13 Juni, 2008

Menyingkirkan Kapal Asing Demi Nelayan Nusantara

Operasi Gurita IV Bakorkamla sukses menangkap konvoi armada kapal Cina. Penangkapan tujuh kapal Hai Feng, yang rata-rata berbobot mati 300 GT, itu membuat sejumlah unsur yang ikut operasi Gurita IV gembira. Operasi laut yang dilakukan sejak 12 Maret di Laut Aru dan Laut Arafura ini melibatkan lima kapal dan satu pesawat Nomad. KN Alugara melakukan operasi di perairan Tual, KP Hiu Macan 004 di perairan Dobo, KP Hiu Macan 001 dan KRI Panana di laut sekitar Marauke, sedangkan KP Hiu Macan 003 di perairan Laut Arafura.

Kalakhar Bakorkamla Djoko Sumaryono, yang ikut menginterogerasi nakhoda kapal Hai Feng, geleng-geleng kepala. "Kejahatan mereka sangat terorganisir dan rapi. Selain itu, mereka hafal betul kawasan yang dijarah. Ini membuktikan bahwa mereka sudah lama melakukan illegal fishing di kawasan ini," kata Djoko.

Menurut pengakuan Chen Dhen Seung, nakhoda Hai Feng 3, mereka bertolak dari Yantai, Provinsi Shandong, Cina, sejak 12 Januari lalu. Ketika ditanya apakah saling kenal, nakhoda yang satu dengan yang lain selalu mengaku tidak saling kenal. Selain kejanggalan itu, mereka juga mengaku tidak pernah menerima bahan bakar dan logistik seperti makanan dan minuman dari darat. Salah satu nakhoda Hai Feng 10, Lirung Wong, mengaku pernah mengisi bahan bakar di Filipina.

Dari hasil analisis dan data lapangan yang diperoleh, patut diduga ada kapal tramper dan tanker yang memasok logistik dan bahan bakar untuk mereka. Jumlah kapal yang dimiliki Yantai Haifeng Ocean Fishing Co Ltd itu adalah 10. "Mereka menjarah ikan secara konvoi. Setelah itu, mereka bersembunyi untuk menunggu kondisi aman," kata Djoko. Begitu aman, di laut lepas mereka bertemu dengan kapal tramper yang bobotnya bisa mencapai lebih dari 2.500 GT.

Menurut Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Aji Sularso, kapal Cina yang ditangkap Bakorkamla itu sedang dalam penyidikan pihak TNI-AL.

Kapal-kapal itu, menurut Aji, adalah kapal-kapal eks Cina yang seharusnya tidak boleh beroperasi di perairan Indonesia sejak berakhirnya kerja sama bilateral Indonesia-Cina, Juli 2007. Menurut informasi, kapal itu enggan pulang ke Cina karena menjadi jaminan utang pengusaha ikan Cina. "Sehingga, jika mereka kembali, kapal itu akan disita. Tapi bisa jadi itu cuma dalih mereka," ujar Aji.

Aji pun tak menyanggah kemungkinan adanya permainan oleh oknum petugas sehingga memungkinkan kapal-kapal itu tetap beroperasi di Indonesia. "Memang, jika merunut logika hukum, masak ada kapal yang beroperasi sekian lama di Indonesia tanpa diketahui orang sama sekali," katanya. Namun, menurut Aji, perlu fakta dan bukti yang kuat. Karena itu, selama belum ada bukti kuat, Aji tak mau menunjuk siapa aparat yang melindungi.

Selain penangkapan tujuh kapal oleh Bakorkamla itu, DKP juga menangkap enam kapal ikan Cina tanpa dokumen di perairan Natuna, Laut Cina Selatan, Ahad lalu. Turut ditangkap pula 11 kapal ikan asal Vietnam di sekitar perairan yang sama. Kapal-kapal itu ditangkap di ZEE (zona ekonomi eksklusif) tanpa dilengkapi dokumen sama sekali alias bodong. Kini kapal-kapal itu bersandar di Pelabuhan Pontianak. "Karena kami tangkap di ZEE, maka menjadi kewenangan TNI-AL," kata Aji.

Setahun belakangan ini, menurut Aji, selain nelayan Cina, banyak juga nelayan Vietnam yang mulai merangsek hingga ke perairan ZEE Indonesia. Wilayah ZEE memang menjadi target aksi illegal fishing belakangan ini. Dari data yang diterima lewat VMS diketahui, banyak kapal yang beroperasi di perairan Natuna, perbatasan Filipina, dan perairan Arafura yang berbatasan dengan Australia.

Pada masa mendatang, nelayan kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bagaimana strategi untuk mewujudkannya? (Gatra.Com)

Tidak ada komentar: