Nelayan memindahkan ikan dari kapal di
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Banda Aceh, Sabtu, 20 Desember 2014. (CNN
Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merumuskan
empat strategi iptek khusus guna mempersiapkan diri menjelang gelaran
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Pasalnya, sekitar 80 persen sumberdaya
keluatan dan perikanan dinilai belum terjamah.
Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo mengatakan, sejatinya laut Indonesia mempunyai peran sangat besar secara strategis, budaya dan ekonomi bagi kehidupan bangsa. Menurutnya, sumberdaya kelautan dan perikanan mempunyai potensi ekonomi mencapai US$ 800 miliar (Rp 10.800 triliun) per tahun dan dapat menyediakan kesempatan kerja sekitar 40 juta orang.
“Namun demikian, potensi yang luar biasa itu belum tergali sepenuhnya. Sekitar 80 persen sumberdaya keluatan dan perikanan belum terjamah," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (9/8).
Ahmad mengungkapkan, untuk menyongsong MEA 2015, optimalisasi inovasi iptek kelautan dan perikanan diperlukan untuk mendukung daya saing bangsa. Ia menjelaskan, ada empat strategi yang diperlukan untuk mendukung kebijakan tersebut.
“Pertama, memperkuat kebijakan penelitian kelautan dan perikanan dengan indikator utama tersedianya Agenda Nasional Penelitan Kelautan dan Perikanan dan menguatnya kelembagaan penelitian,” katanya.
Kedua, lanjutnya, meningkatkan ketersediaan sumberdaya untuk inovasi iptek kelautan dan rekayasa sosial dengan indikator meningkatnya anggaran riset kelautan dan perikanan, bertambahnya jumlah peneliti dan karyanya (publlikasi, paten) dan termutakhirnya sarana penelitian yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Ketiga, memperkuat jaringan inovasi iptek kelautan untuk keterpaduan antar sektor dan memperkuat kesinambungan hulu-hilir dengan indikator meluasnya cakupan penelitian ke seluruh Indonesia yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan sesuai dengan kompetensi,” jelasnya.
Keempat, katanya, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menggunakan hasil inovasi iptek nasional dengan indikator terbentuknya lembaga advokasi dan inkubasi bisnis sehingga meningkatkan adopsi dan penerapan iptek nasional oleh pengguna baik masyarakat maupun industri.
Ia menambahkan pentingnya Indonesia meningkatkan kemampuan bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Malaysia yang sudah sangat agresif mempersiapkan diri untuk memanfaatkan peluang MEA 2015.
‘’Jika tidak, Indonesia hanya akan menjadi pasar sasaran serbuan barang dan jasa dari negara lain. Hal ini akan membuat negara kita menjadi negara yang konsumtif,’’ ungkapnya.
Peningkatan daya saing nasional, tambahnya, sangatlah penting mengingat perkembangan perekonomian dunia saat ini sudah mengarah pada ekonomi yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan pembangunan perekonomian tidak lagi bertumpu hanya pada keberlimpahan sumber daya alam, melainkan lebih bertumpu pada peningkatan nilai tambah.
Kepala Balitbang KP Achmad Poernomo mengatakan, sejatinya laut Indonesia mempunyai peran sangat besar secara strategis, budaya dan ekonomi bagi kehidupan bangsa. Menurutnya, sumberdaya kelautan dan perikanan mempunyai potensi ekonomi mencapai US$ 800 miliar (Rp 10.800 triliun) per tahun dan dapat menyediakan kesempatan kerja sekitar 40 juta orang.
“Namun demikian, potensi yang luar biasa itu belum tergali sepenuhnya. Sekitar 80 persen sumberdaya keluatan dan perikanan belum terjamah," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (9/8).
Ahmad mengungkapkan, untuk menyongsong MEA 2015, optimalisasi inovasi iptek kelautan dan perikanan diperlukan untuk mendukung daya saing bangsa. Ia menjelaskan, ada empat strategi yang diperlukan untuk mendukung kebijakan tersebut.
“Pertama, memperkuat kebijakan penelitian kelautan dan perikanan dengan indikator utama tersedianya Agenda Nasional Penelitan Kelautan dan Perikanan dan menguatnya kelembagaan penelitian,” katanya.
Kedua, lanjutnya, meningkatkan ketersediaan sumberdaya untuk inovasi iptek kelautan dan rekayasa sosial dengan indikator meningkatnya anggaran riset kelautan dan perikanan, bertambahnya jumlah peneliti dan karyanya (publlikasi, paten) dan termutakhirnya sarana penelitian yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Ketiga, memperkuat jaringan inovasi iptek kelautan untuk keterpaduan antar sektor dan memperkuat kesinambungan hulu-hilir dengan indikator meluasnya cakupan penelitian ke seluruh Indonesia yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan sesuai dengan kompetensi,” jelasnya.
Keempat, katanya, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menggunakan hasil inovasi iptek nasional dengan indikator terbentuknya lembaga advokasi dan inkubasi bisnis sehingga meningkatkan adopsi dan penerapan iptek nasional oleh pengguna baik masyarakat maupun industri.
Ia menambahkan pentingnya Indonesia meningkatkan kemampuan bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Malaysia yang sudah sangat agresif mempersiapkan diri untuk memanfaatkan peluang MEA 2015.
‘’Jika tidak, Indonesia hanya akan menjadi pasar sasaran serbuan barang dan jasa dari negara lain. Hal ini akan membuat negara kita menjadi negara yang konsumtif,’’ ungkapnya.
Peningkatan daya saing nasional, tambahnya, sangatlah penting mengingat perkembangan perekonomian dunia saat ini sudah mengarah pada ekonomi yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan pembangunan perekonomian tidak lagi bertumpu hanya pada keberlimpahan sumber daya alam, melainkan lebih bertumpu pada peningkatan nilai tambah.
|
“Sebagai contoh, China dan Jepang, dengan penguasaan teknologi yang
mumpuni dan implementasi teknologi yang tepat, telah membawa China dan
Jepang menjadi negara di Asia dengan Gross Domestic Product (GDP)
tertinggi masing-masing sebesar US$ 10,36 juta dan US$ 4,60 juta,”
jelasnya.
Berdasarkan data World Economic Forum (WEF), indeks daya saing Indonesia mengalami peningkatan dari 4,5 pada tahun 2013-2014 menjadi 4,6 pada tahun 2014-2015. Peningkatan skor ini membawa posisi daya saing Indonesia meningkat dari peringkat 38 menjadi 34 dunia. Adapun di antara 10 negara ASEAN, daya saing Indonesia berada pada posisi kelima setelah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand.
Berdasarkan data World Economic Forum (WEF), indeks daya saing Indonesia mengalami peningkatan dari 4,5 pada tahun 2013-2014 menjadi 4,6 pada tahun 2014-2015. Peningkatan skor ini membawa posisi daya saing Indonesia meningkat dari peringkat 38 menjadi 34 dunia. Adapun di antara 10 negara ASEAN, daya saing Indonesia berada pada posisi kelima setelah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand.
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150809073414-92-70905/80-persen-sumberdaya-belum-terjamah-kkp-siapkan-strategi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar