gambar ilustrasi
Jakarta, HanTer - Dibunuhnya dua anggota TNI Angkatan
Laut oleh nelayan Thailand saat melakukan illegal fishing pada 8 Maret
2014 lalu, mengundang keprihatinan mantan Kepala Staf Angkatan Darat
(KSAD), Jenderal Ryamizard Ryacudu.
Dengan tegas ia menyatakan, kedaulatan negara Indonesia tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Siapapun yang masuk ke wilayah Indonesia, harus ijin terlebih dahulu. "Bagi siapapun yang melanggar, atau melakukan perlawanan, bahkan hingga melakukan pembunuhan terhadap anggota kita yang sedang melakukan tugas patroli, harus ditindak tegas. Kalau perlu, tembak ditempat," tegas Ryamizard, kepada harianterbit.com.
Meski demikian ia menjelaskan, tindakan tegas tembak ditempat tersebut tak sembarangan bisa dilakukan. Harus ada prosedur yang dilakukan oleh petugas di lapangan yang melakukan patroli batas wilayah negara Indonesia. Pertama, ucap Ryamizard, harus ada tembakan peringatan terlebih dahulu. Jika hal itu tidak diindahkan, misalkan pelanggar wilayah tersebut melarikan diri atau bahkan menyerang petugas, barulah prosedur tembak ditempat bisa dilakukan.
Namun, terlepas dari hal itu ia mengakui ada yang salah dengan pengelolaan kekayaan laut Indonesia. Oleh karena itu, sambung Ryamizard, pengawasan seluruh wilayah perbatasan Indonesia harus ditingkatkan. Terlebih, kekayaan laut Indonesia khususnya di wilayah timur sangat berlimpah. "Bahkan, kekayaan laut di timur Indonesia bisa menghidupi setengah penduduk dunia. Tapi yang kaya siapa? Thailand kan," papar Ryamizard. Disinggung soal kurangnya armada laut yang dimiliki TNI AL untuk melakukan pengawasan, Ryamizard mengungkapkan, memang sudah selayaknya untuk ditambah.
Menurutnya, banyak potensi di dalam negeri yang sebenarnya bisa dimanfaatkan. Ia mencontohkan, banyak warga di Jawa Timur yang bisa membuat kapal laut dan dapat dimanfaatkan untuk menambah armada untuk pengawasan batas wilayah laut Indonesia. "Kalau mau, bisa kok. Banyak masyarakat di Jawa Timur yang bisa buat kapal. Tambah saja armadanya, daripada banyak uang negara menguap," ujarnya. Ketika disinggung terkait kemungkinan bantuan dari perusahaan swasta yang sifatnya corporate sosial responsibility (CSR), Ryamizard menyatakan hal itu sah-sah saja asal tidak ada 'embel-embel' dibelakangnya.
Ditambahkan Ryamizard, soal perbatasan yang menjadi perhatian tidak hanya laut, namun juga termasuk darat dan udara yang juga harus dijaga. Namun demikian, ia mengakui masih banyak keterbatasan yang harus dihadapi bangsa ini. Oleh karena itu, sambungnya, menjaga wilayah perbatasan bukan hanya menjadi tugas TNI, namun juga aparat Pemda di wilayah masing-masing. "Kini yang harus dipelihara adalah profesionalitas angggota TNI, patroli diperkuat, buat banyak pangkalan atau pelabuhan yang dilengkapi dengan radar, manfaatkan juga lahan perbatasan kita untuk hal yang produktif untuk kesejahteraan rakyat," tandasnya.
Sebelumnya dalam laporan yang dikeluarkan oleh Bangkok Post 28 Maret 2014 lalu menyebutkan, dua orang anggota TNI AL tewas dibunuh oleh nelayan Thailand. Nelayan tersebut diketahui tengah mencari ikan di wilayah Indonesia. Jasad dari dua anggota TNI yang diketahui bernama Sersan Mayor Alfriansyah dan seorang korban yang hanya diketahui bernama Edi. Mereka diketahui dibunuh di atas kapal Nattaya 7 dengan cara kepala dihantam palu dan badannya ditusuk hingga berkali-kali. Jasad keduanya dikabarkan dibuang ke laut dan hingga kini belum ditemukan.
Dengan tegas ia menyatakan, kedaulatan negara Indonesia tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Siapapun yang masuk ke wilayah Indonesia, harus ijin terlebih dahulu. "Bagi siapapun yang melanggar, atau melakukan perlawanan, bahkan hingga melakukan pembunuhan terhadap anggota kita yang sedang melakukan tugas patroli, harus ditindak tegas. Kalau perlu, tembak ditempat," tegas Ryamizard, kepada harianterbit.com.
Meski demikian ia menjelaskan, tindakan tegas tembak ditempat tersebut tak sembarangan bisa dilakukan. Harus ada prosedur yang dilakukan oleh petugas di lapangan yang melakukan patroli batas wilayah negara Indonesia. Pertama, ucap Ryamizard, harus ada tembakan peringatan terlebih dahulu. Jika hal itu tidak diindahkan, misalkan pelanggar wilayah tersebut melarikan diri atau bahkan menyerang petugas, barulah prosedur tembak ditempat bisa dilakukan.
Namun, terlepas dari hal itu ia mengakui ada yang salah dengan pengelolaan kekayaan laut Indonesia. Oleh karena itu, sambung Ryamizard, pengawasan seluruh wilayah perbatasan Indonesia harus ditingkatkan. Terlebih, kekayaan laut Indonesia khususnya di wilayah timur sangat berlimpah. "Bahkan, kekayaan laut di timur Indonesia bisa menghidupi setengah penduduk dunia. Tapi yang kaya siapa? Thailand kan," papar Ryamizard. Disinggung soal kurangnya armada laut yang dimiliki TNI AL untuk melakukan pengawasan, Ryamizard mengungkapkan, memang sudah selayaknya untuk ditambah.
Menurutnya, banyak potensi di dalam negeri yang sebenarnya bisa dimanfaatkan. Ia mencontohkan, banyak warga di Jawa Timur yang bisa membuat kapal laut dan dapat dimanfaatkan untuk menambah armada untuk pengawasan batas wilayah laut Indonesia. "Kalau mau, bisa kok. Banyak masyarakat di Jawa Timur yang bisa buat kapal. Tambah saja armadanya, daripada banyak uang negara menguap," ujarnya. Ketika disinggung terkait kemungkinan bantuan dari perusahaan swasta yang sifatnya corporate sosial responsibility (CSR), Ryamizard menyatakan hal itu sah-sah saja asal tidak ada 'embel-embel' dibelakangnya.
Ditambahkan Ryamizard, soal perbatasan yang menjadi perhatian tidak hanya laut, namun juga termasuk darat dan udara yang juga harus dijaga. Namun demikian, ia mengakui masih banyak keterbatasan yang harus dihadapi bangsa ini. Oleh karena itu, sambungnya, menjaga wilayah perbatasan bukan hanya menjadi tugas TNI, namun juga aparat Pemda di wilayah masing-masing. "Kini yang harus dipelihara adalah profesionalitas angggota TNI, patroli diperkuat, buat banyak pangkalan atau pelabuhan yang dilengkapi dengan radar, manfaatkan juga lahan perbatasan kita untuk hal yang produktif untuk kesejahteraan rakyat," tandasnya.
Sebelumnya dalam laporan yang dikeluarkan oleh Bangkok Post 28 Maret 2014 lalu menyebutkan, dua orang anggota TNI AL tewas dibunuh oleh nelayan Thailand. Nelayan tersebut diketahui tengah mencari ikan di wilayah Indonesia. Jasad dari dua anggota TNI yang diketahui bernama Sersan Mayor Alfriansyah dan seorang korban yang hanya diketahui bernama Edi. Mereka diketahui dibunuh di atas kapal Nattaya 7 dengan cara kepala dihantam palu dan badannya ditusuk hingga berkali-kali. Jasad keduanya dikabarkan dibuang ke laut dan hingga kini belum ditemukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar