JAKARTA-Pemerintah
mengklaim terjadi penurunan pelanggaran di sektor perikanan dari 112
kapal yang ditangkap pada 2012 menjadi 68 kapal tahun lalu dengan
penurunan jumlah kapal yang di periksa, yakni 3,871 kapal pada 2013 dari
4.326 kapal pada tahun sebelumnya.
Selain
itu, meskipun jumlah perangkat Vessel Monitoring System (VMS) mengalami
peningkatan sebanyak 3.758 VMS pada 2013 dari 2.800 pada tahun
sebelumnya,
efektivitas VMS hanya 47,68 % pada tahun lalu dari tahun sebelumnya
sebesar 56,12%.
Dari
pemantauan VMS, tercatat yang terbanyak adalah pelanggaran lokasi
penangkapan sebanyak 122 kasus, teritorial 78 kasus, dan alih muatan (transhipment) yaitu 26 kasus.
“Kelihatannya
tren kapal yang ditangkap menurun, saya tidak langsung bahagia, hari
operasi kita yang semakin terbatas dan usia kapal yang semakin tua.
Tapi, penurunan ini juga bisa disebabkan monitor,
control, surveillance (MCS). Pengendalian itu sudah dilakukan di
darat. Semua kejahatan di laut, di mulai dari darat,” ujar Dirjen
Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Syahrin
Abdurrahman saat menyampaikan Refleksi Ditjen PSDKP 2013, selasa (4/2).
Syahrin menjelaskan modus illegal fishing di
wilayah perairan Indonesia kian lama juga kian canggih, seperti banyak
anak buah kapal (ABK) yang banyak menjual hasil tangkapan di laut atau
melakukan transhipment.Akhirnya, kata Syahrin, pelaku usaha mengalami penurunan pendapatan yang drastis dan negara kehilangan penerimaan pajak.Sayangnya,
dia mengakui pihaknya belum dapat mengkalkulasi berapa nilai riil
kerugian negara dari praktik-praktik pencurian ikan itu.
Dia
menjabarkan kementerian hanya memiliki data yang masih sangat umum dan
dangkal, yang hanya mengkalkulasi jumlah nilai ekonomi dari seluruh
tonase kapal-kapal yang ditangkap. KKP,
tuturnya, belum sampai menghitung berapa nelayan yang terdesak dan
terusir kapal-kapal pencuri dan berapa kerusakan perairan yang
diakibatkan praktik pencurian ini. Syahrin
juga memaparkan tidak ada efek jera bagi pencuri ikan yang tertangkap
karena umumnya hanya mendapatkan sanksi administratif, yaitu peringatan I
sampai III, baru kemudian bisa dicabut izinnya.Sementara, lanjutnya, untuk dapat mencabut izin kapal penangkap ikan, adalah wewenang dari Ditjen Perikanan Tangkap.
“Ada
kelemahan di undang-undang, yaitu pelanggar tidak diancam hukum pidana,
hanya peringatan sampai tiga kali dan sanksi administratif dari Ditjen
Perikanan Tangkap. Namun [kalau sudah tiga kali] baru dicabut izinnya.
Mereka ini tidak berhak mengajukan izin baru,” tuturnya.
Pada
kesempatan yang berbeda, Koalisi Rakyat untuk Keadilan perikanan
(Kiara) menilai ketidaksigapan dan masalah internal KKP yang menyebabkan
Indonesia terus-menerus mengalami kerugian besar. (Arys Adiya).
Sumber: Bisnis Indonesia, Rabu 5 Februari 2014, halaman 26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar