Dalam rangka pengawasan serta pengendalian terhadap praktek illegal fishing,
yang telah merugikan negara hingga Rp 30 triliun per tahun, Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan kebijakan moratorium
perizinan kapal. Saat ini peraturannya telah disahkan oleh Menteri Hukum
dan HAM dan ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada
tanggal 3 November 2014. Maka sejak tanggal tersebut, moratorium
perizinan kapal perikanan tangkap telah resmi diberlakukan. Penghentian
sementara dilakukan untuk pengajuan perizinan baru kapal eks asing
diatas 30 Gross Ton (GT) hingga 30 April 2015. Demikian
disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta,
Selasa (12/11).
Sosialisasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2014 tentang
Penghentian Sementara (moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia tengah gencar
dilaksanakan. Diharapkan, segenap perangkat pengawasan dan keamanan laut
di seluruh Indonesia sudah mulai bergerak melakukan operasi untuk
menertibkan wilayah perairan Indonesia dari kapal-kapal diatas 30 GT
yang masih beroperasi. “Meskipun armada kapal dan biaya operasional
sangat terbatas, namun kami berharap pengawasan yang dilakukan dapat
berjalan efektif”, kata Susi.
Susi menegaskan, peraturan moratorium ini hanya diperuntukan kapal eks asing diatas 30 GT, yakni kapal yang pembangunannya dilakukan di luar negeri.
Selama moratorium diberlakukan, perizinan kapal berupa izin baru berupa
Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)
dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) akan ditangguhkan dan
ditertibkan. Selanjutnya akan dilakukan analisis dan evaluasi bagi SIPI
dan SIKPI yang masih berlaku. “Sedangkan bagi yang melalukan
pelanggaran, akan dikenakan sanksi administrasi”, ujar Susi.
Disamping
itu Susi menjelaskan, moratorium menjadi salah satu instrumen dalam
pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan biasa dilakukan di
dunia internasional. Kapal Perikanan yang terkena moratorium tidak bisa
beroperasi karena izinnya tidak diperpanjang. “Oleh karena itu,
dipersilakan untuk menertibkan diri supaya sesuai aturan, memindahkan
ijinnya ke negara lain, menyerahkan kepada pemerintah untuk dijadikan
rumpon atau menunggu diberikan ijin dengan peraturan baru”, ungkap Susi.
Dasar
pelaksanaan moratorium ini diantaranya pemulihan sumber daya ikan yang
sudah terkuras, perbaikan lingkungan yang rusak, dan memantau kepatuhan
pelaku usaha penangkapan ikan. “Moratorium ini juga dilakukan sebagai
upaya pemerintah dalam meningkatkan kehidupan nelayan, serta memberi
kesempatan kepada pengusaha dengan kapal lokal untuk lebih banyak
mendapatkan manfaat”, kata Susi.
Selama
moratorium, KKP akan menyempurnakan permen yang terkait dengan ijin
usaha perikanan tangkap yang berorientasi pada tetap tersedianya sumber
daya ikan secara berkelanjutan, lingkungan yang lestari, keseimbangan
pendapatan antara pengusaha, nelayan dan pemerintah. Selain itu,
perubahannya akan berorientasi pada kepatuhan pelaku usaha serta
berkembangnya industri perikanan dalam negeri. Periode penyempurnaan
permen tersebut berkisar enam bulan, atau diperkirakan selesai pada
tanggal 4 April 2015. “Sebagai konsekuensinya semua ijin daerah harus
dalam kontrol pemerintah pusat dengan model kuota”, tegas Susi.
Kemudian
Susi menambahkan, saat ini pihaknya tengah melakukan revisi peraturan
terkait kegiatan alih muatan ikan di tengah laut atau transhipment. Ke depan, semua kegiatan transhipment di wilayah perairan Indonesia akan dilarang. Alasannya karena banyak pelanggaran yang dilakukan, dimana hasil transhipment tidak
didaratkan di pelabuhan perikanan Indonesia tetapi langsung dibawa ke
luar negeri. Akibatnya, jumlah ikan yang ditangkap tidak terdata dan
adanya re-ekspor ikan ke Indonesia. Di sisi lain, Unit Pengolahan Ikan
(UPI) kekurangan bahan baku dan nelayan pengolah pun bangkrut karena
tidak ada bahan baku.
Masih terkait dengan praktek IUU Fishing,
yang memang saat ini tengah menjadi perhatian serius pemerintah. Kali
ini terkait pengawasan spesies ikan di lindungi. Beberapa waktu yang
lalu, KKP telah berhasil menggagalkan perdagangan illegal insang pari manta (Manta birostris dan Manta Alfredi) di Bali. Besarnya estimasi nilai ekonomi yang telah diselamatkan sekitar Rp. 175 juta. Disamping
itu, telah ditemukannya barang yang dipastikan Pari Manta sebanyak 15
koli dengan berat 216 kg di terminal kargo Bandar Udara Ir. Juanda,
Surabaya. Barang bukti saat ini berada di kantor Karantina Ikan Surabaya
dan akan dibuat surat penolakan ekspor.
Sejak
awal tahun 2014, pemerintah melalui KKP telah menetapkan kedua jenis
manta tersebut sebagai jenis ikan yang dilindungi secara penuh melalui
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 4/KEPMEN-KP/2014
tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta. Insang
kering ikan Pari Manta dijual hanya seharga Rp 1 hingga 1,7 juta per
kilogramnya. Padahal, nilai kerugian dari nilai pariwisata selama ikan
hidup di alam mencapai Rp 9,75 miliar per ekor. Koordinasi dilakukan
dengan ahli identifikasi Ikan Pari Manta (Litbang KKP dan LIPI), serta
pihak POLRI sebagai back up saat penyergapan dikarenakan Petugas Pengawas Perikanan/Polsus PWP3K/PPNS Perikanan tidak dilengkapi senjata.
.
Jakarta, 11 November 2014
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/11024/MORATORIUM-PERIZINAN-KAPAL-MULAI-DILAKSANAKAN/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar