16 Januari, 2009

Kondisi Tujuh Kawasan Konservasi di Riau Mengkhawatirkan akibat Perambahan

Penulis : Bagus Himawan

PEKANBARU--MI: Perambahan di tujuh kawasan konservasi di Riau kian mengkhawatirkan. Pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten harus tegas menindak pelaku perambahan dan mengembalikan kawasan tersebut agar lestari.


Ke tujuh kawasan konservasi yang terus dirambah yakni Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim, Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), hutan lindung Bukit Suligi, hutan lindung Mahato, hutan lindung Rimbang Baling dan taman suaka margasatwa Senepis.


Diperkirakan ada ribuan perambah yang kini menduduki dan menguasai lahan konservasi secara tidak sah. Kekhawatiran kerusakan kawasan konservasi ini tergambar dari luasan tutupan hutan yang berkurang karena diduki oleh perambah. Lahan tersebut disulap menjadi perkebunan kelapa sawit, karet dan permukiman penduduk.

TNTN yang memiliki luas 38.576 hektare (ha), sekitar 7.600 ha di antaranya tengah dikuasi sekitar 700 keluarga. Kondisi kritis juga dialami Tahura Sultan Syarif Hasyim. Di Tahura ini terdapat sekitar 400 keluarga yang mencaplok dan mengolah kawasan tersebut. Akibatnya dari total luas Tahura 6.150 ha, kini hanya sekitar 1.900 ha yang hutannya masih lestari.

Perambahan juga terjadi pada hutan Lindung Bukit Suligi. Dari total luasnya 32 ribu ha, hanya tersisa sekitar 3.000 ha yang memiliki tutupan hutan. Selebihnya luluh lantak oleh perambahan dan perkebunan warga.


Direktur Jendral (Dirjen) Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan Darori seusai mengikuti rapat koordinasi persiapan perluasan TNTN bersama Gubernur Riau Rusli Zainal di kantor Gubernur, Kamis (15/1/), mengatakan pemerintah telah menyatakan sikap tegas menindak perambah yang merusak lahan konservasi tersebut.


"Kami telah mengidentifikasi para perambah yang mencaplok kawasan konservasi tersebut. Bila ada perusahaan yang terlibat, akan kami kenakan sanksi proses hukum. Sementara bagi masyarakat akan kami carikan jalan keluar. Bisa enclave atau mencari lahan pengganti bagi masyarakat," ujarnya.


Pemerintah, kata Darori, dalam waktu dekat berencana merehabilitasi sejumlah kawasan konservasi, di antaranya TNTN, Bukit Suligi, Mahato dan Tahura. Pemerintah juga tengah menertibakan kawasan hutan lindung Mahato yang diuasai oleh perusahan dan masyarakat.

"Yang berbatasan langsung dengan Sumatra Utara sudah kami ajukan ke meja hukum dan dijatuhi sanksi. Pemilik perusahaannya sudah dijatuhi hukuman delapan tahun (penjara) dan kebun seluas 47.000 hektare sudah disita untuk negara. Keputusannya sudah ingkrah di Mahkamah Agung," jelasnya.


Sementara itu, Kepala Balai TNTN Hayani S mengatakan pihak terus berupaya mengeluarkan para perambah yang ada di kawasan pusat konservasi gajah Sumatra di Indonesia tersebut. "Memang kami akui proses pengusirannya tidak semudah yang dibayangkan. Tapi kami akan berupaya agar TNTN bersih dari perambahan," ujarnya. (BG/OL-01) Kamis, 15 Januari 2009 20:10 WIB
www.Mediaindonesia. com

Tidak ada komentar: