11 Agustus, 2009

2050 Kehidupan Laut Terancam Kolaps

Fenomena ini bukan diprediksi akan terjadi, tapi mulai terjadi saat ini. Keanekaragaman laut terus tergerus. Komponen laut yaitu jutaan spesies tumbuhan dan hewan yang hidup di laut harus bekerja. Kalau dibiarkan habis, laut mungkin tidak dapat mendukung kehidupan lagi.
Sekelompok peneliti dari Universitas Dalhousie, ibarat sebuah orkestra, bermain secara harmoni antara konsistensi teori, eksperimen, dan observasi pada skala dan ekosistem yang berbeda. Kelompok ini melakukan 32 eksperimen secara terkontrol, mengamati 48 wilayah perlindungan laut, data tangkapan ikan dan invertebrata seluruh dunia tahun 1950 – 2003 dari lembaga pangan dunia, serta menggunakan data dalam rangkaian waktu selama 1000 tahun di 12 daerah pesisir, meliputi arsip, perikanan,sediment dan arkeologi. Hasilnya adalah kehidupan laut kolaps pada tahun 2050.

Peran spesies laut
Dalam Jurnal Science volume 314, yang terbit pada tanggal 3 November 2006, para pakar ekologi dan pakar ekonomi mengingatkan bahwa hilangnya keanekaragaman hayati akan menurunkan secara ekstrem kemampuan laut untuk memproduksi makanan, daya tahan dari penyakit, menyaring polutan, dan kemampuan pulih kembali dari tekanan seperti perubahan iklim.
Peran setiap spesies / jenis menunjukkan bahwa hilangnya setiap spesies akan menyebabkan ketidakseimbangan secara cepat dari keseluruhan ekosistem. Kebalikannya, setiap tumbuhnya spesies yang kembali baik akan secara signifikan menambah produktifitas dan stabilitas keseluruhan ekosistem dan daya tahan terhadap tekanan. Gambaran ini terjadi di seluruh lautan. Bila spesies hilang maka akan hilang pula produktifitas dan stabilitas keseluruhan ekosistem laut. Dan dengan kondisi nyata di lapangan saat ini, hasil penelitian ini sangat mengejutkan dan mengganggu karena diluar yang diperkirakan.

Selama empat tahun eksperimen tersebut, semua data mengenai spesies laut dan ekosistem diuji, kemudian disintesa ke dalam rangkaian data historis baik eksperimen, perikanan maupun pengamatan untuk mengetahui pentingnya keanekaragaman hayati pada skala global. Terbukti bahwa hilangnya keanekaragaman hayati secara progresif tidak hanya merusak kemampuan laut untuk “memberi makan” manusia –populasinya terus meningkat-, tapi juga merusak stabilitas lingkungan laut dan kemampuannya untuk kembali pulih/ resilience/ daya lenting dari tekanan.

Selama ini manusia mengagumi organisme laut karena ukurannya, keganasannya, kekuatannya, dan keindahannya. Namun, tumbuhan dan hewan yang tinggal didalam laut tidak cukup hanya untuk dikagumi, mereka harus dijaga keseimbangannya karena penting terhadap kesehatan laut dan keberadaan manusia.

Berita yang melegakan adalah bahwa ekosistem laut masih mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk kembali sehat, walau kecendurangan global saat ini menunjukkan kolapsnya semua spesies perikanan laut pada tahun 2050 artinya mengalami penurunan hingga 90 persen. Kolaps juga dipercepat oleh penurunan seluruh kondisi kesehatan ekosistem – ikan bergantung kepada air bersih –dalam kenyataannya sebagai besar air tercemar-, demikian pula populasi mangsanya dan habitat yang beragam berkaitan dengan sistem keragaman yang lebih tinggi. Resiko kesehatan manusia juga muncul saat kerusakan ekosistem pesisir, spesies asing, ledakan penyakit, dan ledakan polpulasi alga yang berbahaya.

Selama ini laut dipahami sebagai mesin daur ulang yang besar (tentunya kita juga harus bijaksana bahwa tidak semua bisa hancur di dalam laut). Laut membawa limbah dan mendaur ulang menjadi nutrien, mencuci racun keluar dari air, memproduksi makanan dan merubah CO2 menjadi makanan dan oksigen.Tapi dalam rangka menyediakan jasa tersebut, laut membutuhkan seluruh komponennya bekerja, yaitu jutaan spesies tumbuhan dan hewan yang hidup di laut.

Kenyataannya bahwa penurunan spesies laut meningkat cepat selama 1000 tahun terakhir, berakibat hilangnya kapasitas penyaringan biologis, habitat plasma nuftah, dan perikanan yang sehat. Uji terhadap kawasan lindung laut diseluruh dunia menunjukkan bahwa pemulihan keanekaragaman hayati meningkatkan produktifitas empat kali dan membuat ekosistem secara rerata meningkatkan daya tahannya terhadap fluktuasi yang disebabkan lingkungan dan manusia. Data menunjukkan bahwa untuk memperbaikinya belum terlambat. Saat ini kurang dari 1% lautan global yang dilindungi secara efektif.

Disimpulkan bahwa untuk memperbaiki keanekaragaman hayati laut dapat dilakukan melalui pengelolaan sumberdaya berbasis ekosistem – termasuk pengelolaan perikanan yang teintegrasi, pengentrolan polusi, perlindungan habitat penting dan pembuatan wilayah perlindungan laut. Langkah penting tersebut untuk menghindari tekanan serius terhadap keamanan pangan global, kualitas air laut, dan stabilitas kehidupan laut.

Penulis : Agus Supangat. Peneliti Oseanografi yang bekerja di Dewan Nasional Perubahan Iklimasupangat@gmail.com

Tidak ada komentar: