13 Desember, 2014

PERANGI ILLEGAL FISHING PEMERINTAH TAMBAH PENGADILAN PERIKANAN

Pemerintah terus berupaya memperkuat perangkat hukum untuk menindak tegas para pelaku illegal fishing. Diantaranya dengan menambah jumlah pengadilan perikanan di beberapa kawasan yang rentan terhadap praktek IUU Fishing. Setidaknya, negara dirugikan hingga Rp 240 Triliun setiap tahunnya akibat aktivitas haram tersebut. Komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum di laut kali ini diwujudkan dengan menetapkan pembentukan tiga pengadilan perikanan melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2014. “Tiga lokasi pengadilan perikanan yang ditetapkan yakni Pengadilan Perikanan Ambon, Sorong dan Merauke”, ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti usai menghadiri acara peresmian pengadilan perikanan di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (11/12).
  Menurut Susi, tiga lokasi pembentukan pengadilan perikanan tersebut merupakan wilayah rawan kegiatan illegal fishing oleh kapal perikanan asing (KIA) dan kapal perikanan Indonesia (KII). Wilayah laut Arafura telah ditetapkan sebagai lumbung ikan nasional dan masuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718. “Arafura merupakan perairan yang kaya akan potensi ikan, sehingga kapal-kapal tertarik untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, bahkan dilakukan dengan cara-cara illegal”, kata Susi. 

Setelah dianalisis dari satelit radarsat, dalam setahun sebanyak 8.484 unit kapal yang tidak sesuai izin operasi diduga melakukan aktivitas illegal fishing di Laut Arafura. Kapal-kapal tersebut berukuran besar dan mampu menampung bobot ikan sebanyak 2,02 juta ton. Sehingga, apabila estimasi harga ikan US$ 2 per kg, maka total kerugian negara akibat illegal fishing di perairan Arafura per tahun diperkirakan mencapai US$ 4,04 miliar atau sekitar Rp 40 triliun. Sementara itu, apabila dikalkulasi sejak 2001-2013, nilai kerugiannya mencapai Rp. 520 triliun. “Saya berharap dengan dibentuknya tiga pengadilan perikanan di Indonesia bagian Timur dapat meningkatkan kualitas proses hukum tindak pidana perikanan, yang pada akhirnya memberikan efek jera”, tegas Susi.

Susi menambahkan, penetapan ketiga pengadilan perikanan itu melengkapi jumlah Pengadilan Perikanan yang sudah terbentuk di tujuh lokasi sebelumnya. Lokasi itu antara lain Pengadilan Perikanan di Medan, Jakarta Utara, Pontianak, Tual, Bitung, Tanjung Pinang, dan Ranai di Provinsi Kepulauan Riau. “Pelaksanaan penegakan hukum di laut sangatlah penting dan strategis guna mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Untuk itu, pemerintah akan terus mendorong pembentukan pengadilan perikanan di beberapa daerah”, kata Susi.

Lebih lanjut Susi menjelaskan, pengadilan perikanan dibentuk dalam rangka mempercepat proses penanganan tindak pidana perikanan sampai dengan tahap putusan (inkracht). Sehingga, kapal-kapal yang digunakan dalam tindak pidana perikanan masih dapat dimanfaatkan secara optimal pada saat putusan dibacakan. “Sebagaimana diketahui, tahun ini hasil operasi Kapal Pengawas Perikanan KKP telah berhasil memeriksa 1.938 kapal perikanan. Kemudian menangkap 38 kapal perikanan yang diduga illegal, dan untuk penindakannya memerlukan proses hukum secara cepat dan tepat”, ungkap Susi.

Perlu diketahui, pembentukan Pengadilan Perikanan merupakan amanat Pasal 71 Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Pengadilan tersebut berada di lingkungan peradilan umum, dan diawaki oleh Majelis Hakim yang menangani perkara tindak pidana perikanan. Majelis itu terdiri dari tiga orang, satu dari kalangan hakim karir dan dua hakim ad hoc perikanan. Kemudian, dalam rangka mengisi kebutuhan Hakim Adhoc Perikanan, KKP telah melakukan kerja sama dengan Mahkamah Agung RI untuk mengadakan pendidikan bagi hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan sejak tahun 2006, yaitu pada tahun 2006 telah mencetak sebanyak 28 orang, pada tahun 2009 sebanyak 19 orang, dan tahun 2012 sebanyak 20 orang.
 Humas Psdkp
 

Tidak ada komentar: