Nelayan mengeluhkan pungutan liar.
NATUNA -- Kapal nelayan asing yang ditangkap dan telah rusak akan ditenggelamkan untuk dijadikan rumpon. Selain menjadi rumah berbagai jenis ikan yang menguntungkan nelayan, rumpon bisa dijadikan sarana rekreasi para wisatawan.
"Lima tahun di dalam laut, kapal itu bisa menjadi obyek wisata dalam air," kata Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Aji Sularso di hadapan nelayan yang tergabung dalam Forum Koordinasi Penanganan Pelanggaran di Laut, di Tarempa, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat lalu.
Meski begitu, kata Aji, penenggelaman dilakukan setelah melalui proses hukum terhadap kapal dan nelayan asing yang ditangkap di perairan
Dia berharap penangkapan terhadap penjarah ikan tidak menimbulkan masalah baru. Alasannya, tujuan dibentuknya forum ini adalah nelayan asing tidak lagi mencuri ikan di perairan
Menurut Aji, saat ini
Akibat pencurian ikan ini, Aji menambahkan,
Direktur Kapal Pengawas Direktorat Perikanan Willem Gaspersz mengatakan, untuk mengamankan laut, pihaknya membutuhkan 80 unit kapal pengawas. Saat ini kapal kapal yang tersedia baru 21 unit, yang tersebar di tiga titik utama, "Yakni Pontianak, Natuna, dan Papua," ujarnya.
Nelayan setempat senang dengan operasi gabungan menangkap pencuri ikan. Sebelumnya, mereka mengalami ketakutan, tapi sejak kapal Thailand, Cina, dan Vietnam ditangkap dan tidak melakukan aktivitas, "Kami merasa tenang," kata Muhammad Yuni, nelayan Tarempa.
Lepas dari ancaman nelayan asing, kini mereka malah ketakutan dengan kapal nelayan Indonesia yang sering menangkap ikan menggunakan pukat harimau yang beroperasi tidak jauh dari pantai. Akibatnya, nelayan kecil harus mengayuh perahu ke tengah laut yang penuh dengan risiko.
Adapun nelayan Karimun, Batam, dan Belawan mengeluhkan adanya pungutan liar yang dilakukan oknum TNI Angkatan Laut Rp 800 ribu per kapal. Pungutan dilakukan ketika nelayan hendak melaut. Bila tidak dikabulkan, "Mereka cari-cari pasal," ujar seorang nelayan yang enggan disebutkan namanya. RUMBADI DALLE. Koran Tempo, Senin, 16 Juni 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar