23 Januari, 2015

Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/I/2015 Tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp)

 
Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/I/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) diterbitkan guna memberikan kejelasan pada publik terkait pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) khususnya terkait dengan ukuran berat yang boleh ditangkap dan diperjualbelikan.
 
Sehubungan dengan pemuatan Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut di atas dalam website Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat kekeliruan pada pemuatan sebelumnya, khususnya terkait Kepiting soka (Scylla spp.) yang boleh ditangkap dan diperjualbelikan. Untuk itu kami mohon maaf dan muat kembali Surat Edaran sebagaimana tertera dalam Lampiran pemuatan ini. Demikian agar menjadi maklum.

Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/I/2015 Tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp)\

Revisi Izin Penangkapan Lobster dan Kepiting Segera Disosialisasikan

Penjara 3 Tahun Sanksi Bagi Yang Memperdagangkan Lobster Bertelur



Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan menggagalkan pengiriman lobster bertelur ke Hongkong. Lobster bertelur dilarang dijual.


Kepala Badan Karantina Ikan Narmoko Prasmadji mengungkapkan, aturan itu untuk melestarikan spesies lobster yang hampir punah. Sebab, lobster bertelur bisa melahirkan jutaan lobster baru. Larangan itu diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelarangan Penangkapan dan Perdagangan Lobster, Kepiting dan Rajungan.


“Dengan menangkap, memperdagangkan dan mengonsumsi lobster telur berarti telah membunuh dan mengorbankan jutaan calon lobster. Kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin ke depan kita tak memiliki lobster,” ujar Narmoko dalam konferensi pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (19/1/2015).


Bagi pelanggar, jelas Narmoko, akan dijatuhi sanksi kurungan penjara tiga tahun ditambah denda Rp150 juta. “Sanksi tergantung jaksa dan pembuat acara. Minimal penjara 3 tahun dan denda Rp150 juta,” kata dia.


Hukuman lebih besar jika pelaku terbukti menangkap dan memperdagangkan lobster bertelur. “Melalui UU Perikanan tahun 2004 itu bahkan lebih lama. Tapi untuk penegakkan hukum secara pidana kita berikan ke Bareskrim dan BKSDA (Balai Konservasi Sumberdaya Alam) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Secara perdata, kita akan mencabut izin mereka,” tegas Narmoko.

image_pdf

Tidak ada komentar: