19 Juni, 2008

Lebih dari Separuh Usaha Ikan Hias di Banyuwangi Tak Berizin

Lebih dari Separuh Usaha Ikan Hias di Banyuwangi Tak Berizin

BANYUWANGI -- Kepala Bidang Pengendalian Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Dinas Perikanan Banyuwangi Jati Lukito mengatakan lebih dari separuh usaha perdagangan ikan hias di daerah itu tidak berizin.
Saat ini di Banyuwangi terdapat 70 perusahaan, tapi 42 di antaranya tidak memiliki izin dari Dinas Perikanan. Maraknya usaha ikan hias menjadi salah satu penyebab rusaknya terumbu karang.
Menurut catatan Dinas Perikanan, dari 100 nelayan pencari ikan hias, hampir seluruhnya menggunakan potasium dan hanya 10 persen yang memakai jaring.
Dinas Perikanan, kata Jati, tidak mampu menindak pengusaha yang belum berizin karena terbentur anggaran. Upaya pencegahan pencarian ikan hias dengan potasium melalui kegiatan inspeksi mendadak sering dilakukan. "Tapi sangat susah untuk menertibkannya," katanya.
Ikan hias asal Banyuwangi diekspor ke sejumlah negara, seperti Jepang, Singapura, dan Amerika.
Novi, salah satu pemilik usaha ikan hias, mengatakan tahun ini ia memang belum mengurus izin. Sesuai dengan ketentuan Dinas Perikanan, izin usaha diperbarui setiap tahun. "Setiap perpanjangan ditarik biaya Rp 40 ribu," katanya. Ikan hias diperoleh dari pengepul. Dia tidak tahu bagaimana proses penangkapannya.
Koordinator Komunitas Pencinta Lingkungan Banyuwangi Rosdy Bahtiar Martadi mengatakan usaha ikan hias di Banyuwangi masuk jaringan internasional. Pengusaha di Banyuwangi merupakan cabang dari Singapura. Begitu juga yang terdapat di Maluku dan Papua.
Menurut dia, pemakaian potasium mengancam nelayan ikan kerapu dan lobster (udang besar), yang juga menjadi komoditas ekspor, karena nilai ekonominya tidak kalah dengan ikan hias. IKA NINGTYAS. Koran Tempo, Rabu, 18 Juni 2008

Tidak ada komentar: