05 Januari, 2015

KKP KONSISTEN PERANGI ILLEGAL FISHING

Kebijakan strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam memberantas illegal fishing telah menunjukkan hasil yang positif. Hal ini dirasakan oleh sebagian besar masyarakat terutama nelayan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kini hasil tangkapan nelayan di beberapa daerah jumlahnya semakin meningkat, sehingga ke depan diharapkan dapat berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Dengan hasil yang cukup menggembirakan tersebut, KKP akan terus konsisten memberantas illegal fishing. “Hal itu sebagai upaya pemerintah dalam mewujudkan Negara kepulauan yang berdaulat dan mandiri melalui pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan”, kata Menteri Kelautan dan Perikananan Susi Pudjiastuti pada acara Refleksi 2014 dan Outlook 2015 Pembangunan Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Senin (5/1).
Kebijakan strategis itu berupa penerbitan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait Penghentian Sementera (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia (PERMENKP No. 56/PERMEN-KP/2014). Peraturan lainnya yakni terkait Larangan Transshipment (PERMENKP No. 57/PERMEN-KP/2014) serta Peningkatan Disiplin Pegawai Aparatur Sipil Negara di lingkungan KKP terkait pelaksanaan kebijakan moratorium, larangan transshipment dan penggunaan nakhoda dan anak buah kapal (ABK) asing (PERMENKP No. 58/PERMEN-KP/2014). Selain telah menerbitkan peraturan, kebijakan strategis lainnya yakni mendorong transparasi data dan informasi, membuat satuan tugas (satgas) dan tim pokja, meningkatkan kerjasama lintas instansi penegak hukum, serta penguatan dan pengembangan peradilan perikanan.
Dalam pelaksanaan transparasi data dan informasi, KKP telah mempublikasikan data kapal dan transparasi proses perizinan kapal ikan (SIPI dan SIKPI) melalui website (www.kkp.go.id). Kemudian, publikasi hasil pemantauan kapal perikanan dengan data satelit, sehingga dapat diakses oleh aparat penegak hukum di laut dan pemilik kapal bersangkutan. “Hingga pelaksanaan transparasi penanganan kapal pelaku tindak pidana perikanan yang ditangkap oleh aparat pengawasan KKP, baik melalui konferensi pers maupun penyebaran siaran pers”, ungkap Susi.
 Sedangkan dalam pembentukan satgas illegal fishing, KKP telah bersinergi dengan beberapa instansi terkait yakni TNI AL, Bareskrim Polri, PPATK, Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak (Kementerian Keuangan), Ditjen Perhubungan Laut (Kementerian Perhubungan) serta KKP. Adapun tim pokja yang dibentuk adalah terkait Pembangunan Arsitektur Integrasi Data KKP dan Verifikasi Kemitraan Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan Kapal Perikanan. Selanjutnya dalam meningkatkan kerjasama lintas instansi penegak hukum, KKP telah menandatangani nota kesepahaman dengan TNI AL tentang Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum di Bidang Kelautan dan Perikanan. “Penguatan dan pengembanganan Pengadilan Perikanan dilakukan bersama Mahkamah Agung dengan membentuk tiga pengadilan perikanan, yakni di Ambon, Sorong dan Merauke. Hal itu dilakukan untuk mempercepat penyelesaian hukum atas kasus-kasus tindak pidana perikanan”, kata Susi.
 Disamping itu, KKP saat ini tengah melakukan beberapa upaya strategis dalam rangka pemberantasan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Upaya tersebut antara lain mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk menerbitkan Instruksi Presiden (INPRES) mengenai percepatan pemberantasan IUU Fishing. Kedua, penertiban proses perizinan dan peningkatan pengendalian penangkapan ikan, pengangkutan ikan hasil tangkapan, pengangkutan ikan hidup hasil budidaya, pengolahan pasca panen, dan distribusi hasil perikanan. Ketiga, penguatan kapasitas pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dengan meningkatkan jumlah hari operasional kapal pengawas, mengembangan airborne surveillance, dan penambahan jumlah kapal pengawasan. “Termasuk penyusunan standar operasional prosedur (SOP) tentang percepatan proses penegakan hukum dan hubungan tata cara kerja permintaan bantuan penegakan hukum di laut antar instansi penegak hukum yakni KKP, POLRI, TNI AL dan BAKAMLA”, jelas Susi.
Meskipun belum genap 100 hari, seluruh kebijakan serta upaya strategis yang dilakukan telah memberikan dampak positif bagi kemandiriandankedaulatanbangsa. Seperti ditunjukan dengan penurunan jumlah kapal ikan Indonesia (KII) impor dan kapal ikan sing (KIA) yang beroperasi di WPP NRI berdasarkan hasil pemantauan Vessel Monitoring System (VMS), INDESO dan AIS. Selanjutnya juga ditunjukkan dengan peningkatan hasil operasi pengawasan IUU Fishing, dimana KKP telah menangkap enam kapal dari total 39 kapal perikanan selama periode 2014. Termasuk, penenggelaman tiga kapal asing pelaku illegal fishing hingga penyelesaian masalah manusia perahu dari Filipina dan Malaysia. “Beberapa negara juga telah memberikan respon positif, untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam menanggulangi praktek illegal fishing di wilayah perairan Indonesia”, kata Susi.
Selain negara lain, respon yang baik pun datang dari negeri sendiri. Upaya tegas pemerintah dalam memerangi illegal fishingtelah memotivasi nelayan tradisional di lokal. Dimana pada tanggal 29 Desember 2014 yang lalu, Kelompok NelayanJaring Puput di Tanjung Balai, Kabupaten Asahan telah berhasil menangkap kapal asing berbendera Malaysia. Kapal itu ditangkap karena mencuri ikan di perairan Selat Malaka dengan menggunakan alat tangkap trawl dan diawaki 5 orang asal Myanmar. “Atas aksi heroik dan keberanian dari para nelayan ini, pemerintah menyampaikan apresiasi dan penghargaan. Mari masyarakat bersama pemerintah, kita terus perangi illegal fishing menuju Indonesia yang jauh lebih baik”, ajak Susi.
Selain fokus pada pemberantasan illegal fishing, pemerintah juga akan melaksanakan berbagai program dan kebijakan strategis lainnya. Program dan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan tersebut bertujuan untuk mengejar peningkatan daya saing, meningkatkan kualitas manusia, termasuk melalui pembangunan mental. Selain itu,  memanfaatkan dan mengembalikan potensi yang hilang di sektor maritime dan kelautan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan basis yang kuat dan berkualitas, mengurangi ketimpangan antar wilayah, memulihkan kerusakan lingkungan dan memajukan kehidupan masyarakat, khususnya nelayan.

KKP-PPATK Siap Berantas Tindak Pidana KP
Pada kesempatan tersebut juga dilaksanakan penandatanganan kesepakatan bersama antara KKP dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hal itu sebagai wujud komitmen KKP dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan.Selain itu, juga diatur beberapa upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidanapencucian uang oleh kedua pihak. “Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan koordinasi diantara KKP dan PPATK, teutama dalam hal tindak pidana kelautan dan perikanan”, tegas Susi.
Secara umum ruang lingkup dalam kesepakatan yang diatur mencakup tiga hal, yakni pertukaran informasi, asistensi dan/atau pendampingan, serta pengembangan sumber daya manusia. Realisainya, kedua belah pihak akan melakukan pertukaran informasi perihal tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing. Permintaan informasi akan disertai penjelasan mengenai maksud dan tujuan penggunaan informasi  tersebut. Dalam hal diperlukan adanya permintaan konfirmasi atau penjelasan lebih lanjut, dilakukan melalui pejabat penghubung yang telah ditunjuk. Adapun pejabat penghubung dimaksud yakni Kepala Pusat Analisis Kerjasama dan Antar Lembaga, KKP dan Direktur Kerjasama dan Hubungan Masyarakat, PPATK.
Selanjutnya, informasi yang diberikan dapat berasal dari inisiatif KKP atau atas dasar permintaan tertulis dari PPATK. Informasi tersebut meliputi  dugaan tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh perorangan dan/atau korporasi. Kedua, informasi mengenai pengawasan penyalahgunaan wewenang dan/atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lainnya. Ketiga, informasi yang dibutuhkan PPATK dalam rangka pemenuhan informasi dari Financial Inteligence Unit (FIU) negara lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang. Keempat, informasi perkembangan investigasi awal dan/atau penyidikan perkara tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan yang terindikasi bersamaan dengan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan, serta informasi lainnya yang dibutuhkan PPATK sesuai ketersediaan data KKP.
Selain itu,informasi yang diberikan juga dapat berasal dari insiatif PPATK atau permintaan tertulis  dari KKP. Informasi itu antara lain dugaan tindakan pidana yang dilakukan  oleh perorangan dan/atau korporasi. Kedua, dugaan penyelahgunaan wewenang wewenang dan/atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan tindak pidana pencucian uang oleh unsur KKP. Ketiga, informasi mengenai peningkatan pengawasan dalam rangka mewujudkan aparatur negara yang berintegritas, akuntabel dan transparan di lingkungan KKP, serta informasi lainnya yang dibutuhkan.
Kemudian, PPATK dapat memberikan asistensi dan/atau pendampingan penangnana perkara tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan yang diduga bersamaan dengan tindakan pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan. Adapun pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia akan diwujudkan melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan sosialisasi yang dilakukan secara bersama-sama dan disepakati lebih lanjut oleh kedua pihak. “Kesepakatan ini akan berlaku tiga tahun dan kami sepakat membentuk satuan tugas untuk menunjang pelaksanaan kerjasama ini”, tutup Susi.

Jakarta, 5 Januari 2015
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
  Lilly Aprilya Pregiwati

Narasumber :
1.     Sjarief Widjaja
Sekretaris Jenderal KKP;
2.     Asep Burhanudin
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Keluatan dan Perikanan;
3.     Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi;
4.      Anang Noegroho
Kepala Pusat Analisis Kerjasama Internasional dan Antar Lembaga.

Tidak ada komentar: