Dr.H.Zainuddin,SH.M.hum[1]
I.
Pendahuluan
Peradilan
tindak pidana perikanan pada mulanya diatur dalam UU no.9 tahun 1985, karena pertimbangan UU ini
belum menampung semua pengolaan sumber daya ikan dan kurang mampu mengantisipasi
perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi dalam rangka
pengelolaan sumber daya ikan,dan oleh karena itu UU ini perlu diganti.[2]
Undang-undang no.31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagai
pengganti UU no.9 tahun 1985,sebagai karya manusia yang semula dianggap
sempurna dan dapat mengatur serta mengantisipasi perkembangan teknologi dan
kebetulan hukum dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya
ikan, ternyata dalam perjalannya yang
baru berlaku selama 5 (lima) tahun 23 hari , mulai timbul persoalan baru yang
dianggap sangat urgen dalam bidang tindak pidana peikanan yang belum tertampun
dalam UU ini, sebagai akibat teknologi yang semakin canggih dan membawa
konsekwensi tersendiri dalam bidang tindak pidana perikanan, mengharusakan
pemerintah merasa perlu segera mengadakn perubahan beberapa pasal terhadap UU
ini.
Inplementasi
dari keinginan pemerintah untuk mengadakan perubahan terhadap beberapa pasal dan UU ini, maka dikeluarkanlah UU
no.45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU no.31 tahun 2004 tentang Perikanan yang
mulai berlaku pada tanggal 26 Oktober 2009, dimana dalam Pasal 71 ayat (2) UU
no.45 tahun2009 diselipkan perkataan
“pengadilan khusus “ , artinya pengadilan perikanan merupakan pengadilan
khusus yang berada di lingkungan peradilan umum.
Pengadilan
perikanan berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang
perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Negara RI, baik
dilakukan oleh warga negara RI maupun warga negara asing (Pasal 71 A).
Pengadilan
Perikanan baru ada di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak,
Bitung, dan Tual, sedangkan di Sulawesi Selatan dan Barat belum ada Pengadilan
Perikanan, maka berdasarkan Pasal 106 dan 107 yang pada intinya bahwa selama
belum di bentuk Pengadilan Perikanan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 71 ayat
(3), terhadap tindak Pidana dibidang perikanan yang terjadi di luar daerah Hukum
Pengadilan Perikanan, tetap diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan
Negeri yang berwenang dengan menggunakan Hukum Acara yang di atur dalam
Undang-undang ini termasuk penyidikan dan penuntutannya, artinya semua
Pengadilan Negeri yang ada dalam wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Sulawesi
Selatan dan Barat, apabila ada tindak Pidana perikanan maka Pengadilan Negeri
yang bersangkutan dalam wilayah hukumnya berwenang memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara tersebut dan sudah sudah dilaksanakan dalam praktik Peradilan
selama ini.
Pasal 108,
menyatakan bahwa pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
a. Perkara
tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di daerah hukum Pengadilan
Perikanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasala 71 ayat (3) yang masih dalam
tahap penyidikan atau penuntutan tetap diberlakukan hukum acara yang berlaku
sebelum berlakunya undang-undang ini.
b. Perkara
tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di daerah hukum Pengadilan
Perikanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasala 71 ayat (3) yang sudah
diperiksa tetapi belum diputus oleh Pengadilan Negeri tetap diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan sesuai dengan hukum acara yang
berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini, dan
c. perkara
tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di daerah hukum Pengadilan
Perikanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasala 71 ayat (3) yang sudah
dilimpahkan ke Pengadilan Negeri tetapi belum mulai diperiksa, dilimpahkan
kepada Pengadilan Perikanan yang berwenang.
II.
Pembahasan
Sebelum
membahas secara mendalam tentang pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara
tindak pidana di bidang Perikanan, terlebih dahulu perlu diketahui secara
singkat tentang beberapa hal dibidang penyidikan dan penuntutan tindak pidana
perikanan karena pembahasan secara mendalam kedua hal yang terakhir akan
dibahas dalam makalah Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan sesuai materi
yang disampaikan oleh panitia, namun demikian masalah penyedikan dan penuntuan
yang dibahas dalam makalah ini, supaya menjadi satu kesatuan sampai tindak
pidana perikanan itu disidangkan dan diputus oleh Majelis hakim Pengadilan
Perikanan, selanjutnya perkara itu dianggap selesai.
A.
Penyelidikan
Penyedikan tindak pidana perikanan diatur dalam Bab X1V,
Bagian Ke 1, yaitu Pasal 72 dan Pasal 73.
Pasal 72 UU
no.31 tahun 2004 menyatakan bahwa penyedikan dalam perkara tindak pidana dibidang
perikanan, dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan
lain dalam UU ini (Pasal ini tidak ikut
diubah).
Pasal 73 UU no
45 tahun 2009
1) Penyidikan
tindak pidana dibidang perikanan diwilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan,
Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian Negara republik
Indonesia.
2) Selain
penyidik TNI AL, penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perikanan yang terjadi di ZEEI.
3) Penyidikan
terhadap tindak pidana dibidang perikanan yang terjadi di pelabuhan perikanan,
diutamakan dilakukan oleh penyidik
Pegawai Negeri Sipil Perikanan.
4) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi dalam penanganan penyidikan tindak
pidana di bidang perikanan.
Untuk
kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penahanan terhadap tersangka
paling lama 20 (dua puluh) hari, apabila pemeriksaan belum selesai, dapat
diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 10 (sepuluh) hari,setelah waktu
30(tiga puluh) hari tersebut berakhir penyidik harus mengeluarkan tersangka
dari tahanan demi hukum (pasal 73 B ayat
(2), 3,5) UU no 45 tahun 2009.
B.
Penuntutan
Penuntutan
dalam perkara tindak pidana dibidang perikanan diatur didalam Bagian Kedua,
Pasal 74 sampai 76 UU no 31 tahun 2004.
Penuntutan
dalam perkara tindak pidana dibidang perikanan dilakukan berdasarkan hukum
acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini (Pasal 74
UU No. 31 Tahun 2004), tidak ikut diubah.
Untuk
kepentingan Penuntutan, Penuntut Umum berwenang melakukan penahanan terhadap
Tersangka, paling lama 10 (sepuluh) hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua
Pengadilan Negeri paling lama 10 (sepuluh) hari, apabila jangka waktu 20 (dua
puluh) hari telah berakhir, Tersangka harus dikeluarkan dari tahana demi hukum
(Pasal 76 ayat (6, 7, 8) UU No. 45 Tahun 2009.
C.
Pemeriksaan
di Sidang Pengadilan
Pemeriksaan
disidang Pengadilan dalam perkara tindak pidana di bidang perikanan dilakukan
berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini (Bagian Ketiga, Pasal 77 UU No. 31 Tahun 2004 (pasal ini
tidak ikut diubah).
Hakim
Pengadilan Perikanan terdiri atas, Hakim Karir dan Hakim Ad Hoc, susunan Majelis Hakim terdiri atas 2 (dua) Hakim Ad Hoc dan 1 (satu) Hakim Karir,
sekaligus bertindak sebagai Ketua Majelis (Pasal 78 ayat (1,2) UU No. 31 Tahun
2004
Pasal 78 A UU
No. 45 Tahun 2009 ayat :
(1) Setiap
Pengadilan Negeri yang telah ada Pengadilan Perikanan, dibentuk subkepaniteraan
Pengadilan Perikanan yang dipimpin oleh sorang Panitera Muda.
(2) Dalam
melaksanakan tugasnya, Panitera Muda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu
oleh beberapa orang Panitera Pengganti.
(3) Panitera
Muda dan Panitera Pengganti Pengadilan Perikanan berasal dari lingkungan
Pengadilan Negeri.
Apabila
perkara Tindak Pidana Perikanan telah diterima oleh Panitera Muda Pidana dalam
hal ini, subkepaniteraan Pengadilan Perikanan, perkara tersebut setelah diberi
nomor dan dicatat dalam register perkara kemudian diserahkan kepada
Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri untuk dilengkapi dengan blanko penunjukan
Majelis Hakim, kemudian berkas tersebut diserahkan kepada Ketua Pengadilan
Negeri/Perikanan untuk menunjuk Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut,
selanjutnya perkara tersebut diserahkan kepada Panitera/Sekretaris untuk
menunjuk Panitera Pengganti yang sudah pernah mengikuti penataran sertifikasi
Panitera Pengganti Perikanan untuk mendampingi Majelis Majelis. Selanjutnya,
berkas tersebut diserahkan kepada Majelis Hakim untuk menetapkan hari sidang
dengan perintah kepada panitera pengganti supaya memberitahukan tanggal hari
sidang tersebut kepada Penuntut Umum, supaya Penuntut Umum menghadirkan
Terdakwa beserta barang bukti pada hari sidang yang telah ditentukan. Majelis
Hakim dalam melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa pelaku tindak pidana perikanan
berwenang melakukan penahanan paling lama 20 (dua puluh) hari dan apabila
persidangan belum selesai penahanan tersebut dapat diperpanjang oleh Ketua
Pengadilan Negeri/Perikanan paling lama 10 (sepuluh) hari, sehingga apabila
waktu 30 (tiga puluh) hari telah berakhir Terdakwa harus dikeluarkan dari
tahanan demi hukum walaupun perkaranya belum diputus oleh Majelis Hakim (Pasal
80 ayat (1), Pasal 81 ayat (1,2,3) UU No. 31 Tahun 2004.
Pada umumnya
persidangan tindak pidana dilakukan dengan hadirnya Terdakwa, namun dalam
Tindak Pidana Perikanan pemeriksaan di sidang Pengadilan dapat dilaksanakan
tanpa kehadiran Terdakwa (Pasal 79 dan Pasal 80 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2004.
Mengenai
barang bukti diatur secara lengkap dalam Pasal 76 A, 76 B, 76 C UU No. 45 Tahun
2009 :
Pasal 76 A
Benda dan/atau alat yang
digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari Tindak Pidana Perikanan dapat
dirampas untuk Negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Ketua
Pengadilan Negeri.
Pasal 76 B ayat :
(1) Barang
bukti hasil Tindak Pidana Perikanan yang mudah rusak atau memerlukan biaya
perawatan yang lebih tinggi dapat dilelang dengan persetujuan Ketua Pengadilan
Negeri
(2) Barang
bukti hasil tindak pidana yang mudah rusah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa jenis ikan terlebih dahulu disisihkan sebagian untuk kepentingan
pembuktian di Pengadilan.
Pasal
76 C ayat :
(1) Benda
dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana Perikanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 A dapat dilelang untuk Negara.
(2) Pelaksanaan
lelang dilakukan oleh Badan Lelang Negara sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(3) Uang
hasil pelelangan dari hasil penyitaan tindak pidana Perikanan disetor ke Kas
Negara sebagai penerimaan Negara bukan pajak.
(4) Aparat
penegak hukum dibidang perikanan yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik
dan pihak yang berjasa dalam upaya penyelamatan kekayaan Negara diberi
penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Benda
dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan yang berupa
Kapal Perikanan yang dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan
dan/atau koperasi Perikanan.
Dalam praktik
terdapat beberapa bentuk surat dakwaan, yaitu :
1. Surat
dakwaan tunggal, yaitu terhadap Terdakwa hanya didakwakan 1 (satu) perbuatan yang
memenuhi uraian dalam 1 (satu) pasal tertentu dari undang-undang.
2. Surat
dakwaan kumulatif, yaitu terhadap Terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana
secara serempak yang masing-masing berdiri sendiri.
Terhadap
bentuk dakwaan ini semua tindak pidana yang didakwakan harus dibuktikan oleh
Jaksa Penuntut Umum dan oleh Majelis/Hakim setiap dakwaan harus dipertimbangkan
secara berurutan. Cara penulisan dakwaan kumulatif :
Kesatu, Kedua,
Ketiga. dst atau Ke-satu, Ke-dua, Ke-tiga dst atau satu dan dua, dan tiga dst.
3. Dakwaan
subsidaritas
Dalam dakwaan
ini terdapat beberapa tindak pidana yang dirumuskan secara beringkat (gradasi)
mulai dari tindak pidana yang terberat sampai dengan tindak pidna yang teringan
ancaman pidananya.
Dalam dakwaan
ini yang terlebih dahulu dibuktikan adalah dakwaan primair, bila terbukti maka,
dakwaan berikutnya tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam hal dakwaan primair tidak
termbukti baru dibuktik dakwaan berikutnya.
4. Surat
dakwaan alternatif
Dalam dakwaan
ini, kepada Terdakwa didakwa beberapa tindak pidana, masing-masing berbeda
dalam uraian fakta namun berhubungan 1 (satu) dengan yang lainnya. Dalam
dakwaan ini yang dibuktikan hanya 1 (satu) dakwaan saja. Dari hasil pemeriksaan
persidangan, Hakim/Majelis dapat secara langsung memilih dakwaan mana yang
lebih tepat dianggap telah memenuhi unsur-unsur salah-satu dari dakwaan
tersebut.
Dakwaan ini
sering dirumuskan dengan menggunakan kata “atau” antara beberapa pasal tindak
pidana yang didakwakan.
5. Dakwaan
kombinasi, yaitu gabungan dari dakwaan yang berbentuk subsidaritas dan
alternatif atau antara kumulatif dan subsidaritas atau antara kumulatif dan
alternatif.[3]
Dalam
Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan ada 4 (empat) alat bukti yang sah ialah :
a.
Keterangan saksi
b. Keterangan
ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan
Terdakwa
Pada
prinsipnya alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP serta alat
bukti sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diundangkan pada tanggal 21
April 2008.
Surat
Elektronik (e-mail), website dan perangkat virtual lainnya sudah sudah diakui
sebagai alat bukti (Digital Evidence) yang sah, sehingga dapat digunakan
sebagai alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana, selain sebagaimana
diatur dalam Pasal 184 KUHAP.[4]
Majelis
Hakim dalam melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa pelaku tindak pidana
perikanan berwenang melakukan penahanan paling lama 20 hari dan apabila perkara
tersebut belum diputus sedangkan masa penahanan 20 hari telah berakhir, maka
penahanannya dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan
paling lama 10 hari, setelah waktu 30 hari berakhir terdakwa harus segera dikeluarkan
dari tahanan demi hukum, walaupun perkaranya belum diputus (Pasal 81 ayat (1,2,3))
Apabila
salah satu pihak, baik penutut umum maupun terdakwa tidak menerima putusan
Pengadilan Perikanan, dapat melakukan upaya hukum yaitu banding ke Pengadilan
Tinggi, Hakim Pengadilan Tinggi berwenang melakukan penahanan terhadap terdakwa
paling lama 20 hari dan apabila waktu 20 hari tersebut telah berakhir masih
dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi paling lama 10 hari, sehingga
apabila masa waktu 30 hari telah berakhir terdakwa harus segera dikeluarkan
dari tahanan demi hukum, walaupun perkara tersebut belum diputus (Pasal 82 ayat
(1,2,3,4))
Kalau
putusan Pengadilan Tinggi tidak diterima oleh salah satu pihak,baik penuntut
umum maupun Terdakwa , Dapat melakukan upaya hukum yaitu kasasi,Hakim kasasi
dapat melakukan penahanan terhadap terdakwa paling lama 20 hari ,apabila waktu
20 hari telah berakhir penahanannya dapat diperpanjangan oleh Ketua Mahkama Agung
atas permintaan hakim agung bersangkutan paling lama 10 hari, Sehingga apabila
30 hari telah berakhir terdakwa harus segera dikeluarkan dari tahanan demi
hukum ,walaupun perkara tersebut belum diputus (Pasal 83 Ayat (1,2,3,4)
Ketentuan
pidana dalam perkara tindak pidana dibidang perikanan diatur dalam Bab XV mulai
dari Pasal 84 – 101.
Dalam
praktek pelaku tindak pidana dibidang perikanan pada umumnya dikenakan Pasal 84
dan Pasal 85, terutama karena pelakunya adalah masyarakat yang pekerjaannya
sehari-hari adalah nelayan atau orang yang menangkap ikan dengan menggunakan
bahan peledak. Hal ini banyak terjadi didaerah Sulawesi Tengah, khusunya di
Luwuk Banggai (pengalaman penulis sewaktu bertugas di Pengadilan Negeri Luwuk)
Tindak
pidana dibidang perikanan yang dilakukan dengan menggunakan Kapal Penangkap
Ikan berbendera asing sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 97, lebih banyak
terjadi di daerah Tual, Pontianak, dan juga Jakarta Utara, namun pengalaman
penulis selama menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri/Perikanan Jakarta Utara
selama kurang lebih 2 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2011, tidak ada
satupun perkara tindak pidana di bidang perikanan yang masuk ke Pengadilan
Negeri/Perikanan Jakarta Utara, tetapi berdasarkan buku register yang ada
diketahui bahwa di Pengadilan Negeri/Perikanan Jakarta Utara banyak terjadi
tindak pidana dibidang perikanan yang melibatkan nelayan kecil dan ada juga
beberapa diantaranya yang melibatkan kapal yang berbendera asing.
Khusus
di Pengadilan Negeri Makassar, walaupun bukan merupakan Pengadilan Perikanan,
tetapi ada beberapa tindak pidana dibidang perikanan yang diperiksa, diadili,
dan diputus oleh Pengadilan Negeri Makassar dengan menggunakan dasar hukum
Pasal 106 dan Pasal 107 Bab XVI Ketentuan Peralihan. (Lihat Tabel)
Tabel7
Tahun
|
Jumlah Perkara
|
2007
|
12
|
2008
|
19
|
2009
|
18
|
2010
|
7
|
2011
|
18
|
2012
|
4
|
Keterangan
:
1. Hukuman
terberat yang dijatuhkan kepada Terdakwa adalah 1 (satu) tahun dan denda Rp.
100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah), subsider 2 (dua) bulan kurungan.
2. Hukuman
teringan adalah 10 (sepuluh) bulan dan denda Rp. 100.000.000,00 (Seratus Juta
Rupiah), subsider 2 (dua) bulan kurungan.
3. Pada
umumnya pasal – pasal yang didakwakan kepada terdakwa adalah Pasal 84, 85, 100
UU No. 31 Tahun 2004.
4. Para
terdakwa pada umumnya dilakukan penahanan, baik di Tingkat Penyidikan,
Penuntutan sampai di Pengadilan Negeri Makassar.
PENAHANAN
Penyidik : Pasal 73 B Ayat (2, 3, 5) UU No. 45 Tahun 2009 : 20 + 10 = 30
PU : Pasal 76
Ayat (6,7,8) UU No. 45 Tahun 2009 :
10 + 10 = 20
PN : Pasal 81
Ayat (1,2,3) dan Pasal 80 UU No. 45 Tahun 2009 :
20 + 10 = 30
Hakim PT : Pasal 83 Ayat (1,2,3,4) :
20 + 10 = 30
Hakim Kasasi : Pasal 83 Ayat (1,2,3,4) :
20 + 10 = 30
7
Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Makassar
Ada
beberapa Pengadilan Perikanan yang sebelumnya banyak menangani tindak pidana
dibidang perikanan, namun beberapa tahun terakhir ini ada kecenderungan bahwa
perkara tindak pidana dibidang perikanan cenderung menurun seperti yang terjadi
di Pengadilan Perikanan Tual bahkan di Pengadilan Perikanan Jakarta Utara
selama 3 tahun terakhir ini, tidak ada satupun perkara tindak pidana dibidang
perikanan yang masuk ke Pengadilan Perikanan Jakarta Utara.
Tindak
pidana dibidang perikanan harus terus ditegakkan dan pelakunya harus dikenakan
hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, baik pelakunya warga negara
Indonesia maupun warga negara asing, karena apabila hal itu tidak dilakukan maka
bukan hanya dapat merusak sumber daya ikan tetapi juga dapat mematikan ikan
yang masih kecil yang pada akhirnya jumlah ikan semakin hari semakin habis juga
dapat merusak lingkungan sekitarnya, terutama apabila penangkapan ikan dengan
menggunakan bahan peledak (bukan hanya ikan yang mati tetapi pelakunyapun ada
yang meninggal atau mendapat cacat fisik seumur hidup pada saat menggunakan
bahan peledak
Daftar Pustaka
1. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan
dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan
Peninjauan Kembali, Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta. 2006
2. Widodo, Sistem Penidanaan Dalam
Cyber Crime Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial dalam Pidana Pengawasan bagi
pelaku cyber crime, Laksbang Mediatana, Cetakan Pertama, Yogjakarta, 2008.
3. UU
No.45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU no.31 tahun 2004 tentang Perikanan
4. UU No.9 tahun 1985 tentang Perikanan
5. Undang-Undang
No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
6. KUHAP
Disampaikan pada : Acara Coaching Clinic PPNS Perikanan
Tahun 2013 Surabaya, 26 – 30 Mei 2013
[1]
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Makassar
[2] UU
No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Menimbang, Huruf C
[3]
Tim Penyusun Pedoman Pelaksanan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam 4 (empat)
Lingkungan Pengadilan, Buku II Edisi 2009, Penerbit Mahkamah Agung RI, 2001,
hlm 233 - 236
[4]
Widodo, Sistem Penidanaan Dalam Cyber Crime Alternatif Ancaman Pidana Kerja
Sosial dalam Pidana Pengawasan bagi pelaku cyber crime, Laksbang Mediatana,
Cetakan Pertama, Yogjakarta, 2008, hlm. 223
Untuk
kebutuhan Air Minum yang menyehatkan coba konsumsi Air Izaura Air yang terbukti dapat membantu proses
penyembuhan Kegemukan, Migran, Alergi, Sakit Maag, ASam Urat, Nyeri Sendi,
Sambelit, Sakit Pinggang, Osteiporosis, Reumatk, Kanker, Vertigo, Ashma,
Brinchitis, Darah Tinggi, Kencing Batu, Kolestrol, DIABetes, Jantung, Darah
Rendah, Jerawat', WAsir dan Batu Ginzal. Dan menghilangkan racun dalam tubuh.
Mau Sehat dan
Menyehatkan Minum Air Izaura
Mau Meraih Penghasilan Besar, Membantu Kesehatan Semua Orang dan Memiliki Bisnis Yang Mudah Anda Jalankan dengan Modal 350 ribu s.d 500 ribu.
Berminat Hub Mukhtar, A.Pi HP.
081342791003
|
Cari Kos Kosan di Kota Kendari ini
tempat
Kos Putri Salsabilla Kendari
Hub 081342791003 |
Berminat Hub
081342791003
|
Investasi Kavling Tanah Perumahan di
Griya Godo Permai yang merupakan Daerah Pengembangan Ibu Kota Kabupaten Bima
Nusa Tenggara Barat. Jarak hanya + 1 Kilo meter dari Kantor Bupati Kab. Bima
dan dari jalan utama hanya + 500 Meter.
Berminat Hub
081342791003
|
4 komentar:
Hallo pak Mukhtar yang baik,
Blog ini memang OK, sangat informatif dan komprehensif.
Mohon saya dibolehkan untuk menggunakan artikel yang ditulis bapak Dr. H. Zainuddin, SH.M.Hum sebagai rujukan atau hand-out dalam modul pelatihan penegakan hukum dan peningkatan kepatuhan di kawasan konservasi perairan. Jika diperkenankan, boleh saya mengetahui nomor kontak beliau.
Terima kasih,
Fedi Sondita,
FPIK-IPB
Silakan kami senang anda membaca blog kami semoga bermanfaat, silakan untuk mengambil sebagai referensi, semoga anda sukses selalu
Silakan kami senang anda membaca blog kami semoga bermanfaat, silakan untuk mengambil sebagai referensi, semoga anda sukses selalu
Thanks for the info
Posting Komentar