14 Juli, 2013

PROSES PERADILAN TINDAK PIDANA PERIKANAN



Dr.H.Zainuddin,SH.M.hum[1]
 I.          Pendahuluan
Peradilan tindak pidana perikanan pada mulanya diatur dalam UU  no.9 tahun 1985, karena pertimbangan UU ini belum menampung semua pengolaan sumber daya ikan dan kurang mampu mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan,dan oleh karena itu UU ini perlu diganti.[2]
Undang-undang  no.31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagai pengganti UU no.9 tahun 1985,sebagai karya manusia yang semula dianggap sempurna dan dapat mengatur serta mengantisipasi perkembangan teknologi dan kebetulan hukum dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya ikan, ternyata dalam perjalannya yang baru berlaku selama 5 (lima) tahun 23 hari , mulai timbul persoalan baru yang dianggap sangat urgen dalam bidang tindak pidana peikanan yang belum tertampun dalam UU ini, sebagai akibat teknologi yang semakin canggih dan membawa konsekwensi tersendiri dalam bidang tindak pidana perikanan, mengharusakan pemerintah merasa perlu segera mengadakn perubahan beberapa pasal terhadap UU ini.

Inplementasi dari keinginan pemerintah untuk mengadakan perubahan terhadap beberapa  pasal dan UU ini, maka dikeluarkanlah UU no.45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU no.31 tahun 2004 tentang Perikanan yang mulai berlaku pada tanggal 26 Oktober 2009, dimana dalam Pasal 71 ayat (2) UU no.45 tahun2009 diselipkan perkataan  “pengadilan khusus “ , artinya pengadilan perikanan merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum.
 
Pengadilan perikanan berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Negara RI, baik dilakukan oleh warga negara RI maupun warga negara asing (Pasal 71 A).

Pengadilan Perikanan baru ada di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak, Bitung, dan Tual, sedangkan di Sulawesi Selatan dan Barat belum ada Pengadilan Perikanan, maka berdasarkan Pasal 106 dan 107 yang pada intinya bahwa selama belum di bentuk Pengadilan Perikanan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 71 ayat (3), terhadap tindak Pidana dibidang perikanan yang terjadi di luar daerah Hukum Pengadilan Perikanan, tetap diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan Negeri yang berwenang dengan menggunakan Hukum Acara yang di atur dalam Undang-undang ini termasuk penyidikan dan penuntutannya, artinya semua Pengadilan Negeri yang ada dalam wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, apabila ada tindak Pidana perikanan maka Pengadilan Negeri yang bersangkutan dalam wilayah hukumnya berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut dan sudah sudah dilaksanakan dalam praktik Peradilan selama ini.
Pasal 108, menyatakan bahwa pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
a.       Perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di daerah hukum Pengadilan Perikanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasala 71 ayat (3) yang masih dalam tahap penyidikan atau penuntutan tetap diberlakukan hukum acara yang berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini.
b.      Perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di daerah hukum Pengadilan Perikanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasala 71 ayat (3) yang sudah diperiksa tetapi belum diputus oleh Pengadilan Negeri tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan sesuai dengan hukum acara yang berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini, dan
c.       perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di daerah hukum Pengadilan Perikanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasala 71 ayat (3) yang sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri tetapi belum mulai diperiksa, dilimpahkan kepada Pengadilan Perikanan yang berwenang.

II.       Pembahasan
Sebelum membahas secara mendalam tentang pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana di bidang Perikanan, terlebih dahulu perlu diketahui secara singkat tentang beberapa hal dibidang penyidikan dan penuntutan tindak pidana perikanan karena pembahasan secara mendalam kedua hal yang terakhir akan dibahas dalam makalah Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan sesuai materi yang disampaikan oleh panitia, namun demikian masalah penyedikan dan penuntuan yang dibahas dalam makalah ini, supaya menjadi satu kesatuan sampai tindak pidana perikanan itu disidangkan dan diputus oleh Majelis hakim Pengadilan Perikanan, selanjutnya perkara itu dianggap selesai.
 
A.    Penyelidikan
Penyedikan  tindak pidana perikanan diatur dalam Bab X1V, Bagian Ke 1, yaitu Pasal 72 dan Pasal 73.
Pasal 72 UU no.31 tahun 2004 menyatakan bahwa penyedikan dalam perkara tindak pidana dibidang perikanan, dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain  dalam UU ini (Pasal ini tidak ikut diubah).
Pasal 73 UU no 45 tahun 2009
1)      Penyidikan tindak pidana dibidang perikanan diwilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian Negara republik Indonesia.
2)      Selain penyidik TNI AL, penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perikanan yang terjadi di ZEEI.
3)      Penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perikanan yang terjadi di pelabuhan perikanan, diutamakan dilakukan oleh penyidik  Pegawai Negeri Sipil Perikanan.
4)      Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan  koordinasi dalam penanganan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan.

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penahanan terhadap tersangka paling lama 20 (dua puluh) hari, apabila pemeriksaan belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 10 (sepuluh) hari,setelah waktu 30(tiga puluh) hari tersebut berakhir penyidik harus mengeluarkan tersangka dari tahanan  demi hukum (pasal 73 B ayat (2), 3,5) UU no 45 tahun 2009.

B.     Penuntutan
Penuntutan dalam perkara tindak pidana dibidang perikanan diatur didalam Bagian Kedua, Pasal 74 sampai 76 UU no 31 tahun 2004.
Penuntutan dalam perkara tindak pidana dibidang perikanan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini (Pasal 74 UU No. 31 Tahun 2004), tidak ikut diubah.
Untuk kepentingan Penuntutan, Penuntut Umum berwenang melakukan penahanan terhadap Tersangka, paling lama 10 (sepuluh) hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 10 (sepuluh) hari, apabila jangka waktu 20 (dua puluh) hari telah berakhir, Tersangka harus dikeluarkan dari tahana demi hukum (Pasal 76 ayat (6, 7, 8) UU No. 45 Tahun 2009.

C.    Pemeriksaan di  Sidang Pengadilan
Pemeriksaan disidang Pengadilan dalam perkara tindak pidana di bidang perikanan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini (Bagian Ketiga, Pasal 77 UU No. 31 Tahun 2004 (pasal ini tidak ikut diubah).
Hakim Pengadilan Perikanan terdiri atas, Hakim Karir dan Hakim Ad Hoc, susunan Majelis Hakim terdiri atas 2 (dua) Hakim Ad Hoc dan 1 (satu) Hakim Karir, sekaligus bertindak sebagai Ketua Majelis (Pasal 78 ayat (1,2) UU No. 31 Tahun 2004
Pasal 78 A UU No. 45 Tahun 2009 ayat :
(1)   Setiap Pengadilan Negeri yang telah ada Pengadilan Perikanan, dibentuk subkepaniteraan Pengadilan Perikanan yang dipimpin oleh sorang Panitera Muda.
(2)   Dalam melaksanakan tugasnya, Panitera Muda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh beberapa orang Panitera Pengganti.
(3)   Panitera Muda dan Panitera Pengganti Pengadilan Perikanan berasal dari lingkungan Pengadilan Negeri.

Apabila perkara Tindak Pidana Perikanan telah diterima oleh Panitera Muda Pidana dalam hal ini, subkepaniteraan Pengadilan Perikanan, perkara tersebut setelah diberi nomor dan dicatat dalam register perkara kemudian diserahkan kepada Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri untuk dilengkapi dengan blanko penunjukan Majelis Hakim, kemudian berkas tersebut diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri/Perikanan untuk menunjuk Majelis Hakim  yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, selanjutnya perkara tersebut diserahkan kepada Panitera/Sekretaris untuk menunjuk Panitera Pengganti yang sudah pernah mengikuti penataran sertifikasi Panitera Pengganti Perikanan untuk mendampingi Majelis Majelis. Selanjutnya, berkas tersebut diserahkan kepada Majelis Hakim untuk menetapkan hari sidang dengan perintah kepada panitera pengganti supaya memberitahukan tanggal hari sidang tersebut kepada Penuntut Umum, supaya Penuntut Umum menghadirkan Terdakwa beserta barang bukti pada hari sidang yang telah ditentukan. Majelis Hakim dalam melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa pelaku tindak pidana perikanan berwenang melakukan penahanan paling lama 20 (dua puluh) hari dan apabila persidangan belum selesai penahanan tersebut dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri/Perikanan paling lama 10 (sepuluh) hari, sehingga apabila waktu 30 (tiga puluh) hari telah berakhir Terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum walaupun perkaranya belum diputus oleh Majelis Hakim (Pasal 80 ayat (1), Pasal 81 ayat (1,2,3) UU No. 31 Tahun 2004.

Pada umumnya persidangan tindak pidana dilakukan dengan hadirnya Terdakwa, namun dalam Tindak Pidana Perikanan pemeriksaan di sidang Pengadilan dapat dilaksanakan tanpa kehadiran Terdakwa (Pasal 79 dan Pasal 80 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2004.
Mengenai barang bukti diatur secara lengkap dalam Pasal 76 A, 76 B, 76 C UU No. 45 Tahun 2009 :
Pasal 76 A
Benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari Tindak Pidana Perikanan dapat dirampas untuk Negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri.
Pasal 76 B ayat :
(1)   Barang bukti hasil Tindak Pidana Perikanan yang mudah rusak atau memerlukan biaya perawatan yang lebih tinggi dapat dilelang dengan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri
(2)   Barang bukti hasil tindak pidana yang mudah rusah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa jenis ikan terlebih dahulu disisihkan sebagian untuk kepentingan pembuktian di Pengadilan.
Pasal 76 C ayat :
(1)   Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 A dapat dilelang untuk Negara.
(2)   Pelaksanaan lelang dilakukan oleh Badan Lelang Negara sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3)   Uang hasil pelelangan dari hasil penyitaan tindak pidana Perikanan disetor ke Kas Negara sebagai penerimaan Negara bukan pajak.
(4)   Aparat penegak hukum dibidang perikanan yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik dan pihak yang berjasa dalam upaya penyelamatan kekayaan Negara diberi penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)   Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan yang berupa Kapal Perikanan yang dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi Perikanan.

Dalam praktik terdapat beberapa bentuk surat dakwaan, yaitu :
1.      Surat dakwaan tunggal, yaitu terhadap Terdakwa hanya didakwakan 1 (satu) perbuatan yang memenuhi uraian dalam 1 (satu) pasal tertentu dari undang-undang.
2.      Surat dakwaan kumulatif, yaitu terhadap Terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana secara serempak yang masing-masing berdiri sendiri.
Terhadap bentuk dakwaan ini semua tindak pidana yang didakwakan harus dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum dan oleh Majelis/Hakim setiap dakwaan harus dipertimbangkan secara berurutan. Cara penulisan dakwaan kumulatif :
Kesatu, Kedua, Ketiga. dst atau Ke-satu, Ke-dua, Ke-tiga dst atau satu dan dua, dan tiga dst.
3.      Dakwaan subsidaritas
Dalam dakwaan ini terdapat beberapa tindak pidana yang dirumuskan secara beringkat (gradasi) mulai dari tindak pidana yang terberat sampai dengan tindak pidna yang teringan ancaman pidananya.
Dalam dakwaan ini yang terlebih dahulu dibuktikan adalah dakwaan primair, bila terbukti maka, dakwaan berikutnya tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam hal dakwaan primair tidak termbukti baru dibuktik dakwaan berikutnya.
4.      Surat dakwaan alternatif
Dalam dakwaan ini, kepada Terdakwa didakwa beberapa tindak pidana, masing-masing berbeda dalam uraian fakta namun berhubungan 1 (satu) dengan yang lainnya. Dalam dakwaan ini yang dibuktikan hanya 1 (satu) dakwaan saja. Dari hasil pemeriksaan persidangan, Hakim/Majelis dapat secara langsung memilih dakwaan mana yang lebih tepat dianggap telah memenuhi unsur-unsur salah-satu dari dakwaan tersebut.
Dakwaan ini sering dirumuskan dengan menggunakan kata “atau” antara beberapa pasal tindak pidana yang didakwakan.
5.      Dakwaan kombinasi, yaitu gabungan dari dakwaan yang berbentuk subsidaritas dan alternatif atau antara kumulatif dan subsidaritas atau antara kumulatif dan alternatif.[3]
            Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan ada 4 (empat) alat bukti yang sah ialah :
a.       Keterangan saksi
b.      Keterangan ahli
c.       Surat
d.      Petunjuk
e.       Keterangan Terdakwa

Pada prinsipnya alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP serta alat bukti sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diundangkan pada tanggal 21 April 2008.
Surat Elektronik (e-mail), website dan perangkat virtual lainnya sudah sudah diakui sebagai alat bukti (Digital Evidence) yang sah, sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana, selain sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.[4]

Majelis Hakim dalam melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa pelaku tindak pidana perikanan berwenang melakukan penahanan paling lama 20 hari dan apabila perkara tersebut belum diputus sedangkan masa penahanan 20 hari telah berakhir, maka penahanannya dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan paling lama 10 hari, setelah waktu 30 hari berakhir terdakwa harus segera dikeluarkan dari tahanan demi hukum, walaupun perkaranya belum diputus (Pasal 81 ayat (1,2,3))
Apabila salah satu pihak, baik penutut umum maupun terdakwa tidak menerima putusan Pengadilan Perikanan, dapat melakukan upaya hukum yaitu banding ke Pengadilan Tinggi, Hakim Pengadilan Tinggi berwenang melakukan penahanan terhadap terdakwa paling lama 20 hari dan apabila waktu 20 hari tersebut telah berakhir masih dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi paling lama 10 hari, sehingga apabila masa waktu 30 hari telah berakhir terdakwa harus segera dikeluarkan dari tahanan demi hukum, walaupun perkara tersebut belum diputus (Pasal 82 ayat (1,2,3,4))

Kalau putusan Pengadilan Tinggi tidak diterima oleh salah satu pihak,baik penuntut umum maupun Terdakwa , Dapat melakukan upaya hukum yaitu kasasi,Hakim kasasi dapat melakukan penahanan terhadap terdakwa paling lama 20 hari ,apabila waktu 20 hari telah berakhir penahanannya dapat diperpanjangan oleh Ketua Mahkama Agung atas permintaan hakim agung bersangkutan paling lama 10 hari, Sehingga apabila 30 hari telah berakhir terdakwa harus segera dikeluarkan dari tahanan demi hukum ,walaupun perkara tersebut belum diputus (Pasal 83 Ayat (1,2,3,4)

Ketentuan pidana dalam perkara tindak pidana dibidang perikanan diatur dalam Bab XV mulai dari Pasal 84 – 101.
Dalam praktek pelaku tindak pidana dibidang perikanan pada umumnya dikenakan Pasal 84 dan Pasal 85, terutama karena pelakunya adalah masyarakat yang pekerjaannya sehari-hari adalah nelayan atau orang yang menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak. Hal ini banyak terjadi didaerah Sulawesi Tengah, khusunya di Luwuk Banggai (pengalaman penulis sewaktu bertugas di Pengadilan Negeri Luwuk)

Tindak pidana dibidang perikanan yang dilakukan dengan menggunakan Kapal Penangkap Ikan berbendera asing sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 97, lebih banyak terjadi di daerah Tual, Pontianak, dan juga Jakarta Utara, namun pengalaman penulis selama menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri/Perikanan Jakarta Utara selama kurang lebih 2 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2011, tidak ada satupun perkara tindak pidana di bidang perikanan yang masuk ke Pengadilan Negeri/Perikanan Jakarta Utara, tetapi berdasarkan buku register yang ada diketahui bahwa di Pengadilan Negeri/Perikanan Jakarta Utara banyak terjadi tindak pidana dibidang perikanan yang melibatkan nelayan kecil dan ada juga beberapa diantaranya yang melibatkan kapal yang berbendera asing.
Khusus di Pengadilan Negeri Makassar, walaupun bukan merupakan Pengadilan Perikanan, tetapi ada beberapa tindak pidana dibidang perikanan yang diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan Negeri Makassar dengan menggunakan dasar hukum Pasal 106 dan Pasal 107 Bab XVI Ketentuan Peralihan. (Lihat Tabel)
Tabel7
Tahun
Jumlah Perkara
2007
12
2008
19
2009
18
2010
7
2011
18
2012
4

Keterangan :
1.      Hukuman terberat yang dijatuhkan kepada Terdakwa adalah 1 (satu) tahun dan denda Rp. 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah), subsider 2 (dua) bulan kurungan.
2.      Hukuman teringan adalah 10 (sepuluh) bulan dan denda Rp. 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah), subsider 2 (dua) bulan kurungan.
3.      Pada umumnya pasal – pasal yang didakwakan kepada terdakwa adalah Pasal 84, 85, 100 UU No. 31 Tahun 2004.
4.      Para terdakwa pada umumnya dilakukan penahanan, baik di Tingkat Penyidikan, Penuntutan sampai di Pengadilan Negeri Makassar.

PENAHANAN
Penyidik          : Pasal 73 B Ayat (2, 3, 5) UU No. 45 Tahun 2009                            : 20 + 10 = 30
PU                   : Pasal 76 Ayat (6,7,8) UU No. 45 Tahun 2009                                 : 10 + 10 = 20
PN                   : Pasal 81 Ayat (1,2,3) dan Pasal 80 UU No. 45 Tahun 2009            : 20 + 10 = 30
Hakim PT        : Pasal 83 Ayat (1,2,3,4)                                                                     : 20 + 10 = 30
Hakim Kasasi  : Pasal 83 Ayat (1,2,3,4)                                                                     : 20 + 10 = 30


7 Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Makassar
Ada beberapa Pengadilan Perikanan yang sebelumnya banyak menangani tindak pidana dibidang perikanan, namun beberapa tahun terakhir ini ada kecenderungan bahwa perkara tindak pidana dibidang perikanan cenderung menurun seperti yang terjadi di Pengadilan Perikanan Tual bahkan di Pengadilan Perikanan Jakarta Utara selama 3 tahun terakhir ini, tidak ada satupun perkara tindak pidana dibidang perikanan yang masuk ke Pengadilan Perikanan Jakarta Utara.
Tindak pidana dibidang perikanan harus terus ditegakkan dan pelakunya harus dikenakan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, baik pelakunya warga negara Indonesia maupun warga negara asing, karena apabila hal itu tidak dilakukan maka bukan hanya dapat merusak sumber daya ikan tetapi juga dapat mematikan ikan yang masih kecil yang pada akhirnya jumlah ikan semakin hari semakin habis juga dapat merusak lingkungan sekitarnya, terutama apabila penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak (bukan hanya ikan yang mati tetapi pelakunyapun ada yang meninggal atau mendapat cacat fisik seumur hidup pada saat menggunakan bahan peledak

Daftar Pustaka
1.       M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta. 2006
2.       Widodo, Sistem Penidanaan Dalam Cyber Crime Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial dalam Pidana Pengawasan bagi pelaku cyber crime, Laksbang Mediatana, Cetakan Pertama, Yogjakarta, 2008.
3.       UU No.45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU no.31 tahun 2004 tentang Perikanan
4.       UU  No.9 tahun 1985 tentang Perikanan
5.       Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
6.       KUHAP


Disampaikan pada : Acara Coaching Clinic PPNS Perikanan Tahun 2013 Surabaya, 26 – 30 Mei 2013

[1] Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Makassar
[2] UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Menimbang, Huruf C
[3] Tim Penyusun Pedoman Pelaksanan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam 4 (empat) Lingkungan Pengadilan, Buku II Edisi 2009, Penerbit Mahkamah Agung RI, 2001, hlm 233 - 236
[4] Widodo, Sistem Penidanaan Dalam Cyber Crime Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial dalam Pidana Pengawasan bagi pelaku cyber crime, Laksbang Mediatana, Cetakan Pertama, Yogjakarta, 2008, hlm. 223


Untuk kebutuhan Air Minum yang menyehatkan  coba konsumsi Air Izaura Air yang terbukti dapat membantu proses penyembuhan Kegemukan, Migran, Alergi, Sakit Maag, ASam Urat, Nyeri Sendi, Sambelit, Sakit Pinggang, Osteiporosis, Reumatk, Kanker, Vertigo, Ashma, Brinchitis, Darah Tinggi, Kencing Batu, Kolestrol, DIABetes, Jantung, Darah Rendah, Jerawat', WAsir dan Batu Ginzal. Dan menghilangkan racun dalam tubuh.
Mau Sehat dan Menyehatkan Minum Air Izaura
 Mau Meraih Penghasilan Besar, Membantu Kesehatan Semua Orang dan Memiliki Bisnis Yang Mudah Anda Jalankan dengan Modal 350 ribu s.d 500 ribu.
Berminat Hub Mukhtar, A.Pi  HP. 081342791003  
 
 
 
Cari Kos Kosan di Kota Kendari ini tempat 
 Kos Putri Salsabilla Kendari
 Hub 081342791003
 
 
Berminat Hub 081342791003 
 
 
 
Miliki Kavling tanah di Pusat Pemerintahan Kabupaten Bima di 
GRIYA GODO PERMAI
Investasi Kavling Tanah Perumahan di Griya Godo Permai yang merupakan Daerah Pengembangan Ibu Kota Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Jarak hanya + 1 Kilo meter dari Kantor Bupati Kab. Bima dan dari jalan utama hanya + 500 Meter.

Berminat Hub 081342791003 

4 komentar:

FS mengatakan...

Hallo pak Mukhtar yang baik,
Blog ini memang OK, sangat informatif dan komprehensif.

Mohon saya dibolehkan untuk menggunakan artikel yang ditulis bapak Dr. H. Zainuddin, SH.M.Hum sebagai rujukan atau hand-out dalam modul pelatihan penegakan hukum dan peningkatan kepatuhan di kawasan konservasi perairan. Jika diperkenankan, boleh saya mengetahui nomor kontak beliau.

Terima kasih,

Fedi Sondita,
FPIK-IPB

MUKHTAR A.Pi. M.Si mengatakan...

Silakan kami senang anda membaca blog kami semoga bermanfaat, silakan untuk mengambil sebagai referensi, semoga anda sukses selalu

MUKHTAR A.Pi. M.Si mengatakan...

Silakan kami senang anda membaca blog kami semoga bermanfaat, silakan untuk mengambil sebagai referensi, semoga anda sukses selalu

student mengatakan...

Thanks for the info