Jika ada satu negara, karena praktek Illegal Fishing
dirugikan hingga 50 Trilyun Rupiah setiap tahunnya dan bersikap anteng seperti
bukan kerugian besar mungkin hanya negara kita. Maklum, negara dengan garis
pantai terpanjang di dunia, dengan kekayaan hayati laut yang melimpah ini
mungkin merasa tidak pernah membei makan ikan – ikan dilaut atau justru merasa
sangat rugi harus mengeluarkan anggaran untuk membuat program dan sistem
keamanan laut dan membiarkan 50 Trilyun omset Illegal Fishing itu terjadi dari
tahun ke tahun.
Atau mungkin kita sudah lupa, jika nenek moyang dulu legenda abadi dengan nama nenek
moyangku pelaut dengan semangat di dada sekali layar terkembang pantang surut
langkah ke belakang. Mungkin juga kita tidak menyadari seperti banyak orang
dari negara lain yang justru mengenal betul jika perairan Indonesia adalah
surga ternyaman bagi tumbuh kembang koloni ikan – ikan bernilai ekonomi tinggi Sehingga
dari pada cape melaut, lebih baik tanam rumput laut dekat – dekat pantai yang
gampang di panen walaupun harga ikan ratusan kali lipat lebih tinggi dari
komoditi rumput laut.
Indonesia memiliki perbatasan maritim dengan Australia,
Timor Leste, Papua Nugini, Palau, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura,
dan India. Wilayah laut Indonesia mencapai 5.877.879 kilometer persegi. The
most, perairan kita penuh dengan ikan. Saking penuhnya dengan ikan, ribuan
kapal Illegal Fishing bebas berlalu lalang tanpa halangan patroli yang berarti
untuk mengeruk ikan – ikan terbaik didunia yang ada di perairan Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia memperkirakan
illegal fishing merugikan negara hingga Rp 30 triliun (sekitar 3,11 milyar
dolar) per tahun. Tapi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan atau KIARA
percaya angka yang sebenarnya lebih dari 50 trilyun rupiah (5,2 miliar dolar).
Apa yang dikatakan Direktur Eksekutif KIARA, Muhammad Riza Damanik:
"Kerugian 30 triliun rupiah, itu hanya didasarkan pada nilai pokok ikan,
tidak termasuk kerugian yang dihitung berdasarkan pendapatan pajak dan kerusakan ekosistem.
"
Apapun yang sudah terjadi, minimal ada satu pertanyaan yang
harus kita jawab bersama: Faktor apa yang membuat kita anteng – anteng saja
mengalami kerugian 50 Trilyun per tahun akibat Illegal Fishing? Apakah karena
nelayan kita sudah makmur dan sejahtera dan serba kecukupan? Apakah karena
tidak ada industri perikanan yang mampu mengelola bisnis skala internsional
dengan kemampuan supply atas dasar demand konsumsi ikan dunia yang memang besar
sehingga tidak merasa perlu memanfaatkan ikan diperairan sendiri? Apakah tidak
ada anak bangsa yang mampu dan layak untuk mengurus laut dan hasil laut dari
sektor kebijakan, strategi, manajemen, produksi, mekanisasi dan lain – lain dari
level menteri, pengusaha, hingga patroli pengawas laut? Atau apakah saya yang
parno, sok nasionalis dan berpikir neko – neko pake mikirin illegal fishing
segala? Hmm tauk ah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar