19 Juni, 2008

Kapal Nelayan Asing Jadi Rumpon

Nelayan mengeluhkan pungutan liar.

NATUNA -- Kapal nelayan asing yang ditangkap dan telah rusak akan ditenggelamkan untuk dijadikan rumpon. Selain menjadi rumah berbagai jenis ikan yang menguntungkan nelayan, rumpon bisa dijadikan sarana rekreasi para wisatawan.

"Lima tahun di dalam laut, kapal itu bisa menjadi obyek wisata dalam air," kata Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Aji Sularso di hadapan nelayan yang tergabung dalam Forum Koordinasi Penanganan Pelanggaran di Laut, di Tarempa, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat lalu.

Meski begitu, kata Aji, penenggelaman dilakukan setelah melalui proses hukum terhadap kapal dan nelayan asing yang ditangkap di perairan Indonesia. Sedangkan kapal yang masih baik dan yang selesai proses hukumnya akan dilelang untuk negara.

Dia berharap penangkapan terhadap penjarah ikan tidak menimbulkan masalah baru. Alasannya, tujuan dibentuknya forum ini adalah nelayan asing tidak lagi mencuri ikan di perairan Indonesia, sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pendapatan asli daerah.

Menurut Aji, saat ini Indonesia akan mendeportasi 454 nelayan asing asal Cina, Vietnam, dan Thailand. Di Timika, Papua, ada 117 orang anak buah kapal asal Cina, sedangkan di Natuna 100 anak buah kapal asal Vietnam dan 34 orang asal Taiwan. Di Tarempa, ada 50 nelayan Vietnam, 18 orang Taiwan, dan 27 orang dari Thailand. Adapun di Pontianak terdapat 74 orang asal Vietnam dan 34 orang asal Cina.

Akibat pencurian ikan ini, Aji menambahkan, Indonesia mengalami kerugian dari sektor perikanan Rp 30 triliun per tahun. Jadi, target Dewan Kelautan dan Perikanan adalah melakukan operasi agar tidak ada lagi pencurian. "Negara Thailand, yang perairannya nggak cukup memiliki ikan, kok jadi pengekspor ikan terbesar?" katanya.

Direktur Kapal Pengawas Direktorat Perikanan Willem Gaspersz mengatakan, untuk mengamankan laut, pihaknya membutuhkan 80 unit kapal pengawas. Saat ini kapal kapal yang tersedia baru 21 unit, yang tersebar di tiga titik utama, "Yakni Pontianak, Natuna, dan Papua," ujarnya.

Nelayan setempat senang dengan operasi gabungan menangkap pencuri ikan. Sebelumnya, mereka mengalami ketakutan, tapi sejak kapal Thailand, Cina, dan Vietnam ditangkap dan tidak melakukan aktivitas, "Kami merasa tenang," kata Muhammad Yuni, nelayan Tarempa.

Lepas dari ancaman nelayan asing, kini mereka malah ketakutan dengan kapal nelayan Indonesia yang sering menangkap ikan menggunakan pukat harimau yang beroperasi tidak jauh dari pantai. Akibatnya, nelayan kecil harus mengayuh perahu ke tengah laut yang penuh dengan risiko.

Adapun nelayan Karimun, Batam, dan Belawan mengeluhkan adanya pungutan liar yang dilakukan oknum TNI Angkatan Laut Rp 800 ribu per kapal. Pungutan dilakukan ketika nelayan hendak melaut. Bila tidak dikabulkan, "Mereka cari-cari pasal," ujar seorang nelayan yang enggan disebutkan namanya. RUMBADI DALLE. Koran Tempo, Senin, 16 Juni 2008.

Tidak ada komentar: