Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Pemerintah meminta pemilik kapal penangkap ikan segera
mengukur ulang berat kapal mereka. Pasalnya, selama ini banyak pemilik
kapal yang mencantum berat kapal di dokumen tak sesuai dengan bobot
sebenarnya (markdown).
Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, berujar saat ini masih ada sekitar 4.000-5.000-an kapal yang belum melakukan pengukuran ulang. Menurutnya, pemalsuan bobot kapal di dokumen Grosse Akta adalah termasuk tindakan pidana.
"Tentunya ada sanksi. Pihak yang berwenang akan memberi sanksi, tentunya Polisi, Kejaksaan, dan sebagainya. Ada pasal-pasalnya, saya enggak tahu, ada sanksi-sanksi. Karena itu kriminal," ujar Budi ditemui di kantor Kemenko Ekonomi, Jakarta, Kamis (4/5/2017).
Menurut dia, selain menghindari membayar PNBP perikanan, pemalsuan dokumen berat kapal tersebut dilakukan pemilik kapal agar bisa mengkonsumsi BBM bersubsidi. Selama ini, hanya kapal di bawah 30 GT yang berhak menikmati solar subsidi.
"Kapal itu ada kita mau ukur, ngukur dalam rangka menertibkan supaya mereka sesuai dengan besaran yang mereka miliki, karena kalau tidak sesuai, dia bisa menikmati subsidi di bawah 30 GT," ujar Budi.
Mantan Dirut PT Angkasa Pura II ini menegaskan, pemerintah tak segan-segan menempuh jalur hukum bagi nelayan kedapatan melakukan markdown kapal dan tidak melakukan pengukuran ulang.
"Masalahnya ada beberapa yang nolak, (karena) enggak bisa kita paksa. Kita harus pake jalur hukum, lakukan law enforcement, adukan ke Kejaksaan atau Kepolisian. Tapi dari 15.000 kapal sudah 10.000 kapal (ikut ukur ulang)," kata Budi. (idr/hns)
Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, berujar saat ini masih ada sekitar 4.000-5.000-an kapal yang belum melakukan pengukuran ulang. Menurutnya, pemalsuan bobot kapal di dokumen Grosse Akta adalah termasuk tindakan pidana.
"Tentunya ada sanksi. Pihak yang berwenang akan memberi sanksi, tentunya Polisi, Kejaksaan, dan sebagainya. Ada pasal-pasalnya, saya enggak tahu, ada sanksi-sanksi. Karena itu kriminal," ujar Budi ditemui di kantor Kemenko Ekonomi, Jakarta, Kamis (4/5/2017).
Menurut dia, selain menghindari membayar PNBP perikanan, pemalsuan dokumen berat kapal tersebut dilakukan pemilik kapal agar bisa mengkonsumsi BBM bersubsidi. Selama ini, hanya kapal di bawah 30 GT yang berhak menikmati solar subsidi.
"Kapal itu ada kita mau ukur, ngukur dalam rangka menertibkan supaya mereka sesuai dengan besaran yang mereka miliki, karena kalau tidak sesuai, dia bisa menikmati subsidi di bawah 30 GT," ujar Budi.
Mantan Dirut PT Angkasa Pura II ini menegaskan, pemerintah tak segan-segan menempuh jalur hukum bagi nelayan kedapatan melakukan markdown kapal dan tidak melakukan pengukuran ulang.
"Masalahnya ada beberapa yang nolak, (karena) enggak bisa kita paksa. Kita harus pake jalur hukum, lakukan law enforcement, adukan ke Kejaksaan atau Kepolisian. Tapi dari 15.000 kapal sudah 10.000 kapal (ikut ukur ulang)," kata Budi. (idr/hns)
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3492366/berat-kapal-penangkap-ikan-dipalsukan-menhub-itu-kriminal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar