26 Juli, 2015

Ikan-ikan Pendatang yang Telanjur Akrab

Oleh J Galuh Bimantara
 
 JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Indonesia sudah begitu akrab dengan kuliner berbahan jenis-jenis ikan asing, yang tidak jarang bersifat invasif. Penelitian terhadap budidaya ikan-ikan asing ini begitu gencar sehingga kualitasnya makin memanjakan konsumen. Sayangnya, penelitian tersebut melupakan spesies ikan endemis asli yang begitu beragam di berbagai daerah, yang juga bermanfaat sebagai bahan pangan. Tanpa perhatian, satu per satu spesies endemis kita bakal punah.

Kompas/Adrian FajriansyahPedagang membersihkan nila dagangannya di kawasan Pekan Tiga Raja, Parapat, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Nila bukan merupakan ikan asli Indonesia dan cenderung bersifat invasif terhadap ikan endemik perairan Indonesia.
Peneliti budidaya ikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fauzan Ali, mengatakan, pertumbuhan yang lambat, ukuran ikan yang kecil, atau rasa yang kurang enak kerap menjadi alasan minimnya upaya budidaya ikan-ikan endemis.
"Padahal, ikan-ikan asing yang saat ini begitu akrab merupakan hasil penelitian berkali-kali. Tanpa penelitian, kualitas juga tidak akan meningkat. Jadi, kualitas ikan endemis pun bisa meningkat jika ada intervensi riset," tuturnya saat dihubungi pada Jumat (24/7).
Ia mencontohkan, nila, lele, dan patin merupakan ikan-ikan yang sebenarnya bukan asli Indonesia, tetapi begitu luas dijual di warung atau rumah makan. "Nila, dari namanya saja sudah menunjukkan bukan asal Indonesia. Ikan ini berasal dari Sungai Nil di Benua Afrika," ucap Fauzan.
Nila bernama latin Oreochromis niloticus. Ikan ini merupakan pemakan segala dan, jika sudah kehabisan pakan, ia tidak segan memangsa ikan lainnya. Dengan sifat tersebut, nila mengancam populasi ikan-ikan asli jika dilepas di perairan umum.
Jenis ikan ini pun menjadi pembicaraan setelah Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, serta sejumlah pejabat di Papua menebarkan 1 juta benih nila dalam Festival Danau Sentani 2015 di Papua. Introduksi ikan asing dinilai mempersulit pemulihan populasi ikan endemis Sentani. Sebelumnya, sudah ada 17 jenis ikan asing masuk dan membuat ikan endemis, seperti ikan pelangi sentani, pelangi merah, dan gobi, terdesak (Kompas, 22/6).
Kondisi serupa terlihat dari budidaya lele dan patin. Menurut Fauzan, Indonesia sesungguhnya memiliki spesies lele dengan nama latin Clarias batrachus,tetapi yang banyak dikembangbiakkan di sini adalah lele dumbo (Clarias gariepinus) asal Thailand. Indonesia pun memiliki patin endemis dengan nama latin Pangasius pangasius, tetapi yang lebih banyak masuk ke perairan Indonesia adalah patin asal Bangkok, Thailand, yaitu Pangasius sutchi.
Kompas/Cornelius Helmy Herlambang Kompas/Iwan Setiyawan
Untungnya, masih ada ikan asli Indonesia yang umum dibudidayakan masyarakat. Contohnya, ikan gurami (Osphronemus goramy). Kompas pada 13 Mei 1996 memberitakan, gurami yang sudah dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia diakui sebagai fauna khas Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, lewat Surat Keputusan Bupati Tasikmalaya Nomor 522.4/189/1994.
Tidak asal
Namun, Fauzan mengingatkan, masyarakat tidak boleh asal membudidayakan ikan asli dalam negeri ke berbagai daerah. Ini lantaran ikan asing bukan hanya ikan yang berasal dari luar negeri, melainkan juga yang dari perairan lain walaupun sama-sama dari dalam negeri. Ikan asing berpotensi menjadi invasif, yaitu bisa berkembang dan mengganggu keragaman hayati endemis.

Fauzan mencontohkan, pemerintah pernah menaburkan benih bilih (Mystacoleucus padangensis) yang asli Danau Singkarak, Sumatera Barat, ke Danau Toba di Sumatera Utara. Tujuannya, memperbanyak area perkembangbiakan bilih karena pangsa pasar ikan ini besar.

Bilih pun berkembang biak baik dan populasinya meledak, tetapi mengakibatkan populasi ikan lokal Danau Toba, yaitu batak atau jurong (Neolissochillus Thienemanni sumatranus), turun drastis. Padahal, ikan ini dulu sering disajikan sebagai bagian tradisi pesta adat masyarakat setempat, sedangkan sekarang sudah sangat sulit ditemukan.

Pakar limnologi LIPI, Gadis Sri Haryani, mengatakan, dengan demikian, langkah terbaik untuk memenuhi kebutuhan pangan bersumber ikan adalah budidaya ikan endemis setempat. Ia berharap pemerintah kabupaten/kota memiliki data jenis-jenis ikan asli yang ada di perairan umum dalam wilayah masing-masing. "Data jenis ikan bisa bekerja sama dengan lembaga penelitian atau universitas," ujarnya.

Gadis menambahkan, akan lebih bagus jika pemerintah daerah menjamin budidaya ikan lokal sebagai prioritas melalui peraturan daerah. Selain itu, dinas kelautan dan perikanan masing-masing kabupaten/kota harus segera menginisiasi pembenihan ikan asli, tak hanya fokus pada pengembangan budidaya ikan pangan yang sudah umum.

Tidak ada komentar: