18 Oktober, 2013

Ikan Medaka Masih Menyimpan Banyak Misteri

Oleh Wahyu Chandra (Kontributor Sulawesi Selatan)
Wilayah perairan Sulawesi yang kaya akan ikan medaka. Ikan ini bisa hidup di perairan laut, payau dan tawar. Jika secara global telah ditemukan sebanyak 30 spesies, yang banyak ditemukan di wilayah  Asia, maka 14 spesies bisa ditemukan di perairan Indonesia, khusus Sulawesi. Foto: Wahyu Chandra
Wilayah perairan Sulawesi yang kaya akan ikan medaka. Ikan ini bisa hidup di perairan laut, payau dan tawar. Jika secara global telah ditemukan sebanyak 30 spesies, yang banyak ditemukan di wilayah Asia, maka 14 spesies bisa ditemukan di perairan Indonesia, khusus Sulawesi. Foto: Wahyu Chandra

Oryzias latipe atau di Jepang dikenal sebagai ikan medaka masih menyimpan banyak misteri hingga kini. Di Indonesia, ikan ini ada 14 spesies. Penelitian pada 2013, menemukan ikan jenis ini di Sungai Maros, Sulawesi Selatan.  

Ikan ini di Jepang, populer sebagai ikan hias ini menjadi perhatian banyak peneliti karena berguna sebagai indikator mengenali bahan-bahan berbahaya bagi manusia di wilayah perairan. Ikan ini biasa sebagai model organisme berbagai penelitian biologi, ilmu medis dan lingkungan.
Irma Adriani, peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan untuk Laut, Pantai dan Pulau Kecil Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengatakan, meskipun banyak penelitian dilakukan, namun masih banyak misteri ikan ini yang belum terungkap, baik aspek biologis, habitat, dan penyebaran.

Dalam simposium the 4th International Symposium of Oryzias Fish, di Makassar, Sabtu (12/10/13), Irma mengungkapkan, ikan ini juga dikenal memiliki daya tahan cuaca dan dapat hidup di beragam cuaca dengan kisaran temperatur antara 6-40oC. Ia memiliki variasi warna unik dengan variasi dari coklat atau kuning emas, putih, kuning krem atau oranye. Ikan ini bisa hidup di perairan laut, payau, dan tawar.

Keunikan ikan ini karena mudah manipulasi genetika yang memudahkan berkembang menjadi berbagai jenis spesies baru, dengan ukuran genom relatif kecil. Kehamilan pun terhitung pendek dengan masa masa reproduksi produktif, yang membuat mudah dikembangkan di laboratorium penelitian.

Menurut Irma, medaka layak dijadikan indikator biologi. Ia mempunyai beberapa kriteria yakni, memiliki kepekaan bagi sejumlah kecil polutan, distribusi luas dengan cukup berlimpah, dan memiliki kemampuan merekam dalam berbagai usia. Juga, penanganan kemudahan dalam sampling dan kultur laboratorium, dapat diamati dosis-efek polutan, penerapan di berbagai wilayah geografis dan lingkungan ekologi, serta memiliki relevansi dengan kebijakan dan manajemen kebutuhan.
Meski populer di Jepang, tetapi penyebaran ikan sepanjang 2-4 cm meluas di banyak negara perairan di Asia, termasuk Indonesia. Spesies ikan ini secara global sebanyak 30 spesies, dan 14 spesies dari Indonesia.

Salah satu kawasan di Sulawesi yang endemik ikan ini di Danau Matano dan Towuti. Di daerah ini, ikan yang termasuk genus Oryzias, subfamily Oryziinae ini dikenal dengan nama ikan opudi. Berbentuk kecil dengan warna terang menjadi sasaran tangkapan anak-anak yang bermain di danau dan sawah-sawah.

 Oryzias latipe atau di Jepang dikenal sebagai ikan medaka menjadi salah satu spesies ikan endemik Sulawesi, yang oleh warga lokal di Kabupaten Luwu Timur, Sulsel, disebut ikan opudi. Foto: Wikipedia
Oryzias latipes atau di Jepang dikenal sebagai ikan medaka menjadi salah satu spesies ikan endemik Sulawesi, yang oleh warga lokal di Kabupaten Luwu Timur, Sulsel, disebut ikan opudi. Foto: Wikipedia

Penyebaran medaka ternyata banyak di sepanjang Sungai Maros, Sulsel. Hasil penelitian pada Agustus 2013, menunjukkan ada kelimpahan populasi ikan ini, khusus dua spesies endemik Sulawesi, yaitu Oryzias celebensis dan Oryzias javanicus.
Irma mengatakan, populasi medaka di Sulawesi dengan segala keunikan menarik minat peneliti seluruh dunia untuk mengkaji lebih jauh, hingga kerjasama internasional terkait ke depan lebih banyak.

“Banyak yang ingin mengambil sampel penelitian pada kunjungan kami di Danau Towuti dan Matano namun kami belum bisa kami izinkan. Penelitian ikan ini akan kami lakukan di sini, sehingga permintaan sampel dari peneliti dari negara lain tidak kami berikan saat ini,” ungkap Irma.
Irma menambahkan, dalam waktu dekat akan dibangun Pusat Penelitian Ikan Medaka di Unhas. Pembangunan ini sudah menjadi agenda di daerah-daerah endemik ikan  ini.
Dengan ada pusat penelitian, tidak hanya diharapkan pada penelitian semata juga menjaga keberlangsungan ikan ini dari kepunahan. “Ikan yang berkembang biak alami di alam bisa punah jika tidak dilestarikan dengan baik.”

Simposium ini kali keempat dilakukan secara global dengan tema Biodiversity and Environmental Science of Marine and Fresh Water. Sebelumnya, di Thailand pada 2007 dan 2009, dan Malaysia pada 2011.

Pada acara kali ini tak terbatas pada ekologi medaka tetapi lebih jauh terkait perbandingan antarspesies dan proses persilangan antarikan ini. Salah satu, apa yang dikembangkan Prof S Hamaguchi dari Tokyo University. Dia melakukan persilangan medaka dari dua spesies Oryzias berbeda, menghasilkan spesies baru yang lebih tahan air laut.

http://www.mongabay.co.id/2013/10/15/ikan-medaka-masih-menyimpan-banyak-misteri/

Tidak ada komentar: