral Reef Rehabilitation
and Management Program) tahap III tetap terbatas dan tidak bisa
menjangkau semua daerah pesisir di seluruh Indonesia.
Beberapa terumbu karang mengalami kerusakan akibat cara penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun sianida. KKP juga mengakui keterbatasan petugas Pengawasan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan(P2SDKP) untuk mengawasi wilayah pesisir.
“Garis pantai Indonesia mencapai 95.181 kilometer, keempat terpanjang di dunia. Sehingga petugas kami juga tidak mungkin bisa menjangkau semuanya,” kata Toni Ruchimat dari Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) di Jakarta.
Selain jumlah petugas P2SDKP, armada kapal pengawasan juga terbatas. Sampai sekarang, KKP hanya memiliki 25 armada. Jumlah tersebut juga masih belum mencukupi kendatipun dibantu oleh aparat Polairud (polisi air dan udara), TNI Angkatan Laut.
“Sehingga kami melihat, perlu program kemandirian pemerintah provinsi untuk pengawasan terumbu karang. Karena beberapa desa pesisir, ternyata masyarakat nelayannya belum punya tingkat kesadaran yang baik terhadap kelestarian biota laut kita.”
KKP melihat tingkat kesulitan yang tinggi untuk konservasi terumbu karang yang rusak berat. Karena selain memakan waktu lama, tingkat perbaikannya juga tidak maksimal untuk menjaga kelestarian biota laut. “Konservasi bisa memakan waktu tahun-an, bahkan puluhan tahun. Tetapi hasil konservasinya hanya untuk perbaikan satu sentimeter saja,” jelas Toni.
Jumlah terumbu karang yang rusak berat mencapai sekitar 35 persen dari keseluruhan yang ada di wilayah perairan Indonesia. Sementara terumbu karang yang masih dalam keadaan baik mencapai sekitar 5 – 6 persen. Sementara sisanya, terumbu karang yang mengalami kerusakan tingkat sedang.
“Kita akan terus konservasi terumbu karang dengan tingkat kerusakan sedang,” kata Toni.
Beberapa terumbu karang mengalami kerusakan akibat cara penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun sianida. KKP juga mengakui keterbatasan petugas Pengawasan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan(P2SDKP) untuk mengawasi wilayah pesisir.
“Garis pantai Indonesia mencapai 95.181 kilometer, keempat terpanjang di dunia. Sehingga petugas kami juga tidak mungkin bisa menjangkau semuanya,” kata Toni Ruchimat dari Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) di Jakarta.
Selain jumlah petugas P2SDKP, armada kapal pengawasan juga terbatas. Sampai sekarang, KKP hanya memiliki 25 armada. Jumlah tersebut juga masih belum mencukupi kendatipun dibantu oleh aparat Polairud (polisi air dan udara), TNI Angkatan Laut.
“Sehingga kami melihat, perlu program kemandirian pemerintah provinsi untuk pengawasan terumbu karang. Karena beberapa desa pesisir, ternyata masyarakat nelayannya belum punya tingkat kesadaran yang baik terhadap kelestarian biota laut kita.”
KKP melihat tingkat kesulitan yang tinggi untuk konservasi terumbu karang yang rusak berat. Karena selain memakan waktu lama, tingkat perbaikannya juga tidak maksimal untuk menjaga kelestarian biota laut. “Konservasi bisa memakan waktu tahun-an, bahkan puluhan tahun. Tetapi hasil konservasinya hanya untuk perbaikan satu sentimeter saja,” jelas Toni.
Jumlah terumbu karang yang rusak berat mencapai sekitar 35 persen dari keseluruhan yang ada di wilayah perairan Indonesia. Sementara terumbu karang yang masih dalam keadaan baik mencapai sekitar 5 – 6 persen. Sementara sisanya, terumbu karang yang mengalami kerusakan tingkat sedang.
“Kita akan terus konservasi terumbu karang dengan tingkat kerusakan sedang,” kata Toni.
http://jaringnews.com/ekonomi/sektor-riil/27624/kkp-minta-pemda-bisa-atasi-kerusakan-terumbu-karang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar