Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu
yang cukup panjang, antara 50-100 tahun. Meskipun perlahan, dampaknya
sebagaian besar permukaan bumi menjadi panas. Berikut merupakan
data-data dari IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) yang
menggambarkan kondisi perubahan iklim yang terjadi saat ini bahwa telah
terjadi kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,76 derajat Celcius antara
periode 1850 – 2005, 11 dari 12 tahun terakhir (1995-2006) merupakan
tahun-tahun dengan rata-rata suhu terpanas sejak dilakukan pengukuran
suhu pertama kali pada tahun 1850. Kenaikan permukaan air laut global
rata-rata sebesar 1,8mm per tahun antara periode 1961 – 2003. serta
telah terjadi kekeringan yang lebih intensif pada wilayah yang lebih
luas sejak tahun 1970an, terutama di daerah tropis dan sub-tropis.
Karena
naiknya suhu bumi bisa mencairkan es di daerah kutub. Menurut IPCC
(Intergovernmental Panel on Climate Change), dalam 100 tahun terakhir
telah terjadi peningkatan air laut setinggi 10-25 cm. Sementara menurut
laporan Greenpeace, diperkirakan pada tahun 2100 mendatang akan terjadi
peningkatan air laut setinggi 19-95 cm. Peningkatan air laut setinggi 1
meter akan mengakibatkan hilangnya pulau atau daratan di dunia sebagai
contoh hilangnya daratan Mesir 1%, Belanda 6%, Bangladesh 17,5% dan
80%atol di kepulauan Marshall serta tenggelamnya pulau-pulau di, Fiji,
Samoa, Vanutu, Jepang, Filipina, serta Indonesia. Hal ini berarti
puluhan juta orang yang hidup di pesisir pantai harus mengungsi ke
daerah yang lebih tinggi.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2009), daerah pesisir dan pulau kecil yang akan tenggelam 100 tahun lagi dari sekarang meliputi daerah seluas 475.905 hektar atau rata-rata kehilangan lahan/ pulau sebesar 4,76 hektar per tahun. Perubahan iklim akan membawa bencana bagi 41 juta orang Indonesia yang tinggal di daerah pesisir dengan ketinggian di bawah 10 meter. Tenggelamnya tambak ikan dan udang di Karawang dan Subang telah mengakibatkan kerugian sebesar setengah juta dollar Amerika. Kenaikan muka air laut telah menenggelamkan 26 ribu kolam ikan di daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Suhu laut yang meningkat telah merusak terumbu karang di Bali Barat dan Kepulauan Pari pada kejadian El-Nino tahun 1997-1998.
Perubahan iklim yang hingga kini belum bisa teratasi dengan baik dinilai dapat mengancam keberadaan pulau-pulau di Indonesia. Saat ini saja, berdasarkan data yang dihimpun Indonesia Maritime Magazine, jumlah pulau telah banyak berkurang dari 17.504 pulau menjadi 17.480 pulau. Ini artinya, sudah 24 pulau hilang dari permukaan bumi dan jika tidak segera diantisipasi, tidak menutup kemungkinan, pada tahun 2030, Indonesia akan kembali kehilangan sekitar 2.000 pulau lagi. Ancaman ini, kata Sahala Hutabarat, disebabkan panasnya suhu udara yangn mengakibatkan kutub es perlahan tapi pasti mencair dan air laut pun berangsur mengalami kenaikan.
“Selain banyak pulau yang musnah, permukaan laut akan naik secara signifikan. Bisa dibayangkan berapa besar kehilangan dan penderitaan yang ditanggung bangsa kita,” imbuhnya. Menurut Sahala, pemerintah harus secepatnya meminimilisir kemungkinan terimbas dampak perubahan iklim melalui pola pendekatan baik dari sisi sumberdaya manusianya, lingkungan maupun penataan aktifitas ekonomi.
“Yang terpenting juga ke depan diharapkan para pemangku kepentingan dalam menjalankan perannya akan memiliki pijakan bersama dalam upaya pengelolaan sumber daya alam dan adaptasi perubahan iklim, memperkuat keberdayaan warga dan daerah sesuai dengan karasteristik ekositem, problemantika dan tantangan daerah kepulauan,” imbuhnya.
Subandono Diposaptono seorang pakar kelautan dari KKP mengatakan bahwa laju kenaikan rata-rata paras muka laut Indonesia itu dipengaruhi oleh enam faktor, tetapi tidak didominasi perubahan iklim. Menurut dia, data kenaikan paras muka laut di Indonesia diambil beberapa instansi. Dari pemantauan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional diperoleh data di Jakarta, Semarang, Jepara, Batam, Kupang, Biak, dan Sorong yang angkanya 5-10 mm per tahun.
Hasil penelitian Institut Teknologi Bandung memperlihatkan laju kenaikan paras laut di Belawan 7,83 mm per tahun, Jakarta 4,38 mm, Semarang 9,27 mm, dan Surabaya 5,47 mm per tahun. Pemantauan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk Panjang, Lampung, menunjukkan laju kenaikan 4,15 mm per tahun.Menurut Subandono, kenaikan paras muka laut sebagai dampak perubahan iklim hanya dipengaruhi dua proses, yaitu pencairan es di kutub dan proses pemuaian air laut akibat pemanasan global. Seluruhnya ada enam faktor penyebab, katanya.
Faktor-faktor lainnya, lanjutnya, adalah meliputi dampak perubahan kerak bumi akibat aktivitas tektonik penurunan tanah akibat gempa atau aktivitas seismik dan pemampatan tanah akibat kondisi tanah yang labil.Selain itu, ada penurunan tanah akibat aktivitas manusia, misal pengambilan air tanah, ekstraksi gas dan minyak, atau pembebanan dengan bangunan.
Faktor keenam, yaitu adanya variasi akibat fluktuasi iklim seperti fenomena La Nina yang membawa aliran air hangat dari Samudra Pasifik ke Indonesia, kata Subandono. Menurut dia, enam faktor penyebab kenaikan paras muka laut itu penting diketahui untuk menetapkan agenda adaptasi dan mitigasi. (indomaritimeinstitute.org)
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2009), daerah pesisir dan pulau kecil yang akan tenggelam 100 tahun lagi dari sekarang meliputi daerah seluas 475.905 hektar atau rata-rata kehilangan lahan/ pulau sebesar 4,76 hektar per tahun. Perubahan iklim akan membawa bencana bagi 41 juta orang Indonesia yang tinggal di daerah pesisir dengan ketinggian di bawah 10 meter. Tenggelamnya tambak ikan dan udang di Karawang dan Subang telah mengakibatkan kerugian sebesar setengah juta dollar Amerika. Kenaikan muka air laut telah menenggelamkan 26 ribu kolam ikan di daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Suhu laut yang meningkat telah merusak terumbu karang di Bali Barat dan Kepulauan Pari pada kejadian El-Nino tahun 1997-1998.
Perubahan iklim yang hingga kini belum bisa teratasi dengan baik dinilai dapat mengancam keberadaan pulau-pulau di Indonesia. Saat ini saja, berdasarkan data yang dihimpun Indonesia Maritime Magazine, jumlah pulau telah banyak berkurang dari 17.504 pulau menjadi 17.480 pulau. Ini artinya, sudah 24 pulau hilang dari permukaan bumi dan jika tidak segera diantisipasi, tidak menutup kemungkinan, pada tahun 2030, Indonesia akan kembali kehilangan sekitar 2.000 pulau lagi. Ancaman ini, kata Sahala Hutabarat, disebabkan panasnya suhu udara yangn mengakibatkan kutub es perlahan tapi pasti mencair dan air laut pun berangsur mengalami kenaikan.
“Selain banyak pulau yang musnah, permukaan laut akan naik secara signifikan. Bisa dibayangkan berapa besar kehilangan dan penderitaan yang ditanggung bangsa kita,” imbuhnya. Menurut Sahala, pemerintah harus secepatnya meminimilisir kemungkinan terimbas dampak perubahan iklim melalui pola pendekatan baik dari sisi sumberdaya manusianya, lingkungan maupun penataan aktifitas ekonomi.
“Yang terpenting juga ke depan diharapkan para pemangku kepentingan dalam menjalankan perannya akan memiliki pijakan bersama dalam upaya pengelolaan sumber daya alam dan adaptasi perubahan iklim, memperkuat keberdayaan warga dan daerah sesuai dengan karasteristik ekositem, problemantika dan tantangan daerah kepulauan,” imbuhnya.
Subandono Diposaptono seorang pakar kelautan dari KKP mengatakan bahwa laju kenaikan rata-rata paras muka laut Indonesia itu dipengaruhi oleh enam faktor, tetapi tidak didominasi perubahan iklim. Menurut dia, data kenaikan paras muka laut di Indonesia diambil beberapa instansi. Dari pemantauan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional diperoleh data di Jakarta, Semarang, Jepara, Batam, Kupang, Biak, dan Sorong yang angkanya 5-10 mm per tahun.
Hasil penelitian Institut Teknologi Bandung memperlihatkan laju kenaikan paras laut di Belawan 7,83 mm per tahun, Jakarta 4,38 mm, Semarang 9,27 mm, dan Surabaya 5,47 mm per tahun. Pemantauan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk Panjang, Lampung, menunjukkan laju kenaikan 4,15 mm per tahun.Menurut Subandono, kenaikan paras muka laut sebagai dampak perubahan iklim hanya dipengaruhi dua proses, yaitu pencairan es di kutub dan proses pemuaian air laut akibat pemanasan global. Seluruhnya ada enam faktor penyebab, katanya.
Faktor-faktor lainnya, lanjutnya, adalah meliputi dampak perubahan kerak bumi akibat aktivitas tektonik penurunan tanah akibat gempa atau aktivitas seismik dan pemampatan tanah akibat kondisi tanah yang labil.Selain itu, ada penurunan tanah akibat aktivitas manusia, misal pengambilan air tanah, ekstraksi gas dan minyak, atau pembebanan dengan bangunan.
Faktor keenam, yaitu adanya variasi akibat fluktuasi iklim seperti fenomena La Nina yang membawa aliran air hangat dari Samudra Pasifik ke Indonesia, kata Subandono. Menurut dia, enam faktor penyebab kenaikan paras muka laut itu penting diketahui untuk menetapkan agenda adaptasi dan mitigasi. (indomaritimeinstitute.org)
http://www.cicip.net//read/98/sedikitnya-2000-pulau-indonesia-akan-lenyap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar