09 Juni, 2011

Telur Terlarang di Kota Padang

Konservasi Penyu






KOMPAS.com — Perdagangan telur penyu di Kota Padang, Sumatera Barat, sudah sampai pada taraf mengkhawatirkan. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Penyu Sumatera Barat, Universitas Bung Hatta, Padang, transaksi perdagangannya merupakan yang terbesar di Indonesia.

Tidak kurang 22.000 butir telur penyu bisa diperjualbelikan hanya dalam waktu 11 pekan. Tempat terbuka, seperti warung-warung di kawasan wisata Pantai Padang, menjadi lokasi perdagangan yang aman dari jamahan hukum.

Sekalipun penyu termasuk hewan terancam yang dilindungi berdasarkan Convention and International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) appendix I , perdagangannya terus dilakukan terang-terangan, bahkan masuk dalam salah satu program unggulan pariwisata.

Pada Selasa (17/5/2011) siang itu, seorang remaja putri berusia 12 tahun menjaga warung makanan dan minuman ringan milik orangtuanya. Sebut saja namanya Putri, yang tidak memahami bahwa salah satu barang dagangan milik orangtuanya adalah telur-telur penyu yang sesungguhnya dilarang diperjualbelikan.

Siang itu, bersama sejumlah bocah cilik, Putri menunggui warung tersebut. Tangan mungilnya mengaduk-aduk baskom berpasir berisikan telur-telur penyu yang baru datang dari pengepul.

"Direbus, Bang?" tanya Putri kepada calon pembelinya. Tak lama tiga butir telur penyu sisik sebesar bola pingpong sudah berpindah ke dalam panci berisi air menggelegak oleh panas kompor minyak tanah.

Sekitar lima menit kemudian, telur-telur tadi dimasukkan dalam plastik mungil. Suwiran kecil-kecil daun seledri dimasukkan dalam wadah itu untuk menghilangkan bau amis.

Dengan cekatan dibungkusnya plastik kecil tadi, lalu tiga butir telur penyu sisik tadi pun berpindah tangan.

Putri fasih bercerita bahwa telur-telur penyu yang dijual berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai. Untuk telur penyu sisik ditawarkan Rp 5.000 per butir dan Rp 6.000 per butir untuk telur penyu hijau.

Sudah sepuluh tahun terakhir orangtua Putri berjualan di kawasan wisata itu. Tidak kurang 100 butir telur penyu bisa dijual pada hari Minggu atau libur.

Pada hari-hari biasa antara 30 dan 50 butir telur penyu bisa dijual. Ada margin keuntungan hingga Rp 1.000 per butir telur yang bisa ditangguk pedagang seperti orangtua Putri.

Di sepanjang Jalan Muara yang berbatasan dengan Pantai Padang , tempat Putri menjaga warung milik orangtuanya, ada sejumlah pedagang lain yang menjajakan telur penyu. Nyaris semuanya adalah pedagang minuman dan makanan ringan dalam gerobak kayu beratap.

Jumlah pedagang telur penyu disinyalir juga makin banyak. Koordinator Pusat Data dan Informasi Penyu Sumatera Barat, Universitas Bung Hatta, Padang, Harfiandri Damanhuri MSc, mengatakan, pada tahun 2004 baru tercatat 18 pedagang.

Jumlah itu meningkat menjadi 22 pedagang tahun 2008 dan 26 pedagang pada 2011. Rata-rata setiap pedagang menjual 77,8 butir telur penyu per hari.

Jumlah itu, katanya, tidak sebanding dengan upaya konservasi berupa penetasan telur penyu yang dilakukan pemerintah selama ini di dua lokasi. Masing-masing di Pantai Mangguang, Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pusat Penangkaran Penyu, Desa Apar, Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman, dan di (KKLD) Pulau Karabak, Kabupaten Pesisir Selatan.

Harfiandri mengatakan, mereka hanya berhasil menetaskan 383,84 telur penyu per bulan di KKLD Kota Pariaman dan 393,66 telur penyu per bulan di KKLD Kabupaten Pesisir Selatan. Padahal, eksploitasi pada tahun 2000 saja sudah mencapai 318,34 butir telur per hari, katanya.

Adapun jenis telur penyu yang diperdagangkan terbagi dalam empat jenis, yakni telur penyu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea).

Membedakan keempat jenis telur penyu dengan cangkang yang relatif lunak itu relatif mudah. Telur penyu sisik dan lekang besarnya seperti bola pingpong. Adapun telur penyu hijau menyerupai besar telur ayam dengan bentuk lebih bulat. Sementara telur penyu belimbing diameternya serupa dengan bola tenis.

Karena itulah, telur penyu belimbing realtif lebih mahal. Bisa mencapai Rp 10.000 per butir. Penyu belimbing juga termasuk spesies yang paling terancam, kata Harfiandri.

Ia mengatakan, berdasarkan siklus empat tahunan hingga lima tahunan bertelurnya penyu belimbing, telur jenis penyu itu terakhir kali ditemukan tahun 2010. Sebelumnya pada 2005 dan 2001 telur penyu belimbing juga ditemukan di sejumlah pedagang.

Pembiaran

Menurut Harfiandri, hingga kini relatif tidak banyak yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal itu. Bahkan, katanya, telur penyu juga sudah mulai diperjualbelikan di pasar tradisional.

Ini dikarenakan tidak adanya fasilitas penangkaran penyu di Kota Padang. Padahal, kata Harfiandri, penyu juga diketahui suka bertelur di beberapa lokasi di wilayah pantai Kota Padang.

Erlinda Cahya Kartika yang mewakili bagian Konservasi dan Keanekaragaman Hayati di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar mengatakan, saat ini sudah dilakukan penyusunan rencana aksi. Namun, tim untuk melaksanakan rencana aksi yang direncanakan terdiri atas BKSDA Sumbar, kalangan akademisi, Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, serta pemerintah setempat itu belum juga dibentuk.

Hal itu ditambah dengan belum padunya visi pelestarian dengan pariwisata di Kota Padang. Bahkan, dalam brosur wisata, pengalaman makan telur penyu di kawasan pantai ini juga dipromosikan, kata Harfiandri.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang Edi Hasymi pada Rabu (18/5/2011) mengatakan, hingga sejauh ini penjualan telur penyu di kawasan wisata Pantai Padang tetap menjadi salah satu andalan. "Kami sedang buat masterplan untuk tahun 2011 ini guna pembenahannya karena selama ini, kan, masih tradisional. Soalnya telur penyu itu ada pasarnya sendiri, ada yang memang senang dengan telur penyu," katanya.

Ia mengatakan, sekalipun memang terdapat kontroversi soal konservasi dan pemanfaatannya untuk industri pariwisata, telur-telur penyu itu dianggap masih dalam batasan yang aman untuk diperjualbelikan. Edi mengatakan, sekalipun banyak telur penyu yang dijual, upaya penangkaran juga dilakukan.

"Telur penyu adalah potensi wisata, tetap harus kita jual," kata Edi.

http://sains.kompas.com/read/2011/05/19/08543865/Telur.Terlarang.di.Kota.Padang

Tidak ada komentar: