12 November, 2014

MORATORIUM PERIZINAN KAPAL MULAI DILAKSANAKAN

Dalam rangka pengawasan serta pengendalian terhadap praktek illegal fishing, yang telah merugikan negara hingga Rp 30 triliun per tahun, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan kebijakan moratorium perizinan kapal. Saat ini peraturannya telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dan ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 3 November 2014. Maka sejak tanggal tersebut, moratorium perizinan kapal perikanan tangkap telah resmi diberlakukan. Penghentian sementara dilakukan untuk pengajuan perizinan baru kapal eks asing diatas     30 Gross Ton (GT) hingga 30 April 2015. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Selasa (12/11). 
Sosialisasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2014  tentang Penghentian Sementara (moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia tengah gencar dilaksanakan. Diharapkan, segenap perangkat pengawasan dan keamanan laut di seluruh Indonesia sudah mulai bergerak melakukan operasi untuk menertibkan wilayah perairan Indonesia dari kapal-kapal diatas 30 GT yang masih beroperasi. “Meskipun armada kapal dan biaya operasional sangat terbatas, namun kami berharap pengawasan yang dilakukan dapat berjalan efektif”, kata Susi.
Susi menegaskan, peraturan moratorium ini hanya diperuntukan kapal eks asing diatas 30 GT, yakni kapal yang pembangunannya dilakukan di luar negeri. Selama moratorium diberlakukan, perizinan kapal berupa izin baru berupa Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) akan ditangguhkan dan ditertibkan. Selanjutnya akan dilakukan analisis dan evaluasi bagi SIPI dan SIKPI yang masih berlaku. “Sedangkan bagi yang melalukan pelanggaran, akan dikenakan sanksi administrasi”, ujar Susi.
Disamping itu Susi menjelaskan, moratorium menjadi salah satu instrumen dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan biasa dilakukan di dunia internasional. Kapal Perikanan yang terkena moratorium tidak bisa beroperasi karena izinnya tidak diperpanjang. “Oleh karena itu, dipersilakan untuk menertibkan diri supaya sesuai aturan, memindahkan ijinnya ke negara lain, menyerahkan kepada pemerintah untuk dijadikan rumpon atau menunggu diberikan ijin dengan peraturan baru”, ungkap Susi.
Dasar pelaksanaan moratorium ini diantaranya pemulihan sumber daya ikan yang sudah terkuras, perbaikan lingkungan yang rusak, dan memantau kepatuhan pelaku usaha penangkapan ikan. “Moratorium ini juga dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kehidupan nelayan, serta memberi kesempatan kepada pengusaha dengan kapal lokal untuk lebih banyak mendapatkan manfaat”, kata Susi.
Selama moratorium, KKP akan menyempurnakan permen yang terkait dengan ijin usaha perikanan tangkap yang berorientasi pada tetap tersedianya sumber daya ikan secara berkelanjutan, lingkungan yang lestari, keseimbangan pendapatan antara pengusaha, nelayan dan pemerintah. Selain itu, perubahannya akan berorientasi pada kepatuhan pelaku usaha serta berkembangnya industri perikanan dalam negeri. Periode penyempurnaan permen tersebut berkisar enam bulan, atau diperkirakan selesai pada tanggal 4 April 2015. “Sebagai konsekuensinya semua ijin daerah harus dalam kontrol pemerintah pusat dengan model kuota”, tegas Susi.
Kemudian Susi menambahkan, saat ini pihaknya tengah melakukan revisi peraturan terkait kegiatan alih muatan ikan di tengah laut atau transhipment. Ke depan, semua kegiatan transhipment di wilayah perairan Indonesia akan dilarang. Alasannya karena banyak pelanggaran yang dilakukan, dimana hasil transhipment tidak didaratkan di pelabuhan perikanan Indonesia tetapi langsung dibawa ke luar negeri. Akibatnya, jumlah ikan yang ditangkap tidak  terdata dan adanya re-ekspor ikan ke Indonesia. Di sisi lain, Unit Pengolahan Ikan (UPI) kekurangan bahan baku dan nelayan pengolah pun bangkrut karena tidak ada bahan baku.
Masih terkait dengan praktek IUU Fishing, yang memang saat ini tengah menjadi perhatian serius pemerintah. Kali ini terkait pengawasan spesies ikan di lindungi. Beberapa waktu yang lalu, KKP telah berhasil menggagalkan perdagangan illegal insang pari manta (Manta birostris dan Manta Alfredi) di Bali. Besarnya estimasi nilai ekonomi yang telah diselamatkan sekitar Rp. 175 juta. Disamping itu, telah ditemukannya barang yang dipastikan Pari Manta sebanyak 15 koli dengan berat 216 kg di terminal kargo Bandar Udara Ir. Juanda, Surabaya. Barang bukti saat ini berada di kantor Karantina Ikan Surabaya dan akan dibuat surat penolakan ekspor.
Sejak awal tahun 2014, pemerintah melalui KKP telah menetapkan kedua jenis manta tersebut sebagai jenis ikan yang dilindungi secara penuh melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 4/KEPMEN-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta. Insang kering ikan Pari Manta dijual hanya seharga Rp 1 hingga 1,7 juta per kilogramnya. Padahal, nilai kerugian dari nilai pariwisata selama ikan hidup di alam mencapai Rp 9,75 miliar per ekor. Koordinasi dilakukan dengan ahli identifikasi Ikan Pari Manta (Litbang KKP dan LIPI), serta pihak POLRI sebagai back up saat penyergapan dikarenakan Petugas Pengawas Perikanan/Polsus PWP3K/PPNS Perikanan tidak dilengkapi senjata.
.
Jakarta, 11 November  2014
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi

  
Lilly Aprilya Pregiwati

http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/11024/MORATORIUM-PERIZINAN-KAPAL-MULAI-DILAKSANAKAN/ 

Tidak ada komentar: