16 Januari, 2009

Membekuk Penjarah Ikan di Laut Indonesia

Laut Indonesia memang surga bagi pencuri ikan. Tak mudah memang membekuk para penjarah tersebut. Namun dengan usaha yang gigih, serius, dan tanpa pandang bulu, niscaya laut kita bersih dari kegiatan ilegal.

Suasana di sebuah ruangan Kantor Administrasi Pelabuhan Timika, Provinsi Papua yang selama ini tenang akhir April lalu mendadak ramai. Pasalnya, salah satu aparat keamanan yang sedang berjaga di sana menerima laporan intelejen.

Isi pesannya menginformasikan adanya beberapa kapal ikan yang akan mendarat. Kecurigaan pun muncul. Maklum, pelabuhan tersebut bukanlah pelabuhan perikanan. Untuk menyelidiki kebenaran laporan tersebut, tiga petugas dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dibantu dengan aparat kepolisian pun meluncur ke lokasi yang dimaksud.

Bukan hanya itu, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) yang sedang menggelar Operasi Gurita IV pun langsung mengarahkan armadanya ke lokasi tersebut. Tak tanggung-tanggung, tiga kapal patroli Hiu Macan milik Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), satu buah kapal logistik milik Departemen Perhubungan (Dephub), dan satu kapal milik TNI AL pun dikerahkan.

Hasilnya, tak sia-sia. Di lokasi yang diinformasikan tadi terdapat sekitar 17 kapal ikan. Dua di antaranya berbendera Taiwan sedang melakukan bongkar muat ikan ke dua kapal pengangkut lainnya (transhipment).

Hasil penggeledehan di salah satu kapal, MV Huang Een, misalnya ditemukan sekitar 9 ton cumi-cumi yang diterima dari 14 kapal pengangkut lain. Kapal pengangkut tersebut juga menyimpan 30 liter bahan bakar minyak (BBM).

“Hingga awal Mei lalu sudah 24 kapal ikan ilegal yang berhasil diamankan di Pelabuhan Paumuko, Papua,” ujar Aji Sularso, Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP), DKP kepada Samudra. Jadi, kalau ditotal sejak Januari 2008, sistem teknologi informasi National Picture Compilation (NPC) yang dikembangkan Bakorkamla ini mampu menggiring sekitar 20 tindak kejahatan di laut.

Sebuah prestasi besar mengingat akhir-akhir ini aparat keamanan laut sering mendapat celaan karena kinerjanya yang dinilai lamban. “Keberhasilan kali ini tak lepas dari sistem informasi NPC yang kita kembangkan,” kata Laksmana Madya TNI AL Djoko Sumaryono, Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Bakorkamla, kepada Samudra awal Mei lalu di Jakarta.

NPC merupakan sistem teknologi informasi yang telah dikembangkan oleh Bakorkamla dengan mengotimalkan akses dua satelit, yakni Inmarsat dan Envisat. Kedua satelit ini juga digunakan oleh Dephub dan DKP.

Mengontrol Pergerakan Kapal

Lalu bagaimana NPC bekerja? Sistem ini menggabungkan data prakiraan cuaca, peta dasar rupa bumi, pola arus, peta fishing ground (daerah penangkapan ikan), serta informasi dari Vessel Monitoring System (VMS). Semua data dan informasi tersebut terkumpul melalui Bakorkamla Integrated Information System (BIIS) yang sebelumnya sudah dikembangkan.

“Lalu semua data tersebut kami gabungkan hingga menghasilkan suatu peta keseluruhan wilayah Indonesia lengkap dengan data kapal yang sedang beroperasi,” kata Djoko. Hasil pengolahan data dan informasi inilah yang dinamakan dengan NPC.

Setiap hari data dan informasi yang masuk akan diolah. Infomrasi tersebut lalu ditampilkan berupa gambar pada sebuah layar LCD yang terpampang di ruang Crisis Centre, Kantor Pusat Bakorkamla, Jakarta. Di ruangan ini pula, hasil pengolahan data tersebut dipaparkan kepada petinggi Bakorkamla dua kali setiap hari, yakni pada pukul 08.00 dan 16.00 WIB.

“Data dan informasi tersebut juga kita sebarkan ke instansi keamanan laut lainnya sebagai informasi rujukan,” jelas Dicky R. Munaf, Sekretaris Pelaksana Harian Bakorkamla kepada Samudra awal Mei lalu di Jakarta. Lalu bagaimana sistem ini menjebak penjahat di laut?

Semua kapal yang sudah dilengkapi VMS dan beroperasi di perairan Indonesia akan terdeteksi oleh NPC. Data kapal mulai dari posisi terakhir, arah pergerakan, laju kecepatan, hingga daerah asal serta tujuannya terekam oleh NPC.

Menurut Dicky, jika terlihat ada kapal yang selama empat bulan lebih berada di tengah laut dan tidak juga bergerak ke darat maka patut dicurigai. “Ada kemungkinan kapal tersebut mengalami kerusakan teknis atau justru sedang melakukan transhipment,” jelasnya. Langkah berikutnya tinggal mengirim petugas keamanan terdekat dengan lokasi untuk mengecek langsung ke kapal yang dicurigai tersebut.

Lalu bagaimana jika kapal tersebut tidak terdeteksi oleh NPC karena tidak dilengkapi VMS? “Untuk kasus seperti ini kita menggunakan sistem intelejen,” ujar Dicky. Caranya, dengan memberdayakan Kelompok Pengawasan Masyarakat Pesisir (KPMP) yang sudah terbentuk di masing-masing daerah pesisir.

Mereka inilah, yang menurut Dicky, banyak mendukung keberhasilan dalam menggagalkan kejahatan di laut. Salah satu buktinya adalah keberhasilan operasi Gurita IV di perairan Papua tadi.

Selain itu, guna mengoptimalkan pemberantasan illegal fishing di perairan Indonesia, Bakorkamla juga bekerja sama dengan Boarder Protection Centre (BPC), sebuah lembaga pengawasan dan pemantauan laut milik Australia. Kerja sama ini dilaksanakan khusus di wilayah Laut Arafuru.

“Kawasan Laut Arafuru jadi prioritas karena di lokasi tersebut marak dengan illegal fishing,” jelas Dicky. Menurutnya, berdasarkan data dari BPC, ternyata ada beberapa kapal ikan dari perairan Australia yang bergerak memasuki wilayah Indonesia tanpa izin pada malam hari.

Sebagai Sistem Peringatan Dini

Selain berfungsi sebagai pencegah kejahatan di laut, NPC juga menjadi semacam sistem peringatan dini bagi kapal-kapal yang sedang beroperasi. Maklum informasi yang diolah dalam NPC ini juga mengintegrasikan data dan informasi dari lembaga lainnya, seperti Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

“Data-data mengenai cuaca dan ketinggian gelombang dari BMG tersebut kita gunakan sebagai peringatan dini,” kata Dicky. Misalnya ada suatu kapal yang terdeteksi sedang bergerak menuju lokasi yang dianggap berbahaya, maka dengan segera Bakorkamla akan menginformasikannya kepada perusahaan pemilik kapal untuk secepatnya memerintahkan nahkoda kapalnya agar mengubah haluan.

Semua data dan informasi harian NPC juga bisa didapatkan oleh para perusahaan pemilik kapal dari Crisis Centre Bakorkamla yang siaga selama 24 jam penuh. “Data dan dan informasi yang kami berikan tersebut merupakan prediksi untuk kondisi enam jam ke depan,” ujar Dicky. Informasi ini juga didistribusikan ke seluruh kantor Administrasi Pelabuhan (Adpel) dan pangkalan AL yang ada.

Hal yang terpenting lainnya dari keberadaan Sistem NPC ini adalah dapat mengefesiensikan dan mengefektifkan kinerja armada patroli keamanan di laut. Maklum --seperti yang sering dikeluhkan selama ini-- armada patroli tersebut memang jumlahnya masih minim dibandingkan dengan luas wilayah yang harus dijaga.

“Jadi hal ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Bakorkamla yang salah satunya mengisi kekosongan dari kegiatan pengamanan yang tidak bisa dipenuhi oleh instansi lainnya,” tambah Djoko. Kita berharap, sistem NPC ini mampu menjaga laut Indonesia yang masih sering dijarah oleh pencuri. (w.rahardjo)

Sumber : www.majalahsamudra. co.cc

Tidak ada komentar: