11 Februari, 2012

Wakil Presiden Membuka Rakornas KKP Tahun 2012

Sektor kelautan dan perikanan apabila dikelola secara baik dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian daerah maupun nasional. Dalam industrialisasi kelautan dan perikanan, keterkaitan antara hulu tidak berjalan baik bila tidak ada daya tarik dari industri di hilir, yaitu di pengolahan dan pemasaran, disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo pada acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) malam ini (7/2) di Ball Room Gedung Mina Bahari 3, kantor KKP. "Perbaikan hulu hingga hilir dilakukan untuk meningkatan daya saing produk perikanan. Sinergitas Pemerintah Pusat, Pemda, swasta maupun masyarakat menjadi kunci sukses dalam upaya peningkatan daya saing tersebut", ujarnya.


Rakornas KKP tahun 2012 yang secara resmi dibuka Wakil Presiden RI, Boediono mengambil tema, meningkatkan daya saing produk kelautan dan perikanan melalui industrialisasi untuk kesejahteraan rakyat, bertujuan untuk merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia untuk mendorong percepatan prioritas pembangunan nasional melalui sinergi perencanaan pusat-daerah dan sinergi antar Kementerian/Lembaga. Dalam Rakornasi kali ini, di samping pemateri dari kalangan internal KKP, juga hadir Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Ketua Komisi IV DPR-RI, Kepala Bappenas, Mendag, Menteri PU, Menpera, Menkes, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dirut BRI, dan Ketua Gappindo untuk memberikan paparan dalam mendukung kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang dicanangkan KKP.


Mukhtar, A.Pi Kepala Stasiun PSDKP Belawan

Lebih lanjut Sharif mengungkapan bahwa pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan saat ini belum optimal dan masih banyak kendala yang ditemukan, baik di hulu maupun dihilir yang memerlukan penangan lebih intensif, terintegrasi dan berkelanjutan. Oleh sebab itu, dengan memperhatikan kondisi dan permasalahan yang ada, maka kebijakan dan strategi dalam pembangunan industrialisasi diarahkan untuk mendorong percepatan dan perluasan pengurangan kemiskinan melalui program peningkatan kehidupan nelayan (Klaster-IV); mendorong perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pembangunan kelautan dan perikanan di tiga koridor ekonomi (Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku-Papua); dan pengembangan industrialisasi kelautan dan perikanan, serta merumuskan perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2013 yang dititikberatkan pada industrialisasi kelautan dan perikanan.

Dalam kebijakan industrialisasi, KKP akan meletakkan pelaku perikanan dan kelautan sebagai subjek, bukan objek. Kebijakan ini merupakan strategi yang diambil KKP untuk meningkatkan nilai tambah pelaku usaha perikanan. Dengan industrialisasi, sektor ini akan dikelola guna meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program pemberdayaan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan para pelaku usahanya sambung Sharif.

Indonesia sendiri memiliki posisi sebagai produsen hasil perikanan sekaligus juga konsumen produk perikanan dunia. Posisi Indonesia sebagai negara konsumen besar ini, dengan penduduk yang saat ini sekitar 240 juta orang, adalah pasar potensial bagi berbagai produk dunia, termasuk produk perikanan. Untuk itu, produk perikanan nasional harus diterima menjadi tuan di negeri sendiri sekaligus sebagai dasar untuk masuk dan berkembang di pasar negara lain. "Kita harus mencegah jangan sampai kebutuhan konsumsi produk perikanan Indonesia harus tergantung pada negara lain," tegas Sharif.

Dalam pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan, dijumpai tiga domain yang memiliki peran signifikan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu negara atau pemerintah (the state), investor atau sektor swasta (the private sector), dan organisasi sipil masyarakat (civil society organization). Tingkat keterlibatan berbagai komponen tersebut akan terbagi ke dalam berbagai variasi fungsi dan peranan. Variasi fungsi dan peranan dimaksud menyebabkan perbedaan kepentingan yang beragam pula. Karena perbedaan itulah, diperlukan adanya koordinasi dalam proses pembangunan, sehingga diharapkan proses pembangunan dapat dilaksanakan secara sinergis dan harmonis antar komponen-komponen pembangunan.

Sementara itu, untuk mendukung pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan, KKP menjalin kerja sama dengan pihak swasta, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan kerja sama/Memorandum of Understanding (MoU) antara KKP dengan BRI di sela-sela pembukaan Rakornas. Kesepakatan kerjasama yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan Dirut PT. BRI, dimaksudkan untuk mendorong percepatan kinerja sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam perekonomian nasional. Dengan ditandatanganinya kesepakatan kerjasama ini, maka diharapkan antara KKP dan BRI dapat membantu para nelayan dan pembudidaya melalui dukungan modal dan pembiayaan bagi usaha perikanan.

Ruang lingkup yang diatur dalam MoU ini meliputi, penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) bidang kelautan dan perikanan, percepatan dan peningkatan realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor kelautan dan perikanan, percepatan dan peningkatan realisasi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) bidang kelautan dan perikanan, pemberian fasilitas kredit modal kerja (termasuk bank garansi) dan investasi serta termasuk skim khusus pembiayaan dalam rangka mendukung perkembangan sektor kelautan dan perikanan, pemberian kemudahan, fasilitas, dan pendampingan kepada pelaku usaha penerima Bantuan Langsung Masyarakat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan; penyediaan data dan informasi realisasi kredit dan penyaluran bantuan langsung masyarakat kepada pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan secara berkala; pendampingan pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan baik dari aspek teknis maupun manajemen keuangan, pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) kepada masyarakat kelautan dan perikanan, pembentukan, peningkatan kapasitas, dan pemanfaatan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), Tenaga Pendamping Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan penyuluh binaan, layanan jasa dan instrumen perbankan lainnya dalam lingkup kemitraan di bidang kelautan dan perikanan.

Selama ini, usaha perikanan masih menghadapi masalah yang klasik yaitu kurangnya modal. Sementara dana dari APBN hanya mampu membiayai 15 persen dari total anggaran upaya peningkatan produksi perikanan. Dukungan permodalan perbankan dalam upaya pengembangan usaha di bidang kelautan dan perikanan untuk menciptakan kemandirian dan terlepas dari ketergantungan rentenir. Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2011 tercatat dari plafon sebesar Rp. 54,87 triliun, hanya sebesar Rp 68,2 miliar yang diperuntukan bagi perikanan. Dari jumlah tersebut, hingga Agustus 2011 tercatat KUR Nasional telah tersalurkan sebanyak Rp 28,53 triliun, dan sebanyak Rp 53,56 miliar telah diserap sektor perikanan. Fakta ini menunjukan bahwa penyerapan KUR untuk sektor ini sangat tinggi meskipun alokasinya sangat terbatas dibandingkan sektor lain.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Yulistyo Mudho, M.Sc, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811836967)

http://www.antaranews.com/berita/296360/sinergikan-industrialisasi-kp-wapres-buka-rakornas-kkp

Tidak ada komentar: