Oleh: Dhini Sastroatmodjo*
Republik Rakyat
Tiongkok (RRT) kembali melakukan klaim sepihak terkait wilayah kedaulatan
Kepulauan Natuna sebagai bagian dari wilayah kedaulatan mereka. Hal tersebut
merujuk kepada penerbitan peta Sembilan titik garis perairan laut yang dikenal
dengan istilah Nine Dash Line. Klaim
tersebut didasari oleh landasan historis yang mana sejak era Dinasti Tang (618
CE) banyak nelayan tradisional Tiongkok yang telah menggunakan wilayah Paracel
Island sebagai tempat beristirahat dan juga sebagai ‘fishing ground’ dalam melakukan
aktifitas perikanan sehingga secara tidak langsung wilayah tersebut menjadi
wilayah kekuasaan para nelayan. Aktifitas serta wilayah tersebut tercatat dalam
dokumen sejarah Dinasti Song (960 CE). Adapun kemudian catatan sejarah Spartly
Island dapat ditemuan pada era Dinasti Han (25 CE).[1]
Pada tahun 1909, Angkatan Laut pada era Dinasti Qing melakukan survey ke wilayah Paracel Islands,
dan mulai memperkenalkan bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari
wilayah Teritorial Tiongkok. Setelah Perang Dunia II, Angkatan Laut ROC
(sekarang Taiwan) melakukan formal survey ke Laut China Selatan
yang kemudian merilis Peta Laut China Selatan pada tahun 1947 dengan 11
titik garis perairan laut, yang di dalamnya termasuk rilisan terbaru 9
titik garis perairan dengan tambahan 2 titik diantara Vietnam dan Pulau
Hainan.
It is important to note that Chinese claims to these maritime
features predate the current Westphalian system of sovereign states (set
up only in 1648 CE, nearly nineteen centuries after the creation of a
unified Chinese state and only spread to East Asia in the later half of
the 19th Century). They also ratified the UNCLOS 1982 (signed 1992,
effective 1994). It is also important to note that China has held a
consistent position regarding the sovereignty of the Paracels and
Spratlys since the end of WWII– Pecheng Zhang
Sengketa Laut China Selatan
Perseteruan antara
Malaysia dan Vietnam dengan RRT terkait sengketa atas wilayah Kepulauan Spartly
memanas tatkala Tiongkok melakukan klaim sepihak atas wilayah Laut China
Selatan. Di mana Spartly Island yang masuk
ke dalam wilayah ZEE Vietnam dan Malaysia. Namun hal mengejutkan muncul ketika
Tiongkok memasukan rilisan Peta Nine Dash Line pada nota keberatan yang
diajukan oleh Malaysia dan Vietnam. Tiongkok beralasan bahwa aktifitas yang
dilakukan di wilayah perairan Laut China Selatan [2]
merupakan aktifitas yang legal karena Toingkok memiliki kedaulatan yang tak
terbantahkan pada wilayah tersebut dan melakukan hak berdaulat pada wilayah
yuridiksi perairannya yang secara konsisten diawasi oleh pemerintahnya dan
diketahui sebagai wilayah komunitas internasional.
Konflik sengketa Laut
China Selatan seolah tanpa akhir. Hingga pada Januari 2013, Filipina mengajukan
tuntutan ke Mahkamah Arbitrase Internasional terkait membangun “artificial islands” dan melarang
nelayan Filipina untuk melakukan aktifitas perikanan di wilayah Scarborough Shoal. Akhirnya, tuntutan
yang diajukan Filipina disetujui oleh Mahkamah Arbritase Internasional setelah keluar
putusan Hakim dari Pengadilan Internasional di Deen Hag, Belanda.
Klaim RRT terhadap wilayah Kepulauan Natuna
Nine-dashed
line Tiongkok mulai menjadi persoalan serius bagi
Indonesia tahun ini, tepatnya 19 Maret 2016, kala terjadi insiden antara Kapal
Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Kapal Kway
Fey yang berbendera Tiongkok. Konflik terbuka pertama antara Indonesia-Tiongkok
meletup di perairan Natuna.
Saat Kapal Pengawas Hiu 11 hendak menangkap Kapal Kway Fey yang
diduga mencuri ikan, muncul kapal pengawas Tiongkok yang mengintervensi
dengan menabrak Kway Fey. Pemerintah Indonesia langsung melayangkan nota
protes ke Tiongkok, menuduh Negeri Tirai Bambu itu melanggar kedaulatan
dan yurisdiksi Indonesia, serta melanggar upaya penegakan hukum oleh
apparat Indonesia di ZEE Indonesia.[3]
Dalam Klaim yang dilakukan melalui Nine Dash Line, Tiongkok memasukan
wilayah perairan Natuna sekitar 83.000 km persegi sebagai bagian dari wilayah Traditional Fishing Ground mereka. Hal
tersebut menjadi sebuah kekeliruan yang tak berdasar. Merujuk kepada UNCLOS
Pasal 51 tentang Ketentuan “traditional
fishing rights”[4]. Pada
ayat 1 dijelaskan bahwa ;
an archipelagic State shall respect existing agreements with other
States and shall recognize traditional fishing rights and other legitimate
activities of the immediately adjacent neighbouring States in certain areas
falling within archipelagic waters. The terms and conditions for the exercise
of such rights and activities, including the nature, the extent and the areas
to which they apply, shall, at the request of any of the States concerned, be
regulated by bilateral agreements between them. Such rights shall not be
transferred to or shared with third States or their nationals- UNCLOS art. 51
Indonesia Sea & Coast Guard
Pelanggaran
batas wilayah yang dilakukan oleh nelayan Tiongkok di perairan Laut Natuna tak
lepas dari pengawalan Sea & Coast Guard Tiongkok yang menjadi armada
pengawalan bagi kapal-kapal yang melakukan aktifitas perikanan di batas ZEE
Indonesia. Sebagai catatan, Indonesia sendiri memili Badan Keamanan Laut
(Bakamla) yang mana memiliki tugas untuk melakukan patroli keamanan dan
keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yuridiksi Indonesia.
Merujuk kepada konvensi IMO (International
Maritime Organizations) ,Konvensi SOLAS (Safety of Life At the Sea) perlu dibentuknya Indonesia Sea and Coast Guard as Coastal States Authority.[5]
Merujuk pada aturan
IMO tersebut, Pemerintah RI melalui UU No.17/2008 tentang Pelayaran membentuk
Penjaga Laut dan Pantai sebagai Indonesian Sea and Coast Guard yang berada di
bawah Presiden.
Namun dalam pelaksanaannya, Indonesia Sea and Coast Guard yang
bernama Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) berada di dalam otoritas
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dibawah Kementerian Perhubungan
Republik Indonesia.
Kemudian berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 178 tahun 2014 dibentuklah Badan Keaman Laut (Bakamla)
yang pada pasal 1 disebutkan bahwa Bakamla dikoordinasikan oleh Menteri
Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, yang dilanjutkan pada pasal 2
dalam hal pemanfaatan sumber daya laut, Menko Polhukam berkoordinasi dengan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman[6].
Sebagaimana fungsi
yang tertuang dalam Perpres itu, pada pasal 3 ayat 3 yakni melaksanakan
penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah
perairan Indonesia dan wilayah yuridiksi Indonesia, namun pada pasal lanjutan
terkait kewenangan, ada pembatasan perihal fungsi penindakan yang mana
tercantum pada Pasal 4 ayat 2, Bakamla hanya berwenang memberhentikan,
memeriksa, menangkap, membawa dan menyerahkan kapal ke instansi terkait yang
berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut.
Sebagaimana yang
tercantum dalam Konvensi IMO, Sea & Coast Guard memiliki fungsi otoritas
berupa penegakan hukum di laut yang di dalamnya termasuk misi keamanan dan
pengamanan maritim, proteksi lingkungan dan kelautan, pencarian dan
penyelamatan, penegakan kejahatan aktifitas perikanan, serta kesiapan
pertahanan.
The US Coast Guard is the nation’s principal law enforcement authority on U.S. waters. Its missions
include maritime safety and security, marine environmental protection, search
and rescue, drug and migrant interdiction, fisheries
enforcement, and defense readiness[7].
Sementara dalam Undang-undang No. 17/2008 tentang Pelayaran Pasal 1 ayat 59 dijelaskan bahwa”
Penjagaan
Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard)
adalah lembaga yang melaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan
perundang-undangan di laut dan pantai yang dibentuk dan bertanggung jawab
kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri.
Penjagaan Laut Dan Pantai (Sea And Coast
Guard) kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 276-281.
Pasal 276
- Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai.
- Pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penjaga laut dan pantai.
- Penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri.
Pasal 277
- Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276
ayat penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas: melakukan pengawasan
keselamatan dan keamanan pelayaran;
- melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut;
- pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal;
- pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut;
- pengamanan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan
- mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut.
- Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan koordinasi untuk:
- merumuskan dan menetapkan kebijakan umum penegakan hukum di laut;
- menyusun kebijakan dan standar prosedur operasi penegakan hukum di laut secara terpadu;
- kegiatan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan Pemerintah di wilayah perairan Indonesia; dan
- memberikan dukungan teknis administrasi di bidang penegakan hukum di laut secara terpadu.
Pasal 278
- Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277, penjaga laut dan pantai mempunyai kewenangan untuk:
- melaksanakan patroli laut;
- melakukan pengejaran seketika (hot pursuit);
- memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; dan
- melakukan penyidikan.
- Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan penjaga laut dan pantai diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 279
- Dalam rangka melaksanakan tugasnya penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 didukung oleh prasarana berupa pangkalan armada penjaga laut dan pantai yang berlokasi di seluruh wilayah Indonesia, dan dapat menggunakan kapal dan pesawat udara yang berstatus sebagai kapal negara atau pesawat udara negara.
- (3) Penjaga laut dan pantai wajib memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan dalam Undang-undang No. 32/2014 tentang Kelautan dijelaskan
sebagai berikut:
Pasal 59 ayat 3
Dalam rangka penegakan hukum di wilayah
perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan
dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dibentuk Badan Keamanan Laut.
Pasal 60
Badan Keamanan
Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) merupakan lembaga pemerintah
non-kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Presiden melalui menteri yang mengoordinasikannya.
Pasal 61
Badan Keamanan
Laut mempunyai tugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah
perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
Pasal 62
Dalam
melaksanakan tugas, Badan Keamanan Laut menyelenggarakan fungsi:
- Menyusun kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
- Menyelenggarakan sistem peringatan dini keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
- Melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;
- menyinergikan dan memonitor pelaksanaan patroli perairan oleh instansi terkait;
- memberikan dukungan teknis dan operasional kepada instansi terkait;
- memberikan bantuan pencarian dan pertolongan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; dan
- melaksanakan tugas lain dalam sistem pertahanan nasional.
Dari 2 UU
tersebut ditemukan benturan serta konflik kepentingan antara Bakamla dengan
KPLP. Alhasil, Indonesia saat ini seakan memiliki 2 institusi Coast Guard yang
saling mengklaim di antara keduanya. Sementara Indonesian Coast Guard yang satu
dan power full sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia mengingat semakin
tingginya ancaman di laut yurisdiksi nasional.
Adanya konflik
Laut China Selatan dan insiden masuknya Coast Guard China yang mengawal kapal
ikannnya di ZEEI menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk membentuk satu
Indonesian Coast Guard yang utuh.
Strategi Indonesia di Natuna
- Pembentukan Indonesia Sea & Coast Guard sesuai amanat Undang-Undang. Adapun fungsi serta kewenangannya diberikan dalam kapasitas melakukan penyidikan secara langsung yang memiliki prinsip Coastal States Authorithy; merujuk kepada Konvensi IMO dan Konvensi SOLAS seperti yang tertuang dalam UNCLOS 1982.
- Setelahnya, segera dilaksanakannya Penguatan Armada dalam aspek kuantitas berupa kapal patroli yang sesuai dengan fungsi pengamanan serta pengawasan aktifitas di laut. Hal ini dapat kemudian menjadi catatan bahwa RUU Keamanan Laut dapat dimasukan kembali ke dalam Prolegnas tahun 2020 guna antisipasi ancaman lebih lanjut terkait klaim Perairan Natuna oleh RRT.
- Adanya penguatan ekonomi berbasis pariwisata di Wilayah Kabupaten Natuna sehingga mendorong terciptanya kemandirian ekonomi bagi masyarakat dengan menetapkan Natuna dan Kepulauan Anambas sebagai provinsi khusus Maritim Pulau Tujuh yang sesuai dengan kepentingan strategis nasional.
- Melakukan banyak aktifitas di wilayah laut terluar. Patroli dilakukan diluar batas ZEE yang telah masuk wilayah landas kontinen sehingga potensi pelanggaran akan terminimalisir karena HADIRNYA NEGARA di wilayah perairan. Adapun bantuan kapal berukuran besar yang dapat dimanfaatkan para nelayan di wilayah perbatasan untuk dapat mengeksplorasi hasil laut dengan pengawalan Indonesia Sea & Coast Guard.
*Penulis adalah Ketua Bidang Geopolitik dan Keamanan Maritim Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI), Tenaga Ahli Komisi I DPR RI.
http://samudranesia.id/antara-konflik-natuna-dan-polemik-indonesian-coast-guard/
Lihat Berita Konflik Perbatasan di Laut Natuna Lainnya
Pegawai Pelabuhan
Perikanan
|
Cari Kos Kosan di Kota Kendari ini
tempatnya
Lihat Vidio
Kos Putri Salsabilla Kendari
Hub 081342791003 |
Berminat Hub
081342791003
Menyediakan Batik Motif IKan
Yang Berminat Hub 081342791003
|
Miliki Kavling tanah di Pusat
Pemerintahan Kabupaten Bima di
Investasi Kavling Tanah Perumahan di
Griya Godo Permai yang merupakan Daerah Pengembangan Ibu Kota Kabupaten Bima
Nusa Tenggara Barat. Jarak hanya + 1 Kilo meter dari Kantor Bupati Kab. Bima
dan dari jalan utama hanya + 500 Meter.
Berminat Hub 081342791003
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar