Sebanyak 24 pulau kecil di Indonesia telah hilang, baik akibat kejadian alam, maupun ulah manusia. Yang lebih mengkhawatirkan, sekitar 2.000 pulau lain di Tanah Air juga terancam tenggelam.Penyebabnya pemanasan global. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI Freddy Numberi saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Widyatama (Utama) Bandung, Jumat (2/10).
Acara kuliah umum ini dihadiri pula oleh Bupati Sorong Stepanus Malak dan civitas akademika Utama. Freddy menyatakan, ke-24 pulau ini hilang akibat tsunami Aceh pada 2004, abrasi, dan kegiatan penambangan pasir yang tidak terkendali. Pulau-pulau ini di antaranya Pulau Gosong Sinjai di NAD akibat tsunami, Mioswekel di Papua akibat abrasi, dan Lereh di Kepulauan Riau akibat penambangan pasir. Pemanasan global disebutkan menjadi ancaman paling konkret bagi pulau-pulau lain di Tanah Air.
Menurut analisis Departemen Kelautan Perikanan RI dan PBB, pada tahun 2030, diperkirakan sekitar 2.000 pulau kecil di Indonesia akan lenyap. “Saya punya daftarnya, tetapi tidak bisa diungkapkan di sini,” ujarnya. Dikatakan Freddy, kenaikan permukaan laut bisa mencapai lebih dari 2 meter jika tidak ada penanganan serius dalam menghentikan laju pemanasan global.
Tidak hanya di pulau-pulau kecil, dari simulasi dampak perubahan iklim, sebagian wilayah pesisir utara Jakarta akan tenggelam. “Bandara Soekarno-Hatta pun akan tenggelam jika tidak ada upaya serius mengurangi laju pemanasan global. Percaya sama saya, adik-adik sekalian kalau masih hidup di masa itu suatu hari akan mengingat omongan saya ini,” ujar menteri menegaskan bahaya yang akan datang.
Ancaman tenggelamnya pulau akibat kenaikan permukaan laut, ucapnya, bukanlah isapan jempol. “Sekarang, telah betul-betul terjadi,” ucapnya memberikan contoh negara Kepulauan Kiribati dan Tuvalu. “Presiden Kiribati telah meminta warga dunia untuk menampung warganya karena ‘negeri’ mereka telah hilang,” tuturnya. Warga-warga dari negara yang berada di Samudra Pasifik ini telah ditampung di Australia dan Selandia Baru.
Sumber : Kompas, Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar