WRI juga menyebutkan terumbu karang yang membentang dari Samudera Hindia, Australia hingga Karibia merupakan kawasan terumbu karang yang paling bersiko punah. Di kawasan itu sebagian besar negara mengekploitasi terumbu karang guna kegiatan ekonomi konsumtif.
Jane Lubchenco, peneliti dari US National Oceanic dan Atmospheric, mengatakan perubahan iklim ditambah ancaman dari daratan seperti bergerakan lempeng bumi dan lainnya serta tekanan dari lautan berupa badai atau tsunami menyebabkan resiko signifikan terhadap keberlangsungan hidup terumbu karang." Kondisi ini mutlak membutuhkan gerak cepat terutama dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dan karbondioksida guna mencegah situasi yang mengerikan menimpa terumbu karang," papar dia seperti dikutip Dailymail, Kamis (24/2).
WRI juga menyebut Emisi karbon dioksida dari konsumsi bahan bakar berkontribusi membuat lautan lebih asam, yang menghalangi pembentukan karang. Selain itu, suhu permukaan laut lebih hangat menyebabkan pemutihan karang.
Penyebab lainnya yang juga berbahaya bagi terumbu karang adalah aktivitas manusia seperti penangkapan ikan secara berlebihan, metode penangkapan ikan yang merusak seperti menggunakan bahan peledak atau racun, limbah kimia dari pertanian, minyak tumpah, kapal yang menyeret jangkar dan rantai di terumbu serta aktivitas pariwisata berkelanjutan.
Lebih dari 275 juta orang di dunia bertempat tinggal berjarak 18 mil dari terumbu karang. Padahal do lebih dari 100 negara, terumbu karang melindungi daratan lebih dari 93.000 mil dari garis pantai.
Laporan ini juga mengidentifikasi 27 negara - sebagian besar di Karibia, Pasifik dan samudra India - diramalkan mengalami masalah sosial dan ekonomi jika terumbu karang rusak atau hilang. Di antara 27 negara, sembilan negara seperti Komoro, Fiji, Grenada, Haiti, Indonesia, Kiribati, Filipina, Tanzania dan Vanuatu, merupakan negara dengan terumbu karang yang paling rentan punah.
Lauretta Burke, salah seorang Peneliti WRI mengatakan situasi ini merupakan ancaman sempurna. Menurut dia, situasi ini adalah fase sangat kritis bagi sistem ekologi kelautan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar