09 Juni, 2013

Ditjen PSDKP Melaksanakan Temu Teknis Pengawas Perikanan Tingkat Lanjutan Tahun 2013 di Bandung



 Dalam rangka meningkatkan kinerja Pengawas Perikanan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, Direktorat Pengawasan Sumber Daya Perikanan Ditjen Pengawasan SDKP KKP telah menyelenggarakan Temu Teknis Pengawas Perikanan Tingkat Lanjutan Tahun 2013 pada tanggal 3 s/d 6 Juni 2013 di Garden Permata Hotel Bandung Jawa Barat dengan tema Melalui Temu Teknis Pengawas Perikanan Kita Wujudkan Indonesia Bebas Illegal Fishing  dan Kegiatan yang Merusak Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Guna Mendukung Industrialisasi Perikanan yang Berbasis Blue Economy.
         
Kegiatan Temu Teknis Pengawas Perikanan Tingkat Lanjutan Tahun 2013  dibuka oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan Bapak Syahrin Abdurrahman, SE didampingin oleh Bapak Ir. Ahmad Haryadi, M.Si Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan  Propinsi Jawa Barat dan Ir. Sere Aline Tampubolon, MM  Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan serta di hadiri oleh 200 orang Pengawas Perikanan dari seluruh Indonesia. 
           Diselenggarakannya Temu Teknis Pengawas Perikanan Tingkat Lanjutan Tahun 2013  ini bertujuan untuk :
1.    Meningkatkan Kinerja pengawas perikanan dalam melaksanakan tugas pengawasan sumber daya perikanan terutama pemahaman materi teknis pengawasan di bidang penangkapan ikan, pengangkutan dan pemasaran hasil perikanan serta budidaya.
2.    Teridentifikasinya permasalahan dan hambatan dalam implementasi pengawasan perikanan dan solusinnya serta bahan kebijakan pengembangan sumber daya manusia pengawasan, peningkatan sarana dan prasarana dan sistem pengawasan perikanan.
 
Dan Sasarannya adalah terciptannya kesepahaman strategi dan implementasi operasional pengawasan sumber daya perikanan baik ditingkat pusat maupun daerah oleh pengawas perikanan.
 
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan pada sambutannya mengatakan Kita menyadari bahwa permasalahan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan semakin hari semakin berkembang dan kompleks, sehingga diperlukan terobosan dan langkah-langkah pengawasan yang konkrit untuk mengantisipasi berbagai persoalan yang terjadi di lapangan. Permasalahan yang paling mengemuka adalah maraknya illegal  fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal perikanan asing (KIA) maupun kapal perikanan Indonesia (KII), usaha budidaya ikan yang tidak sesuai ketentuan, sehingga menyebabkan timbulnya kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan.
 
Adapun dampak dari meningkatnya illegal  fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia  antara lain adalah: semakin tingginya ancaman terhadap kelestarian sumber daya ikan, menurunnya produktivitas usaha perikanan, rusaknya lingkungan sumber daya ikan dan kerugian ekonomi lainnya, yang pada gilirannya akan mengancam kelangsungan usaha perikanan.  Demikian juga dengan maraknya penggunaan bahan tambahan berbahaya pada ikan segar (seperti formalin), ikan olahan maupun ikan bukan olahan (seperti boraks, zat pewarna, zat pemutih pada ikan teri, dll) sudah menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat, sehingga membutuhkan penanganan yang tepat sesuai dengan kondisi setempat, disertai dengan penegakan hukum (law enforcement) yang tegas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
Permasalahan-permasalahan tersebut menjadi tantangan bagi kita bersama untuk selalu berupaya meningkatkan kemampuan kita dalam melakukan pengawasan SDKP agar lebih profesional dalam menjalankan tugas yang semakin berat tersebut. Untuk itu, Temu Teknis Pengawasan ini diselenggarakan khusus bagi para Pengawas Perikanan guna membahas dan merumuskan hal-hal yang terkait dengan peningkatan efektifitas operasional pengawasan perikanan, serta dukungan yang diperlukan, antara lain: dukungan kelembagaan, anggaran, sarana prasarana pengawasan serta  koordinasi dengan institusi terkait lainnya. 
 
Beliau Berpesan kepada Pengawas Perikanan harus benar-benar memahami dan mampu menjabarkan berbagai ketentuan yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, sehingga dapat mengawal pelaksanaannya di lapangan agar tidak terjadi penyimpangan. Konsekuensinya, Pengawas Perikanan seharusnya taat terlebih dahulu terhadap ketentuan dan dapat menjadi panutan bagi pelaku usaha di bidang perikanan. saya memerintahkan dan mengingatkan untuk selalu “Tingkatkan terus kapasitas dan kapabilitas kemampuan pengawasan SDKP guna mewujudkan Indonesia Bebas Illegal Fishing dan kegiatan yang merusak lingkungan”.
 
Setelah mengikuti Arahan  Direktur Jenderal Pengawasan  Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Sambutan Gubernur Provinsi Jawa Barat, dan Pemaparan Narasumber lingkup Ditjen PSDKP yaitu: Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Direktur Pemantauan SDKP dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan, Direktur Kapal Pengawas, Direktur Penanganan Pelanggaran dan Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan; Narasumber dari Inspektorat II Inspektorat Jenderal KKP, Direktorat Pelabuhan Perikanan Ditjen Perikanan Tangkap, Direktorat Pengolahan Hasil, Ditjen P2HP, Direktorat Usaha Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya, Kepala Pangkalan PSDKP Bitung, Kepala Pangkalan PSDKP Jakarta, Kepala Stasiun PSDKP Belawan, Kepala Stasiun PSDKP Pontianak, Kepala Stasiun PSDKP Tual;  
 
Serta hasil diskusi kelompok yang membahas penyajian inventarisasi dan evaluasi permasalahan : pengawasan bidang penangkapan ikan; pengawasan bidang destructive fishing; pengawasan bidang pengolahan, pengangkutan dan pemasaran hasil perikanan ; pengawasan bidang usaha budidaya, penanganan pelanggaran; serta upaya pemecahan masalahnya dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
 
A.        REFORMASI BIROKRASI DAN PELAYANAN PUBLIK
1.    Dalam rangka untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan bertanggung jawab, dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan publik sesuai dengan UU No.25 Tahun 2009;
2.    Implementasi komponen dalam pelayanan publik terkait kompetensi pelaksana, jaminan keamanan dan jaminan pelayanan (kepastian) harus ditingkatkan pelaksanaannya;
3.    Paradigma pelayanan publik harus diperbaiki melalui peningkatan pelayanan prima yang setidak-tidaknya meliputi : (a) pelaksanaan pelayanan yang cepat, tepat, efisien, dan tanpa dipungut biaya; (b) pengelolaan pengaduan masyarakat yang ditindak-lanjuti/direspon secara cepat, transparan dan akuntabel; (c) pengelolaan informasi akurat, real time/up to date, valid, mudah diakses dan dapat dipertanggung-jawabkan; (d) pengawasan internal yang konsisten dengan ketentuan, dilakukan secara profesional dan proporsional, punishment & reward yang terbuka; (e) pembinaan, (misalnya : dalam bentuk sosialisasi dan/atau pendekatan persuasif) kepada masyarakat yang lebih intensif dan komunikatif, dan (f) pelayanan konsultasi yang simpatik

B.        PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENGAWAS PERIKANAN DAN KELEMBAGAAN
1.    Pengawas Perikanan harus tetap berpegang teguh pada tugas dan fungsinya mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang perikanan, dan tidak diperkenankan melanggar undang-undang itu sendiri;
2.    Pembinaan Pengawas Perikanan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan ataupun pembekalan teknis, harus dibuat terstruktur sesuai dengan jenjang karir dan merupakan program wajib bagi pengawas perikanan, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal PSDKP;
3.    Sumber Daya Manusia pengawas perikanan yang ada saat ini sangat tidak sebanding dengan obyek dan coverage wilayah kerja pengawasan yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan jumlah pengawas perikanan melalui rekruitmen baru maupun tenaga perbantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota;
4.    Pengembangan kelembagaan dalam rangka peningkatan status yang saat ini masih sedang dalam proses pembahasan, perlu dilakukan percepatan untuk mendukung optimalisasi operasional pengawasan
5.    Sehubungan dengan Permen PAN dan RB Nomor 01 tahun 2011 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan dan Angka Kreditnya, yang hanya mengakomodir 40% butir-butir kegiatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, maka perlu dilakukan suatu upaya untuk mempercepat usulan butir-butir kegiatan yang sesuai dengan tugas dan fungsi pengawasan perikanan sehingga diperoleh kepastian jenjang karir jabatan fungsional pengawas perikanan;
6.    Dalam rangka peningkatan disiplin Pengawas Perikanan, dapat dilakukan dengan meningkatkan kehadiran melalui penerapan finger print di seluruh UPT/Satker/Pos PSDKP dan dilaporkan secara online untuk evaluasi kinerja pengawas perikanan;
 
C.        KEBIJAKAN TEKNIS USAHA PENANGKAPAN, USAHA BUDIDAYA, PENGOLAHAN, PENGANGKUTAN DAN PEMASARAN
1.     Sehubungan dengan implementasi Permen KP Nomor: PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP-NRI, dalam pengawasannya di lapangan masih mengalami kendala terkait persyaratan transhipment khususnya persyaratan adanya observer di atas kapal.  Untuk itu, diperlukan terobosan dari Ditjen Perikanan Tangkap untuk secepatnya merealisasikan rekruitmen petugas observer;
2.     Sehubungan dengan banyaknya modifikasi alat tangkap dan alat bantu penangkapan dengan menggunakan nama lokal di masing-masing daerah, untuk tidak menimbulkan kerancuan dalam pengawasan perlu mengikuti ketentuan spesifikasi dan klasifikasi teknis API dan ABPI, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di WPP-NRI; dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP-NRI;
3.     Pengawas Perikanan harus menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan otoritas pelabuhan dan syahbandar dalam rangka meningkatkan sinergitas dan kinerja operasional pengawasan keberangkatan dan kedatangan kapal di pelabuhan pangkalan;
4.     Pengawasan kedatangan kapal WAJIB mengidentifikasi dan memverifikasi jenis dan jumlah ikan hasil tangkapan dominan (nama nasional dan nama latin) yang didaratkan oleh kapal perikanan agar didapatkan data pengawasan hasil tangkapan yang akurat;
5.     Sehubungan dengan tidak dicantumkannya dimensi ukuran kapal perikanan pada SIPI/SIKPI, perlu dilakukan perubahan form HPK Keberangkatan. Hal ini didasarkan bahwa sesuai prosedur yang telah ditetapkan, Pengawas Perikanan melakukan pemeriksaan kesesuaian yang tercantum pada SIPI/SIKPI dengan hasil pemeriksaan lapangan;
6.     Perlu dibuat desain Surat Laik Operasional (SLO) bagi kapal perikanan yang melakukan operasional perikanan dengan trip harian (one day fishing) agar lebih mudah dan efektif dalam pengawasannya. Untuk itu, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.07/MEN/2010 tetang Surat Laik Operasi perlu di revisi;
7.     Sehubungan dengan kegiatan verifikasi pendaratan ikan  sebagai persyaratan penerbitan SHTI, bagi kapal perikanan yang tidak memiliki ijin, atau memiliki ijin penangkapan ikan tetapi tidak memiliki kapal, maka pengawas perikanan perlu melakukan penelusuran kebenaran informasi, sebelum menetapkan untuk menerbitkan atau tidak menerbitkan verifikasi pendaratan ikan;
8.     Sehubungan dengan adanya kapal perikanan yang memiliki SIPI/SIKPI ganda, perlu dilakukan  penahanan dokumen SIPI/SIKPI yang tidak sesuai dengan domisili usaha perkanan. Selanjutnya mengembalikan SIPI/SIKPI dan merekomendasikan kepada otoritas pemberi ijin untuk mencabut perijinan yang tidak sesuai tersebut;
9.     Dalam rangka pemberantasan destructive fishing, dapat dilakukan melalui pengawasan secara intensif, mengikut-sertakan masyarakat dalam kegiatan pengawasan, menciptakan mata pencaharian alternatif dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang berada pada area destructive fishing;
10.  Dalam rangka optimalisasi dan efektifitas kegiatan pengawasan perlu ditingkatkan koordinasi dengan instansi berwenang terkait, peningkatan peran Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan dan partisipasi masyarakat;
11.  Pelabuhan check-point  maupun pelabuhan muat singgah bagi kapal pengangkut ikan hidup perlu dievaluasi karena jumlah pelabuhan muat singgah yang tercantum dalam SIKPI terlalu banyak dan lokasi check-pointnya juga relatif sulit untuk dijangkau oleh pengawas perikanan;
12.  Dengan mempertimbangkan adanya kapal pengangkut ikan hidup yang terpantau melalui VMS, langsung membawa muatannya ke luar negeri tanpa melalui pelabuhan check point, untuk itu perlu diberi SANKSI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (Catatan : Pelabuhan Check-point perlu diinformasikan ke UPT/Satker/Pos PSDKP terkait, untuk dilakukan pengawasan)
13.  Belum adanya sanksi terhadap produsen obat dan pakan ikan yang belum terdaftar sebagai obat dan pakan ikan yang diijinkan, maka direkomendasikan kepada Ditjen Perikanan Budidaya agar merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.02/MEN/2010 tentang Pengadaan dan Peredaran Pakan Ikan dan PER.04/MEN/2012 tentang Obat Ikan, agar mencantumkan ketentuan sanksi dalam Peraturan Menteri tersebut;
14.  Sehubungan masih adanya Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang tidak memiliki dan/atau habis masa berlaku perijinan (SIUP Perikanan, SKP, HACCP), perlu dilakukan penguatan pengawasan dan sosialisasi terhadap Unit Pengolahan Ikan (UPI);
15.  Sehubungan masih adanya Unit Pengolahan Ikan (UPI) tradisional yang belum terdaftar perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif dan sosialisasi serta pendataan terhadap Unit Pengolahan Ikan (UPI) tradisional;
16.  Terkait dengan kegiatan ekspor-impor produk perikanan, perlu disusun ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang peran pengawas perikanan dalam pengawasan kegiatan eksport/import;
17.  Sehubungan dengan maraknya penyalah-gunaan ijin eksport-import, perlu ditingkatkan pengawasan terhadap UPI yang melakukan ekspor dan koordinasi dengan  penerbit ijin dan instansi terkait yang menangani eksport-import; (Catatan : Pengawas Perikanan perlu dibekali dengan Form Kendali Eksport/Import Ikan “yang dilakukan secara tradisional/ bagi pelintas batas tradisional” pada kawasan perbatasan).
 
18.  Sehubungan dengan maraknya penggunaan bahan tambahan berbahaya seperti : formalin, boraks, zat pewarna, dll, perlu melakukan gerakan nasional pemberantasan penggunaan bahan-bahan berbahaya serta mendorong Ditjen P2HP dan Balitbang KP untuk mensosialisasikan alternatif pengganti bahan tambahan.
19.  Perlunya format baku sebagai instrument pengawasan distribusi ikan impor.
 
 D.        PEMANTAUAN PENGAWASAN SDKP DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENGAWASAN
1.     Untuk menjangkau luasnya wilayah pengawasan, diusulkan agar pengawas perikanan difasilitasi sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan peruntukkannya;
2.    Untuk mendukung efektifitas pemantauan kapal perikanan, Pengawas Perikanan agar dapat diberikan akses (password) untuk dapat memantau kapal-kapal perikanan di wilayah kerjanya;
3.    Bagi kapal perikanan dengan ukuran 30-60 GT yang tidak memiliki VMS off-line dikarenakan keterbatasan stock VMS Off-line, SLO tetap diterbitkan oleh Pengawas Perikanan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.05/MEN/2007 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan Pasal 12 ayat (1) Kapal perikanan Indonesia berukuran di atas 30 GT sampai dengan 60 GT wajib dilengkapi transmitter off line yang disediakan oleh negara.;
4.    Data hasil pemantauan kapal perikanan meliputi jumlah pemasangan transmitter VMS, SKAT yang diterbitkan, serta tracking pergerakan kapal  perikanan agar disampaikan kepada Direktorat Pengawasan Sumber Daya Perikanan sebagai bahan evaluasi dan analisa teknis.
 
E.        PENANGANAN PELANGGARAN
1.    Untuk peningkatan kemampuan teknis PPNS Perikanan dalam melakukan penyidikan dalam tindak pidana perikanan, perlu dilakukan  coaching clinic secara rutin;
2.    Perlu adanya anggaran biaya verifikasi tindak pidana perikanan dalam bentuk kasus ringan, sedang dan berat;
3.    Sehubungan dengan masih banyaknya kendala dalam penanganan barang bukti tindak pidana perikanan, diperlukan penjabaran SOP Penanganan Barang Bukti Kapal hasil tangkapan, maupun Petunjuk Pelaksanaan Lelang Barang Bukti Ikan di tingkat penyidikan, sebagai panduan operasional di lapangan;
Catatan :
  1. Pertemuan Temu Teknis 2014 WAJIB mengevaluasi Pelaksanaan Hasil Rumusan Temu Teknis Pengawas Perikanan 2013 ini;
  2. Pola penyelenggaraan Temu Teknis Pengawas Perikanan 2014, para Kepala UPT mewakili jajaran Pengawas Perikanan di wilayah kerjanya, untuk memaparkan permasalahn yang dihadapi di lapangan, dan akan ditanggapi oleh para narasumber dan memberi solusi.

  3.  Penutupan acara Temu Teknis Pengawasan Tingkat Nasional Tahun 2014  dilakukan oleh Ir. Sere Aline Tampubolon, MM  Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan memukaan bahwa kegiatan Temu Teknis Pengawasan Tingkat Nasional Tahun 2014 akan dilaksanakan di Jakarta.
 
Penulis Mukhtar, A.Pi, M.Si (Peserta)
Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Belawan

Tidak ada komentar: