JAKARTA
(Suara Karya): Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diminta
memperkuat operasi pengawasan di wilayah laut perbatasan dengan negara
tetangga.
Hal ini terkait maraknya penangkapan secara ilegal dan pencurian ikan
(illegal, unreported, and unregulated fishing), seperti di perairan
perbatasan dekat Kepulauan Natuna.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, keterbatasan
anggaran untuk pengawasan membuat operasional kapal pengawas menjadi
terbatas. Kelemahan ini dimanfaatkan kapal-kapal asing pencuri ikan
untuk memasuki perairan/laut Indonesia.
"Kapal patroli milik pengawas KKP hanya beroperasi 25 unit dan kadang
hanya 15 unit per hari. Tentunya hasilnya tidak bisa optimal karena
harus menjaga laut Indonesia yang begitu luas. DPR sendiri mendukung
penuh adanya peningkatan anggaran pengawasan di KKP," katanya di
Jakarta, Rabu (6/6).
Menurut dia, untuk peningkatan operasional pengawasan dan penambahan
kapal patroli memang dibutuhkan dana yang besar dan butuh waktu untuk
merealisasikannya. Untuk tahap awal, KKP bisa menggunakan teknologi
sistem pemantauan kapal perikanan atau vessel monitoring system (VMS)
untuk menekan biaya operasional yang memang besar.
"Kalau ada teknologi ini, kapal tidak usah terlalu sering berpatroli,
tetapi hanya memantau di radar/monitor. Jadi, kapal baru bergerak bila
ada indikasi kapal asing yang melakukan pencurian ikan. "Otomatis jam
operasional akan berkurang dan jauh lebih efektif," ujarnya.
Seperti diketahui, pengawas KKP hanya melakukan patroli pengawasan
sebanyak 180 hari per tahun. Padahal dengan armada yang terbatas, patroli
bisa dilakukan sampai 250 hari. Namun, tentunya harus ada tambahan
anggaran untuk bahan bakar.
Menyangkut hal ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo
mengakui belum optimalnya pengawasan untuk menekan kasus illegal
fishing. Meski demikian, KKP terus bekerja sama dan berkoordinasi dengan
instasi terkait lainnya untuk mendukung kegiatan pengawasan, di
antaranya dengan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).
Sementara itu, kerugian yang harus ditanggung Indonesia akibat
penangkapan ikan secara ilegal dan pencurian ikan rata-rata Rp 30
triliun per tahun dalam kurun waktu l0 tahun terakhir. Kepala Pusat
Analisis Kerja Sama Internasional dan Antarlembaga Sekretariat Jenderal
KKP Anang Noegroho mengatakan, berdasarkan catatan Organisasi Pangan dan
Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO), kerugian negara dari
sisi ekonomi tergolong signifikan. Jika harga ikan sekitar 2 dolar AS
per kilogram (kg), berarti jumlah ikan yang ditangkap secara ilegal atau
dicuri di perairan Indonesia mencapai 166 ton per tahun.
"Meski demikian, diakuinya, dari tahun ke tahun jumlah ikan yang dicuri
dan ditangkap secara ilegal terus menurun, karena masing-masing negara
memperhatikan masalah ini," kata Anang di sela pembukaan sidang ASEAN
Sectoral Working Group on Fisheries (ASWGF) ke-20 di Yogyakarta, Rabu
(6/6).
Menurut dia, diharapkan adanya kesepakatan dan rencana aksi secara
regional (11 negara di ASEAN) untuk mencegah dan mengatur praktik yang
terindikasi penangkapan secara ilegal. Rumusannya juga termasuk rencana
kerja dan prosedur operasional untuk diterapkan masing-masing negara.
(Bayu/B Sugiharto)
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=304862
Tidak ada komentar:
Posting Komentar