Pengembangan pariwisata disusun dalam integrated master plan, terkait dengan semua kepentingan dan harmonis bagi keberlangsungan alam.
Kepulauan Maladewa terbangun di atas konsep sustainable marine tourism.
Gugusan kepulauan atol di Samudra Hindia ini sekarang telah disebut
contoh terbaik untuk pengembangan wisata berkelanjutan sekaligus menjadi
destinasi incaran para pelancong internasional.
"Kami sungguh memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di dalam
negeri," demikian terang Moosa Zameer Hassan, Deputy Director
General-Ministry of Tourism Arts & Culture Republic of Maldives yang
bicara pada saat workshop internasional "Pemanfaatan Kawasan
Konservasi Perairan untuk Pengembangan Ekonomi Kelautan",
diselenggarakan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Indonesia, di
Jakarta (1/4).
Ia memaparkan, pembangunan pariwisata disusun dalam bentuk integrated master plan—
yang melalui berbagai strategi— dapat menautkan kepentingan semua
pihak. Serta harmonis bagi keberlangsungan alam pula. Seluruh kebijakan
pariwisata menyasar pembangunan berkelanjutan dan pengembangan sektor.
Misalnya, perikanan tangkap yang berkelanjutan serta merta
dikembangkan menjadi satu mata pencaharian utama di tengah masyarakat
kepulauan, dan saat ini telah menyumbang 1,5-3 persen pendapatan produk
domestik bruto (GDP).
"Kepulauan Maladewa juga akan tetap memelihara daya saing destinasi
kami sementara kian mengembangkan strategi inovasi, teknologi, dan
solusi untuk keberlanjutan," tuntasnya.
Prinsip-prinsip tersebut, dikatakan Sunoto, penasihat senior di KKP,
penting dan bisa diterapkan Indonesia yang ditunjang oleh kekayaan laut.
"Maladewa berhasil mewujudkan potensi kemakmuran lewat kelautan dan
perikanan, kita bisa mengadopsi dasar-dasarnya dalam merintis ekonomi
biru," ucap Sunoto.
Menurut Christian Fenie, seorang konsultan pariwisata, pulau-pulau
Indonesia sebagai surga pariwisata, bahkan taman laut di Indonesia timur
merupakan yang terkaya di dunia. Pria kelahiran Prancis ini selama 32
tahun terakhir mengabdikan diri untuk memajukan kepariwisataan di
Indonesia, terutama wilayah lautan Indonesia Timur.
Ia menambahkan, sudah seyogyanya program pembangunan destinasi
pariwisata melibatkan pakar atau konsultan pariwisata profesional
sebagai staf ahli untuk mendampingi pejabat/birokrat yang duduk di
pemerintahan—pengambil kebijakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar