ilustrasi
Jakarta -Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti mengungkapkan modus baru pemilik kapal menghindari setoran
ke negara yaitu dengan memalsukan dokumen perizinan kapal. Susi
mengatakan kini pemilik kapal menurunkan (markdown) kapasitas angkutnya
di bawah 30 Gross Ton (GT) dalam dokumen Surat Izin Kapal Pengangkut
Ikan (SIKPI).
Susi menjelaskan markdown dilakukan pemilik kapal agar tidak terkena kewajiban menyetor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PBNP) perikanan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selama ini PNBP perikanan dikenakan hanya untuk kapal berukuran di atas 30 GT.
"Banyak kami menemukan kehilangan pendapatan PNBP karena banyak kapal yang di-markdown," terang Susi saat rapat dengan Komisi IV DPR di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (26/01/2015).
Susi menemukan modus baru ini di berbagai daerah, contohnya di Belawan, Medan dari 1.000 kapal tangkap, 300 kapal diantaranya terbukti di-markdown dari 100 GT menjadi di bawah 30 GT. Kemudian di Tegal juga menemukan hal yang sama ada 10 kapal yang terbukti di-markdown.
"Itu kehilangan PNBP yang besar dan pemalsuan dokumen. Ini yang membuat KKP tidak bisa melakukan regulasi yang tepat. Kemarin hasil kita di Tegal sampel 10 kapal ternyata markdown di atas 100 GT suratnya di bawah 30 GT," paparnya.
Temuan ini menjadi bukti bahwa Pemda dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus berhati-hati melakukan verifikasi pengukuran ulang terhadap semua kapal tangkap ikan.
Selain itu, dampak negatif bagi negara terkait markdown ukuran kapal, yaitu terkait penyaluran subsidi solar yang bisa tak tepat sasaran. BBM solar subsidi hanya boleh diberikan kepada kapal di bawah 30 GT.
Tahun ini KKP hanya mengalokasi solar subsidi 900.000 kilo liter atau turun dibandingkan tahun 2014 lalu sebesar 2,1 juta kilo liter.
"Pengukuran ulang kapal penting dilakukan. Ini sudah masuk penggelapan dokumen dan merugikan negara. Jadi kami ingin bupati melakukan verifikasi kembali. Ini kapal tangkap nasional. Sehingga policy yang kita buat benar," cetusnya.(wij/hen)
Susi menjelaskan markdown dilakukan pemilik kapal agar tidak terkena kewajiban menyetor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PBNP) perikanan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selama ini PNBP perikanan dikenakan hanya untuk kapal berukuran di atas 30 GT.
"Banyak kami menemukan kehilangan pendapatan PNBP karena banyak kapal yang di-markdown," terang Susi saat rapat dengan Komisi IV DPR di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (26/01/2015).
Susi menemukan modus baru ini di berbagai daerah, contohnya di Belawan, Medan dari 1.000 kapal tangkap, 300 kapal diantaranya terbukti di-markdown dari 100 GT menjadi di bawah 30 GT. Kemudian di Tegal juga menemukan hal yang sama ada 10 kapal yang terbukti di-markdown.
"Itu kehilangan PNBP yang besar dan pemalsuan dokumen. Ini yang membuat KKP tidak bisa melakukan regulasi yang tepat. Kemarin hasil kita di Tegal sampel 10 kapal ternyata markdown di atas 100 GT suratnya di bawah 30 GT," paparnya.
Temuan ini menjadi bukti bahwa Pemda dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus berhati-hati melakukan verifikasi pengukuran ulang terhadap semua kapal tangkap ikan.
Selain itu, dampak negatif bagi negara terkait markdown ukuran kapal, yaitu terkait penyaluran subsidi solar yang bisa tak tepat sasaran. BBM solar subsidi hanya boleh diberikan kepada kapal di bawah 30 GT.
Tahun ini KKP hanya mengalokasi solar subsidi 900.000 kilo liter atau turun dibandingkan tahun 2014 lalu sebesar 2,1 juta kilo liter.
"Pengukuran ulang kapal penting dilakukan. Ini sudah masuk penggelapan dokumen dan merugikan negara. Jadi kami ingin bupati melakukan verifikasi kembali. Ini kapal tangkap nasional. Sehingga policy yang kita buat benar," cetusnya.(wij/hen)
http://finance.detik.com/read/2015/01/26/131924/2813999/4/manipulasi-dokumen-jadi-modus-pemilik-kapal-hindari-setoran-ke-negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar