17 Desember, 2014

Kevin Systrom Membuktikan Keunggulan Suatu Fokus


Pemuda bernama Kevin Systrom ini menolak ajakan Facebook untuk bergabung dengannya pada tahun 2004. Ia yakin bisa membuat perusahaan sendiri. Tahun 2010 ia mendirikan Instagram dan tahun 2012 Facebook membelinya seharga Rp9,1 triliun!
Tiba-tiba saja nama Instagram menjadi pembicaraan dunia. Program berbagi foto dan gambar ini menyita perhatian seantero jagat tak hanya karena aplikasinya yang memudahkan pengguna smartphone dalam mengambil foto,  mengeditnya, dan membagikannya di jejaring sosial. Tapi juga bagaimana Facebook sampai sedemikian rela mengeluarkan US$1 miliar atau setara dengan Rp9,1 triliun untuk membeli Instagram.

Saat itu, Instagram hanyalah perusahaan yang dikelola oleh 13 orang. Dengan pengambilalihan ini, seorang pendirinya, Kevin Systrom (30 tahun), yang memiliki 40 persen saham Instagram akan mendapat kompensasi sebesar US$400 juta atau sekitar Rp3,6 triliun.

Fokus
Systrom sendiri sebenarnya sudah kenal pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, sejak lama. Pada tahun 2004 ia sudah aktif di komunitas mahasiswa antaruniversitas bernama Sigma Nu. Mereka beberapa kali bertemu dan Mark tahu kalau Systrom mengelola layanan berbagi foto secara underground (bawah tanah). Mark menawari Systrom bekerja di Facebook yang baru ia dirikan Februari 2004. Saat itu Facebook belum memiliki layanan berbagi fotonya. Namun Systrom menolak karena ia ingin menekuni pendidikannya lebih dulu.

Systrom ketika itu sedang mengambil kursus kewirausahaan selama sembilan bulan di Stanford's Mayfield Fellows Program di samping kuliah di Stanford University bidang Management Science & Engineering. Di program pendidikan untuk menciptakan para start-up itu, Systrom bersama Evan Williams, Biz Stone dan Jack Dorsey membuat Odeo, direktori link audio dan video melalui RSS (Really Simple Syndication) sebagai salah satu tugas belajarnya. Belakangan Dorsey mengembangkan Odeo hingga menjadi Twitter yang sukses sejak ia luncurkan Juli 2006. Sedangkan Systrom memilih bekerja di Google.

Meski begitu, niat Systrom untuk menjadi pengusaha tak pupus. “Sejak pertama saya masuk program pendidikan kewirausahaan itu saya sudah memutuskan untuk jadi entrepreneur,” katanya.

Di Google sebenarnya ia bekerja di bidang pemasaran. Ia pertama menjadi staf yang menangani Gmail kemudian Google Reader, dan layanan Google lainnya. Lalu menjadi tim Corporate Development. Pada saat itulah ia sudah mulai mencoba mendesain aplikasi mobile. Meski latar belakangnya bukan programer ia belajar secara otodidak.

Ketertarikan belajar programming makin menggebu sejak ia bekerja di Nextstop.com, situs yang menyediakan layanan berbagi infomasi tujuan wisata, yang didirikan mantan staf Google, sebagai product manager. “Siang hari saya bekerja di bidang pemasaran, sedangkan malamnya saya coba mempelajari programing meski saya tak punya background di bidang itu,” katanya.  “Salah satu ide yang saya dapatkan adalah menggabungkan unsur-unsur Foursquare dengan salah satu unsur di Mafia Wars (bernama Burbn).” Foursquare adalah layanan berbasis lokasi seperti berbagi info tentang lokasi, review singkat, dan sebagainya. Sedangkan Mafia Wars adalah game yang populer di Facebook, Yahoo, dan situs lainnya.

Pada suatu kali, dalam sebuah pesta ia membawa prototipenya. Kebetulan saat itu ada perwakilan dari dua perusahaan modal ventura yaitu Baseline Ventures dan Andreessen Horowitz. Setelah pertemuan pertama itu Systrom makin yakin bahwa idenya mewujudkan Burbn merupakan peluang bisnis yang besar. Dua minggu kemudian ia mendapatkan modal dari Baseline Ventures dan Andreessen Horowitz sebesar US$500.000. Setelah mendapatkan modal itu pada tahun 2010 ia mencari tim. Tak jauh-jauh Systrom menghubungi rekannya yang dulu sama-sama di program Stanford's Mayfield, yaitu Mike Krieger.

Dari pengamatan mereka berdua, ditemukan bahwa makin banyak orang yang gemar mem-posting foto ke jejaring sosial. Menurut mereka, akan lebih menarik jika kebiasaan itu juga diberikan sarana memfilter foto sehingga foto-foto mereka lebih barvairasi, lucu, dan keren. “Kita bisa membuat foto lebih keren dengan Photoshop. Kita bisa ubah warna, atau hal lainnya,” katanya tentang idenya itu.

Berdasarkan ini Systrom dan Krieger memfokuskan diri membuat aplikasi khusus mengenai foto. “Kami melihat mobile photo sebagai kesempatan untuk mencoba ide-ide baru. Akhirnya kami bisa membuat Burbn versi beta yang bisa beroperasi di iPhone,” paparnya. Mereka terus memperbaikinya hingga benar-benar bisa diaplikasikan dengan baik. Setelah itu nama Burbn yang sulit dieja dicarikan nama lain. “Kami menggantinya menjadi Instagram karena kedengarannya seperti kamera. Instagram itu adalah Instant Telegram,” katanya. Ini juga cocok dengan idenya: ambil foto terus kirim ke jejaring sosial.

Delapan minggu kemudian mereka melakukan langkah penting. Prototif yang lebih baik mereka perkenalkan pada teman-temannya dan diminta mencobanya. Ada sekitar 100-an orang yang mencobanya. Mereka juga meminta masukan teman-temannya itu. Namun saat itu jumlah fiturnya masih begitu banyak. Systrom dan Krieger kemudian mencoba menguranginya sehingga akhirnya fiturnya lebih sedikit tetapi lebih fokus pada peran fotonya seperti fitur filter itu. Dengan fitur-fitur inilah Systrom dan Krieger meluncurkan Instagram pada 6 Oktober 2010.

Akuisisi Facebook
Kini Instagram dikenal sebagai aplikasi berbagi foto yang memungkinkan penggunanya mengambil foto, menerapkan filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial (Facebook, Twitter, dll), di samping layanan di website Instagram sendiri. Yang membedakannya dengan layanan sejenis, fitur filternya lebih kaya. Inilah yang disukai para pengguna.

Hingga kini jumlah pengguna Instagram mencapai 30 juta orang di seluruh dunia dan menjadi aplikasi berbagi foto yang paling banyak digunakan. Selain itu, jika dulu hanya beroperasi di iOS kini bisa beroperasi juga di smartphone dengan platform Android. Facebook tertarik mengajak Instagram menjadi bagian dari kesuksesannya menjelang Facebook go public, sampai-sampai Mark Zuckerberg terus mengejar Kevin Systrom. Systrom berkali-kali menolak tawaran akuisisi Facebook.

Facebook tak berhenti memburunya. Entah seperti apa perburuan Zuckerberg selama dua hari penting di hari libur itu (Sabtu dan Minggu). Namun pada Senin (9 April 2012) Facebook mengumumkan telah mengakuisisi Instagram dengan nilai dua kali lipat dari kapitalisasi Instagram sendiri, yaitu US$1 miliar atau Rp9,1 triliun, akuisisi terbesar yang dilakukan Facebook. Zuckerberg sendiri menganggap ini langkah penting bagi perkembangan Facebook.

Peristiwa menakjubkan ini tak pelak lagi menunjukkan kejeniusan Kevin Systrom sebagai pendiri Instagram. Ia begitu tinggi semangatnya tatkala ide mewujudkan aplikasi berbagi fotonya muncul. Ia bahkan bersedia menghabiskan waktunya untuk belajar pengkodean secara otodidak meski tak memiliki latar belakang pendidikan di bidang itu.

Semangat itu, kata Systrom, ia dapatkan dari pendidikan start-up di Standford. Ia berhasil mengubah hobi menjadi produksi. “Pelajaran yang saya ambil dari ini semua adalah bahwa, pertama, jangan menyerah begitu cepat jika apa yang kita lakukan sebenarnya kita sukai. Kedua, 99 persen dari apa yang saya kerjakan setiap hari saya pelajari dari pekerjaan. Sekolah memang memberikan kita pendidikan untuk bekerja. Tetapi menjalani pekerjaan kita mengajarkan sesuatu yang akan kita gunakan setiap hari,” paparnya.

Nah, kita semua bisa melakukan hal seperti itu. Jika tujuan sudah jelas, gairah kerja akan berlipat. Dan hasilnya pun bisa jauh di atas perkiraan seperti yang dialami Kevin Systrom dengan Instagram-nya. Luar biasa!

http://www.andriewongso.com/articles/details/14128/Kevin-Systrom-Membuktikan-Keunggulan-Suatu-Fokus

Tidak ada komentar: