17 Juni, 2012

KASUS PENCURIAN IKAN DPR Minta KKP Tingkatkan Pengawasan


JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diminta memperkuat operasi pengawasan di wilayah laut perbatasan dengan negara tetangga.


Hal ini terkait maraknya penangkapan secara ilegal dan pencurian ikan (illegal, unreported, and unregulated fishing), seperti di perairan perbatasan dekat Kepulauan Natuna.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, keterbatasan anggaran untuk pengawasan membuat operasional kapal pengawas menjadi terbatas. Kelemahan ini dimanfaatkan kapal-kapal asing pencuri ikan untuk memasuki perairan/laut Indonesia.
 
"Kapal patroli milik pengawas KKP hanya beroperasi 25 unit dan kadang hanya 15 unit per hari. Tentunya hasilnya tidak bisa optimal karena harus menjaga laut Indonesia yang begitu luas. DPR sendiri mendukung penuh adanya peningkatan anggaran pengawasan di KKP," katanya di Jakarta, Rabu (6/6).






  Menurut dia, untuk peningkatan operasional pengawasan dan penambahan kapal patroli memang dibutuhkan dana yang besar dan butuh waktu untuk merealisasikannya. Untuk tahap awal, KKP bisa menggunakan teknologi sistem pemantauan kapal perikanan atau vessel monitoring system (VMS) untuk menekan biaya operasional yang memang besar.
 
"Kalau ada teknologi ini, kapal tidak usah terlalu sering berpatroli, tetapi hanya memantau di radar/monitor. Jadi, kapal baru bergerak bila ada indikasi kapal asing yang melakukan pencurian ikan. "Otomatis jam operasional akan berkurang dan jauh lebih efektif," ujarnya.
 
Seperti diketahui, pengawas KKP hanya melakukan patroli pengawasan sebanyak 180 hari per tahun. Padahal dengan armada yang terbatas, patroli bisa dilakukan sampai 250 hari. Namun, tentunya harus ada tambahan anggaran untuk bahan bakar.
 
Menyangkut hal ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo mengakui belum optimalnya pengawasan untuk menekan kasus illegal fishing. Meski demikian, KKP terus bekerja sama dan berkoordinasi dengan instasi terkait lainnya untuk mendukung kegiatan pengawasan, di antaranya dengan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).
 
Sementara itu, kerugian yang harus ditanggung Indonesia akibat penangkapan ikan secara ilegal dan pencurian ikan rata-rata Rp 30 triliun per tahun dalam kurun waktu l0 tahun terakhir. Kepala Pusat Analisis Kerja Sama Internasional dan Antarlembaga Sekretariat Jenderal KKP Anang Noegroho mengatakan, berdasarkan catatan Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO), kerugian negara dari sisi ekonomi tergolong signifikan. Jika harga ikan sekitar 2 dolar AS per kilogram (kg), berarti jumlah ikan yang ditangkap secara ilegal atau dicuri di perairan Indonesia mencapai 166 ton per tahun.
 
"Meski demikian, diakuinya, dari tahun ke tahun jumlah ikan yang dicuri dan ditangkap secara ilegal terus menurun, karena masing-masing negara memperhatikan masalah ini," kata Anang di sela pembukaan sidang ASEAN Sectoral Working Group on Fisheries (ASWGF) ke-20 di Yogyakarta, Rabu (6/6).
 
Menurut dia, diharapkan adanya kesepakatan dan rencana aksi secara regional (11 negara di ASEAN) untuk mencegah dan mengatur praktik yang terindikasi penangkapan secara ilegal. Rumusannya juga termasuk rencana kerja dan prosedur operasional untuk diterapkan masing-masing negara. (Bayu/B Sugiharto) 






http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=304862 

Tidak ada komentar: