Jakarta, Kompas - Kementerian Kelautan dan Perikanan mengevaluasi sejumlah kebijakan guna mendorong industrialisasi perikanan dan kelautan. Revisi itu antara lain membuka impor ikan, pembenahan program bantuan 1.000 kapal, serta target peningkatan produksi perikanan tahun 2014 sebesar 353 persen.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menegaskan itu dalam Chief Editors Meeting bertema ”Industrialisasi Kelautan dan Perikanan” di Jakarta, Selasa (29/11). Rumusan evaluasi diharapkan tuntas awal tahun 2012.
Sejumlah program perikanan, menurut Cicip, selama ini belum berjalan optimal. Nasib nelayan dan petambak masih marjinal. Di sisi hilir, kapasitas industri olahan hanya sekitar 30 persen-40 persen akibat kekurangan bahan baku. Sebanyak 65.000 unit industri pemindangan ikan di Sumatera dan Jawa dalam kondisi kritis.
”Diperlukan sinergi industri perikanan hulu-hilir agar sama-sama hidup. Industrialisasi yang menghasilkan produk bernilai tambah akan menjadi pasar bagi hasil tangkapan dan budidaya ikan,” ujar Cicip, yang menggantikan Fadel Muhammad.
Kebijakan larangan impor ikan yang bisa diproduksi dalam negeri akan dibuka kembali menurut kebutuhan. Hal itu untuk membangkitkan kembali usaha pemindangan ikan rakyat yang kekurangan bahan baku. Cicip menargetkan kapasitas industri olahan dapat naik menjadi 70 persen-80 persen.
Pengembangan industrialisasi perikanan, lanjut Cicip, tidak terbatas pada pengolahan, tetapi seluruh sektor hulu-hilir, di antaranya pakan, pembuatan jalan, dan industri kapal.
Penguatan hulu-hilir perikanan diharapkan memberi kontribusi peningkatan ekspor. Tahun 2010, jumlah ekspor perikanan Indonesia sekitar 1,2 juta ton ekspor atau senilai 2,8 miliar dollar AS, atau masih kalah jauh dibandingkan Thailand yang mencapai 5,5 miliar dollar AS. Pada tahun 2014, ekspor perikanan ditargetkan naik menjadi 4,5 juta ton senilai lebih dari 5 miliar dollar AS.
Bantuan kapal nelayan
Cicip juga akan membenahi program bantuan 1.000 kapal nelayan senilai Rp 1,5 triliun yang menuai banyak masalah. Bantuan kapal dengan bobot mati lebih dari 30 ton yang digulirkan pemerintah sejak tahun 2010 sulit dijalankan nelayan kecil akibat kesulitan modal operasional, peralatan kapal yang belum memadai, serta ketidakmampuan nelayan untuk mengoperasikan kapal besar.
Untuk mengoperasikan kapal berbobot mati 30 ton, biaya operasional yang dibutuhkan berkisar Rp 100 juta-Rp 200 juta untuk sekali melaut. Pemerintah daerah terkait tidak memiliki alokasi anggaran untuk modal operasional nelayan.
Cicip akan mendorong penyuluh dan kemitraan antara kelompok nelayan penerima bantuan kapal dan pengusaha kapal agar dapat memanfaatkan kapal bantuan tersebut.
Sasaran program bantuan 1.000 kapal adalah nelayan kecil dengan kapal berbobot mati 5 ton-10 ton yang tergabung dalam koperasi atau kelompok nelayan kecil. Bantuan kapal bertujuan mendorong daya jelajah nelayan hingga ke perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Dari sektor budidaya, visi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menaikkan produksi perikanan sebesar 353 persen pada tahun 2014 dan menjadi produsen perikanan terbesar tahun 2015 akan dikaji kembali. Dari 10 komoditas perikanan yang menjadi target kenaikan produksi, pihaknya akan memprioritaskan komoditas tuna, udang, rumput laut, dan garam.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Riza Damanik menilai, kegagalan memberdayakan produksi perikanan rakyat seharusnya dijawab dengan diversifikasi pengelolaan sumber daya ikan yang tidak sebatas pada 10 komoditas unggulan. Selain itu, kebijakan larangan impor harus dipertahankan untuk mengangkat perikanan rakyat.
”Membuka impor ikan akan membuat sektor perikanan kian rentan terpuruk,” ujar Riza.(LKT)
Sumber: http://m.kompas.com/cetak/cread/2011/11/30/10181062/Pemerintah.Buka.Impor.Ikan...
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menegaskan itu dalam Chief Editors Meeting bertema ”Industrialisasi Kelautan dan Perikanan” di Jakarta, Selasa (29/11). Rumusan evaluasi diharapkan tuntas awal tahun 2012.
Sejumlah program perikanan, menurut Cicip, selama ini belum berjalan optimal. Nasib nelayan dan petambak masih marjinal. Di sisi hilir, kapasitas industri olahan hanya sekitar 30 persen-40 persen akibat kekurangan bahan baku. Sebanyak 65.000 unit industri pemindangan ikan di Sumatera dan Jawa dalam kondisi kritis.
”Diperlukan sinergi industri perikanan hulu-hilir agar sama-sama hidup. Industrialisasi yang menghasilkan produk bernilai tambah akan menjadi pasar bagi hasil tangkapan dan budidaya ikan,” ujar Cicip, yang menggantikan Fadel Muhammad.
Kebijakan larangan impor ikan yang bisa diproduksi dalam negeri akan dibuka kembali menurut kebutuhan. Hal itu untuk membangkitkan kembali usaha pemindangan ikan rakyat yang kekurangan bahan baku. Cicip menargetkan kapasitas industri olahan dapat naik menjadi 70 persen-80 persen.
Pengembangan industrialisasi perikanan, lanjut Cicip, tidak terbatas pada pengolahan, tetapi seluruh sektor hulu-hilir, di antaranya pakan, pembuatan jalan, dan industri kapal.
Penguatan hulu-hilir perikanan diharapkan memberi kontribusi peningkatan ekspor. Tahun 2010, jumlah ekspor perikanan Indonesia sekitar 1,2 juta ton ekspor atau senilai 2,8 miliar dollar AS, atau masih kalah jauh dibandingkan Thailand yang mencapai 5,5 miliar dollar AS. Pada tahun 2014, ekspor perikanan ditargetkan naik menjadi 4,5 juta ton senilai lebih dari 5 miliar dollar AS.
Bantuan kapal nelayan
Cicip juga akan membenahi program bantuan 1.000 kapal nelayan senilai Rp 1,5 triliun yang menuai banyak masalah. Bantuan kapal dengan bobot mati lebih dari 30 ton yang digulirkan pemerintah sejak tahun 2010 sulit dijalankan nelayan kecil akibat kesulitan modal operasional, peralatan kapal yang belum memadai, serta ketidakmampuan nelayan untuk mengoperasikan kapal besar.
Untuk mengoperasikan kapal berbobot mati 30 ton, biaya operasional yang dibutuhkan berkisar Rp 100 juta-Rp 200 juta untuk sekali melaut. Pemerintah daerah terkait tidak memiliki alokasi anggaran untuk modal operasional nelayan.
Cicip akan mendorong penyuluh dan kemitraan antara kelompok nelayan penerima bantuan kapal dan pengusaha kapal agar dapat memanfaatkan kapal bantuan tersebut.
Sasaran program bantuan 1.000 kapal adalah nelayan kecil dengan kapal berbobot mati 5 ton-10 ton yang tergabung dalam koperasi atau kelompok nelayan kecil. Bantuan kapal bertujuan mendorong daya jelajah nelayan hingga ke perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Dari sektor budidaya, visi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menaikkan produksi perikanan sebesar 353 persen pada tahun 2014 dan menjadi produsen perikanan terbesar tahun 2015 akan dikaji kembali. Dari 10 komoditas perikanan yang menjadi target kenaikan produksi, pihaknya akan memprioritaskan komoditas tuna, udang, rumput laut, dan garam.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Riza Damanik menilai, kegagalan memberdayakan produksi perikanan rakyat seharusnya dijawab dengan diversifikasi pengelolaan sumber daya ikan yang tidak sebatas pada 10 komoditas unggulan. Selain itu, kebijakan larangan impor harus dipertahankan untuk mengangkat perikanan rakyat.
”Membuka impor ikan akan membuat sektor perikanan kian rentan terpuruk,” ujar Riza.(LKT)
Sumber: http://m.kompas.com/cetak/cread/2011/11/30/10181062/Pemerintah.Buka.Impor.Ikan...


Tidak ada komentar:
Posting Komentar