Kebijakan strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam memberantas illegal fishing
telah menunjukkan hasil yang positif. Hal ini dirasakan oleh sebagian
besar masyarakat terutama nelayan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kini hasil tangkapan nelayan di beberapa daerah jumlahnya
semakin meningkat, sehingga ke depan diharapkan dapat berdampak pada
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Dengan hasil yang
cukup menggembirakan tersebut, KKP akan terus konsisten memberantas illegal fishing.
“Hal itu sebagai upaya pemerintah dalam mewujudkan Negara kepulauan
yang berdaulat dan mandiri melalui pengelolaan sumber daya kelautan dan
perikanan yang berkelanjutan”, kata Menteri Kelautan dan Perikananan
Susi Pudjiastuti pada acara Refleksi 2014 dan Outlook 2015 Pembangunan
Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Senin (5/1).
Kebijakan
strategis itu berupa penerbitan peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan terkait Penghentian Sementera (Moratorium) Perizinan Usaha
Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik
Indonesia (PERMENKP No. 56/PERMEN-KP/2014). Peraturan lainnya yakni
terkait Larangan Transshipment (PERMENKP No. 57/PERMEN-KP/2014)
serta Peningkatan Disiplin Pegawai Aparatur Sipil Negara di lingkungan
KKP terkait pelaksanaan kebijakan moratorium, larangan transshipment
dan penggunaan nakhoda dan anak buah kapal (ABK) asing (PERMENKP No.
58/PERMEN-KP/2014). Selain telah menerbitkan peraturan, kebijakan
strategis lainnya yakni mendorong transparasi data dan informasi,
membuat satuan tugas (satgas) dan tim pokja, meningkatkan kerjasama
lintas instansi penegak hukum, serta penguatan dan pengembangan
peradilan perikanan.
Dalam
pelaksanaan transparasi data dan informasi, KKP telah mempublikasikan
data kapal dan transparasi proses perizinan kapal ikan (SIPI dan SIKPI)
melalui website (www.kkp.go.id).
Kemudian, publikasi hasil pemantauan kapal perikanan dengan data
satelit, sehingga dapat diakses oleh aparat penegak hukum di laut dan
pemilik kapal bersangkutan. “Hingga pelaksanaan transparasi penanganan
kapal pelaku tindak pidana perikanan yang ditangkap oleh aparat
pengawasan KKP, baik melalui konferensi pers maupun penyebaran siaran
pers”, ungkap Susi.
Sedangkan dalam pembentukan satgas illegal fishing,
KKP telah bersinergi dengan beberapa instansi terkait yakni TNI AL,
Bareskrim Polri, PPATK, Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak (Kementerian
Keuangan), Ditjen Perhubungan Laut (Kementerian Perhubungan) serta KKP.
Adapun tim pokja yang dibentuk adalah terkait Pembangunan Arsitektur
Integrasi Data KKP dan Verifikasi Kemitraan Unit Pengolahan Ikan (UPI)
dan Kapal Perikanan. Selanjutnya dalam meningkatkan kerjasama lintas
instansi penegak hukum, KKP telah menandatangani nota kesepahaman dengan
TNI AL tentang Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum di Bidang
Kelautan dan Perikanan. “Penguatan dan pengembanganan Pengadilan
Perikanan dilakukan bersama Mahkamah Agung dengan membentuk tiga
pengadilan perikanan, yakni di Ambon, Sorong dan Merauke. Hal itu
dilakukan untuk mempercepat penyelesaian hukum atas kasus-kasus tindak
pidana perikanan”, kata Susi.
Disamping itu, KKP saat ini tengah melakukan beberapa upaya strategis dalam rangka pemberantasan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing.
Upaya tersebut antara lain mengusulkan kepada Presiden Republik
Indonesia untuk menerbitkan Instruksi Presiden (INPRES) mengenai
percepatan pemberantasan IUU Fishing. Kedua, penertiban proses
perizinan dan peningkatan pengendalian penangkapan ikan, pengangkutan
ikan hasil tangkapan, pengangkutan ikan hidup hasil budidaya, pengolahan
pasca panen, dan distribusi hasil perikanan. Ketiga, penguatan
kapasitas pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dengan
meningkatkan jumlah hari operasional kapal pengawas, mengembangan airborne surveillance,
dan penambahan jumlah kapal pengawasan. “Termasuk penyusunan standar
operasional prosedur (SOP) tentang percepatan proses penegakan hukum dan
hubungan tata cara kerja permintaan bantuan penegakan hukum di laut
antar instansi penegak hukum yakni KKP, POLRI, TNI AL dan BAKAMLA”,
jelas Susi.
Meskipun
belum genap 100 hari, seluruh kebijakan serta upaya strategis yang
dilakukan telah memberikan dampak positif bagi
kemandiriandankedaulatanbangsa. Seperti ditunjukan dengan penurunan
jumlah kapal ikan Indonesia (KII) impor dan kapal ikan sing (KIA) yang
beroperasi di WPP NRI berdasarkan hasil pemantauan Vessel Monitoring System (VMS), INDESO dan AIS. Selanjutnya juga ditunjukkan dengan peningkatan hasil operasi pengawasan IUU Fishing,
dimana KKP telah menangkap enam kapal dari total 39 kapal perikanan
selama periode 2014. Termasuk, penenggelaman tiga kapal asing pelaku illegal fishing
hingga penyelesaian masalah manusia perahu dari Filipina dan Malaysia.
“Beberapa negara juga telah memberikan respon positif, untuk bekerja
sama dengan pemerintah dalam menanggulangi praktek illegal fishing di wilayah perairan Indonesia”, kata Susi.
Selain negara lain, respon yang baik pun datang dari negeri sendiri. Upaya tegas pemerintah dalam memerangi illegal fishingtelah
memotivasi nelayan tradisional di lokal. Dimana pada tanggal 29
Desember 2014 yang lalu, Kelompok NelayanJaring Puput di Tanjung Balai,
Kabupaten Asahan telah berhasil menangkap kapal asing berbendera
Malaysia. Kapal itu ditangkap karena mencuri ikan di perairan Selat
Malaka dengan menggunakan alat tangkap trawl dan diawaki 5 orang asal
Myanmar. “Atas aksi heroik dan keberanian dari para nelayan ini,
pemerintah menyampaikan apresiasi dan penghargaan. Mari masyarakat
bersama pemerintah, kita terus perangi illegal fishing menuju Indonesia yang jauh lebih baik”, ajak Susi.
Selain fokus pada pemberantasan illegal fishing,
pemerintah juga akan melaksanakan berbagai program dan kebijakan
strategis lainnya. Program dan kebijakan pembangunan kelautan dan
perikanan tersebut bertujuan untuk mengejar peningkatan daya saing,
meningkatkan kualitas manusia, termasuk melalui pembangunan mental.
Selain itu, memanfaatkan dan mengembalikan potensi yang
hilang di sektor maritime dan kelautan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dengan basis yang kuat dan berkualitas, mengurangi ketimpangan antar
wilayah, memulihkan kerusakan lingkungan dan memajukan kehidupan
masyarakat, khususnya nelayan.
KKP-PPATK Siap Berantas Tindak Pidana KP
Pada
kesempatan tersebut juga dilaksanakan penandatanganan kesepakatan
bersama antara KKP dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK). Hal itu sebagai wujud komitmen KKP dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana di bidang kelautan dan
perikanan.Selain itu, juga diatur beberapa upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidanapencucian uang oleh kedua pihak. “Tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan koordinasi diantara KKP dan PPATK,
teutama dalam hal tindak pidana kelautan dan perikanan”, tegas Susi.
Secara
umum ruang lingkup dalam kesepakatan yang diatur mencakup tiga hal,
yakni pertukaran informasi, asistensi dan/atau pendampingan, serta
pengembangan sumber daya manusia. Realisainya, kedua belah pihak akan
melakukan pertukaran informasi perihal tugas, fungsi dan kewenangan
masing-masing. Permintaan informasi akan disertai penjelasan mengenai
maksud dan tujuan penggunaan informasi tersebut. Dalam hal
diperlukan adanya permintaan konfirmasi atau penjelasan lebih lanjut,
dilakukan melalui pejabat penghubung yang telah ditunjuk. Adapun pejabat
penghubung dimaksud yakni Kepala Pusat Analisis Kerjasama dan Antar
Lembaga, KKP dan Direktur Kerjasama dan Hubungan Masyarakat, PPATK.
Selanjutnya,
informasi yang diberikan dapat berasal dari inisiatif KKP atau atas
dasar permintaan tertulis dari PPATK. Informasi tersebut meliputi dugaan
tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh perorangan dan/atau
korporasi. Kedua, informasi mengenai pengawasan penyalahgunaan wewenang
dan/atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lainnya.
Ketiga, informasi yang dibutuhkan PPATK dalam rangka pemenuhan
informasi dari Financial Inteligence Unit (FIU) negara lain
yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang. Keempat,
informasi perkembangan investigasi awal dan/atau penyidikan perkara
tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan yang terindikasi
bersamaan dengan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana di
bidang kelautan dan perikanan, serta informasi lainnya yang dibutuhkan
PPATK sesuai ketersediaan data KKP.
Selain itu,informasi yang diberikan juga dapat berasal dari insiatif PPATK atau permintaan tertulis dari KKP. Informasi itu antara lain dugaan tindakan pidana yang dilakukan oleh
perorangan dan/atau korporasi. Kedua, dugaan penyelahgunaan wewenang
wewenang dan/atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan
tindak pidana pencucian uang oleh unsur KKP. Ketiga, informasi mengenai
peningkatan pengawasan dalam rangka mewujudkan aparatur negara yang
berintegritas, akuntabel dan transparan di lingkungan KKP, serta
informasi lainnya yang dibutuhkan.
Kemudian,
PPATK dapat memberikan asistensi dan/atau pendampingan penangnana
perkara tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan yang diduga
bersamaan dengan tindakan pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana
di bidang kelautan dan perikanan. Adapun pelaksanaan pengembangan sumber
daya manusia akan diwujudkan melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan
sosialisasi yang dilakukan secara bersama-sama dan disepakati lebih
lanjut oleh kedua pihak. “Kesepakatan ini akan berlaku tiga tahun dan
kami sepakat membentuk satuan tugas untuk menunjang pelaksanaan
kerjasama ini”, tutup Susi.
Jakarta, 5 Januari 2015
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Lilly Aprilya Pregiwati
Narasumber :
1. Sjarief Widjaja
Sekretaris Jenderal KKP;
2. Asep Burhanudin
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Keluatan dan Perikanan;
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi;
4. Anang Noegroho
Kepala Pusat Analisis Kerjasama Internasional dan Antar Lembaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar