Perintah kepada BBPOM
BANDA ACEH -
Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah menyerukan kepada Balai Besar
Pemeriksaan Obat dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh untuk memeriksa seluruh
produk makanan dan minuman lokal maupun luar yang beredar di Aceh. Tidak
terkecuali ikan segar hasil tangkapan nelayan dan ikan asin sebagai
produk olahan.
“Menurut informasi yang kami terima, banyak pedagang pengumpul ikan di Aceh maupun luar Aceh yang menggunakan bahan formalin atau pengawet mayat manusia untuk pengawetan ikan yang hendak dikirimnya ke daerah tertentu, supaya ikannya kelihatan tetap segar dan terkesan baru ditangkap dari laut,” ungkap Gubernur Zaini kepada Kepala BBPOM Banda Aceh, Sjamsuliani, pada saat meninjau stan pameran BBPOM Banda Aceh pada acara pembukaan Expo Aceh 2013 di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Rabu (5/6).
“Menurut informasi yang kami terima, banyak pedagang pengumpul ikan di Aceh maupun luar Aceh yang menggunakan bahan formalin atau pengawet mayat manusia untuk pengawetan ikan yang hendak dikirimnya ke daerah tertentu, supaya ikannya kelihatan tetap segar dan terkesan baru ditangkap dari laut,” ungkap Gubernur Zaini kepada Kepala BBPOM Banda Aceh, Sjamsuliani, pada saat meninjau stan pameran BBPOM Banda Aceh pada acara pembukaan Expo Aceh 2013 di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Rabu (5/6).
Gubernur mengatakan, upaya BBPOM Banda
Aceh memeriksa makanan dan minuman yang diperjualbelikan pedagang
makanan gerobak di Blang Padang, Banda Aceh, yang hasilnya sudah
diumumkan ke publik, patut diapresiasi.
Tapi, menurut Gubernur Zaini, upaya seperti itu hendaknya jangan hanya sebatas Lapangan Blang Padang, melainkan harus dilakukan meluas ke lokasi lainnya, semisal pabrik pembuat mi, bakso, tahu, dan lainnya yang patut diduga masih menggunakan bahan pengawet berbahaya untuk mengawetkan produk makanannya, seperti boraks, formalin, sari manis, atau pemanis buatan dan lainnya.
Jenis-jenis pengawet buatan itu, kata Doto Zaini, sangat membahayakan kesehatan manusia. Dampak dari makanan dan minuman yang menggunakan pengawet buatan, seperti boraks, formalin, sari manis atau sejenisnya itu tidak langsung sakit setelah dikonsumsi, tapi beberapa tahun kemudian barulah dirasakan akibatnya.
“Depkes telah melarangnya, tapi kenapa produsen bakso, mi, tahu dan lainnya masih saja menggunakannya?” gugat dokter jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ini.
Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan, serta dinas/ badan lainnya yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan produksi makanan dan minuman, menurut Gubernur Zaini, harus turun ke lapangan melakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk pencegahan dari kontaminasi zat pengawet berbahaya.
Sedangkan produsen dan pedagang yang membandel, segera periksa kemudian laporkan kepada polisi untuk dilakukan penyidikan dan penuntutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi pelajaran dan sanksi kepada produsen bakso, mi, dan tahu serta lainnya yang sengaja terus menggunakan bahan terlarang itu untuk makanan dan minuman yang ia dagangkan.
Padahal, kata Gubernur Zaini, sanksi denda maupun kurungan bagi pelanggar UU Perlindungan Konsumen itu sangatlah berat. Dendanya mencapai ratusan juta sampai miliaran rupiah. Kemudian sanksi kurungannya juga terbilang tinggi, 5-10 tahun.
Untuk pelajaran bagi produsen yang bandel, tegas Gubernur, BBPOM bersama dinas/badan terkait perlu segera melakukan penyuluhan kepada produsen makanan dan minuman yang masih menggunakan bahan berbahaya tersebut.
Terhadap produsen yang membandel dan sudah berulang-ulang diperingatkan, tapi masih saja ditemukan bahan terlarang itu di dalam barang dagangnya, maka yang bersangkutan, kata Gubernur Zaini, diserahkan saja ke polisi untuk diproses hingga ke pengadilan. (her)
Tapi, menurut Gubernur Zaini, upaya seperti itu hendaknya jangan hanya sebatas Lapangan Blang Padang, melainkan harus dilakukan meluas ke lokasi lainnya, semisal pabrik pembuat mi, bakso, tahu, dan lainnya yang patut diduga masih menggunakan bahan pengawet berbahaya untuk mengawetkan produk makanannya, seperti boraks, formalin, sari manis, atau pemanis buatan dan lainnya.
Jenis-jenis pengawet buatan itu, kata Doto Zaini, sangat membahayakan kesehatan manusia. Dampak dari makanan dan minuman yang menggunakan pengawet buatan, seperti boraks, formalin, sari manis atau sejenisnya itu tidak langsung sakit setelah dikonsumsi, tapi beberapa tahun kemudian barulah dirasakan akibatnya.
“Depkes telah melarangnya, tapi kenapa produsen bakso, mi, tahu dan lainnya masih saja menggunakannya?” gugat dokter jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ini.
Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan, serta dinas/ badan lainnya yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan produksi makanan dan minuman, menurut Gubernur Zaini, harus turun ke lapangan melakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk pencegahan dari kontaminasi zat pengawet berbahaya.
Sedangkan produsen dan pedagang yang membandel, segera periksa kemudian laporkan kepada polisi untuk dilakukan penyidikan dan penuntutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi pelajaran dan sanksi kepada produsen bakso, mi, dan tahu serta lainnya yang sengaja terus menggunakan bahan terlarang itu untuk makanan dan minuman yang ia dagangkan.
Padahal, kata Gubernur Zaini, sanksi denda maupun kurungan bagi pelanggar UU Perlindungan Konsumen itu sangatlah berat. Dendanya mencapai ratusan juta sampai miliaran rupiah. Kemudian sanksi kurungannya juga terbilang tinggi, 5-10 tahun.
Untuk pelajaran bagi produsen yang bandel, tegas Gubernur, BBPOM bersama dinas/badan terkait perlu segera melakukan penyuluhan kepada produsen makanan dan minuman yang masih menggunakan bahan berbahaya tersebut.
Terhadap produsen yang membandel dan sudah berulang-ulang diperingatkan, tapi masih saja ditemukan bahan terlarang itu di dalam barang dagangnya, maka yang bersangkutan, kata Gubernur Zaini, diserahkan saja ke polisi untuk diproses hingga ke pengadilan. (her)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar