24 September, 2012

SATKER - KU MALANG, SATKER -KU SAYANG TUGAS BERAT, ESELON PUN TAK ADA




YOGI PUTRANTO, S.Si
Pengawas Perikanan Satker Pengawasan SDKP Cilacap
 

Sebuah Telaah :  Pentingnya Ditjen PSDKP segera melakukan Eselonering Bagi Satker PSDKP

Masalah - masalah sumberdaya manusia secara historis dapat ditinjau perkembangannya sejak dulu. Bahkan masalah sumberdaya manusia kelihatan hanya merupakan masalah intern dari suatu organisasi , namun sesungguhnya jika tidak diselesaikan masalah sumberdaya manusia tersebut dapat menimbulkan berbagai konsepsi dan ketidakjelasan statusnya dimana organisasi itu berada.

Dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sumberdaya manusia tersebut pada hakikatnya setiap atasan/pimpinan yang memmpunyai wewenang tertentu seperti pengangkatan, penempatan, pemindahan, pemanfaatan, pengembangangan, serta pemberhentian, biasanya juga menentukan kebijaksanaan pelaksanaan sendiri. Perumusan dan penetapan kebijakan yang demikian ini pada umumnya tidak terpadu, sehingga sering dirasakan sebagai pencerminan selera pribadi yang tentunya sangat subyektif sifatnya. Ada yang beranggapan bahwa banyak segi sumberdaya manusia diatur atas dasar hak prerogatif pimpinan yang berwenang memutuskan. Keputusan tersebut sering dirasakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai sangat subyektif, pilih kasih, like and dislike dan sebagainya. 

Guna menunjang keberhasilan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, setidaknya ada 4 (empat) faktor yang menjadi penentu keberhasilan :
  1. Manusia pelaksana harus baik.
  2. Keuangan harus cukup dan baik.
  3. Sarana dan prasarana  harus cukup dan baik.
  4. Organisasai dan manajemennya harus baik.

Dari keempat faktor tersebut, tentunya faktor manusia yang menjadi faktor utama dan essensial, karena manusia disamping menjadi obyek juga sebagai subyek dalam segala aktivitas pengawasan.  Faktor manusia bisa menentukan berapa besar keuangan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pengawasan. Selanjutnya faktor manusia juga menentukan sarana dan prasarana apa saja yang  diperlakukan guna mendukung semua kegiatan pengawasan dan seterusnya. Oleh karena itu manusia menjadi penggerak sekaligus pelaku dalam proses pelaksanaan pengawasan.

Masalah sumberdaya manusia yang menurut penulis cukup crucial bagi pengawas di satker adalah tentang peningkatan kedudukan (baca : eselonering) untuk Satker Pengawasan.  Tentunya kita semua mengingankan satker mampu mencari terobosan baru ke arah yang lebih baik, mampu berpikir inovatif, kreatif sehingga menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien dalam pengawasan. 

Di daerah, seringkali Satker dibenturkan dengan kasus-kasus yang cukup penting dan menyangkut instansi  terkait, namun karena kedudukannya yang dapat dikatakan “ tidak jelas” ini, maka kasus tersebut akhirnya tidak diteruskan.  Peningkatan eselon ini akan mendukung kelancaran tugas di lapangan, karena dalam setiap menjalankan tugas pengawasan selalu terbentur dengan eselon yang tidak ada. Ada bebarapa satker yang kantornya masih pinjam pakai atau di dalam komplek pelabuhan, betapa itu sangat menghambat kinerja. Kepala Satker yang statusnya non eselon harus dihadapkan dengan pejabat Eselon II maupun eselon II, tentu akan “ kalah pamor”.  Contohnya, Satker PSDKP Cilacap, tempat penulis aktif bekerja sekarang, yang berlokasi di di komplek Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap yang dikepalai oleh Pejabat Eselon II. Selain itu satker-satker yang ada di daerah perbatasan juga harus bekerja ekstra keras berhadapan dan bersinggungan dengan para pejabat eselon jika menemukan suatu kasus yang berkaitan dengan kebijakan. Karena tanpa kedudukan tersebut maka itu juga akan berimbas pada kinerja. Sarana dan prasarana juga tidak mendukung dalam melakukan kinerja. Misalnya, yang terletak diperbatasan, yaitu Pos Entikong harus disandingkan dengan Eselon dari Badan Karantina Ikan dalam melaksanakan pengawasan ikan hasil formalin.

Jika kedudukan Satker sudah dinaikkan maka diharapkan keuangan untuk Satker juga meningkat dan sarana prasarana juga memadai. Ditjen PSDKP harus menyadari bahwa Satker merupakan ujung tombak dalam melakukan pengawasan. Apakah kita akan diam saja sampai Satker berdemonstrasi untuk menuntut kenaikan eselon seperti halnya Satpol PP di Sukoharjo? (www.solorayaonline.com). Pastinya kita tidak mengingankan hal seperti itu.

Namun, penentuan eselon ini juga ternyata tidak sesederhana itu. Manajemen kepgawaian juga sangat diperlukan.  Untuk mewujudkan eselon buat satker tersebut diperlukan pegawai yang profesional, bertanggunjwab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan prestasi kerja. Prinsip profesionalisme mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengawasan harus mengutamakan keahlian yang berdasarkan kompetensi, kode etik, dan ketentuan perundang-undangan. Sendainya menjadi pejabat eselon nantinya, orang yang menjadi Kepala Satker nantinya harus memiliki kompetensi dan kapabilitas manajemen publik yang memadai , mampu menghindari pemborosan pada sektor yang kurang perlu, serta Satker juga nantinya juga diperkuat oleh sarana prasarana yang memadai. Berdasarkan pasal 17 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, ditegaskan bahwa pengangkatan pegawai negeri sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, dan golongan.

Dalam mewujudkan reformasi birokrasi yang menuntut terwujudnya clean and good governance, sudah selayaknya dilakukan fit and proper tes bagi suatu jabatan struktural termasuk dalam menduduki Kepala Satker.  Bebearapa aspek rekruitmen dalam penataan dan pengsian jabatan struktural di Satker juga sangatlah penting sehingga dapat terwujud “ The Right Man on the Right place” .  Sehingga pemilihan dan penentuan posisi Kepala Satker tidak diwarnai oleh budaya paternalistik dan bentuk yang lebih halus yaitu “Patron Client” yang cenderung menekankan segi material,  sehingga aspek loyalitas kepada penguasa merupakan faktor yang menjadi urutan utama dalam menentukan calon pejabat eselon ini . Bahkan yang lebih tidak kondusif lagi adalah munculnya pejabat eselon yang taampil karena kedekatan dengan lingkaran kekuasaan. Semoga saja ini tidak terjadi pada pejabat yang menempati jabatan eselon Kepala Satker nantinya. 

Dan harapan kita semoga Tahun 2012 ada perubahan ke arah yang lebih baik tentang nasib Satker dengan jabatan eselon.  Semoga tak malang lagi nasib Satker Pengawasan SDKP. Penulis tutup tulisan ini dengan sebuah pantun: 

Jika Bapak Ingin Dapat Banyak Ikan, Jangan Takut Naik Kapal
Eselon Untuk Satker Mari Kita Segera-kan, Kinerja Meningkat Hasil Optimal

Tidak ada komentar: