KKP News||
Kementerian Kelautan dan Perikanan menggandeng pihak TNI-AL untuk
menekan jumlah para pelaku pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia.
Penguatan kerja sama ini ditandai dengan pertemuan antara Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Kepala Staf TNI Angkatan
Laut Marsetio di Kantor KKP, Jakarta, Kamis, (30/10).
Adapun
Tahap pertama dari penguatan kerja sama itu dilakukan dengan
menginventarisir bentuk kerja sama yang nantinya akan diimplementasikan
di wilayah laut Indonesia.
“Kita bicara tentang beberapa hal yang perlu dikoodinasikan bersama. Dalam hal ini adalah upaya pemberantasan pencurian ikan (IUU Fishing). Jadi,
kerja sama dengan pihak TNI AL sangatlah tepat. Dimana pihak TNI AL
menyatakan siap mendukung semua program yang ada di KKP utamanya dalam
menindak tegas para pelaku pencurian ikan (illegal fishing),
pengangkutan ikan ilegal serta pengawasan Benda berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT),” jelas Menteri Kelautan dan Perikaan Susi Pudjiastuti di Kantor KKP, Jakarta, Kamis Sore (30/10).
Susi melanjutkan, penguatan kemitraan antara KKP dengan TNI AL sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, bahwa segenap jajaran kabinet kerja harus memulai perubahan dengan cara mengurangi dan membuang ego-ego sektoral antar Kementerian dan instansi pemerintah.
“Banyak
sekali persoalan yang saya anggap itu adalah sebuah tantangan, saya
yakin dengan bantuan dari seluruh pemangku kepentingan terkait maka
masalah pencurian ikan dalam lautan lepas dapat ditangani dengan baik,” sambung Susi,
Hal senada disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) TNI AL,
Marsetio. Ia mengungkapkan, dalam mencapai visi maritim, kunci utamanya
adalah dengan menghilangkan ego sektoral antar instansi.
“Visi
maritim Presiden kita dukung penuh, kita harus menghilangkan ego
sektoral dengan satu visi dan tujuan jadi kunci keberhasilan. Sebab,
selama ini yang menjadi persoalan adalah masing-masing 11 Kementerian
terkait membawa dasar UU,” jelas Marsetio.
Sedangkan
ketika ditanyai mengenai peran Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kasal
mengungkapkan bahwa setelah UU Kelautan diundangkan maka dalam jangka
waktu 6 bulan, sudah seharusnya ada Peraturan Pemerintah yang betujuan
untuk memperkuat posisi Bakamla.
“lewat UU Kelautan
yang telah berjalan, maka Bakamla dapat dioperasionalkan sebagai sebuah
satu kesatuan komando. Sehingga para pengguna laut tidak terganggu dan
dapat pula mengurangi cost mereka,” tutup Kasal.
Sebagai gambaran, selain mengawasi laut melalui sistem satelit, KKP telah melakukan pengembangan kapasitas dan kapabilitas penegakan hukum dalam memerangi IUU Fishing.
Selain upaya kapasitas dan kapabilitas penegakan hukum, pengawasan juga ditekankan pada upaya-upaya pencegahan (preventive) dan penangkalan dini (pre-emtive). Upaya
ini dilakukan a.l., melalui kegiatan sosialisasi, pembinaan masyarakat
nelayan, pemeriksaan kapal-kapal di darat/pelabuhan sebelum dan setelah
melakukan penangkapan ikan, pemantauan dengan Vessel Monitoring System (VMS), pemeriksaan terhadap unit-unit pengolahan ikan, peredaraan ikan di pasar, dan usaha budidaya ikan.
Tercatat selama Tahun 2013, KKP berhasil memeriksa 3.871 kapal ikan yang diduga melakukan illegal fishing. Dari
jumlah tersebut 68 kapal diadhoc untuk proses hukum oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan. Kapal ikan yang ditangkap
tersebut didominasi oleh Kapal Ikan Asing (KIA), sebanyak 44 kapal, dan
sisanya, 24 kapal merupakan Kapal Ikan Indonesia (KII).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar