Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.
Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III. Namun dalam pengembangannya tidak begitu maksimal, karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), Infrastruktur dan Iptek yang dianggap sebagai faktor utama, sehingga dengan mudahnya negara-negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia masuk kewilayah kedaulatan Indonesia secara bebas.
Pengamat dari Sekolah Tinggi Ilmu Maritim (STIM), Diah S Koesdinar mengatakan suatu pengelolaan wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) pertama-tama harus mengedepankan kedaulatan negara untuk dimanfaatkan sebagai cara memakmurkan dan mensejahterakan rakyat dan negara. Tanpa adanya kedaulatan, satu negara tidak ada artinya. “Secara prinsip ZEE sudah mencakup berbagai unsur yang meliputi pertahanan negara, pengelolaan sumber daya laut dan pengakuan secara internasional walaupun masih terbatas,” kata Diah S Koesdinar kepada Indonesia Maritime Magazine.
Namun mengingat luasnya wilayah laut ZEE Indonesia dan adanya overlap dengan ZEE negara lain, maka perlu adanya tindakan tegas pemerintah Indonesia dalam menetapkan garis batas ZEE dengan negara-negara yang berbatasan dengan NKRI. “Penetapan batas ZEE ini harus diupayakan dengan aktif dan berkesinambungan untuk menghindari potensi masalah di kemudian hari dengan berbagai negara. Untuk dapat melakukan hal itu, Indonesia dapat melibatkan pakar dalam bidang masing-masing agar dapat membuahkan strategi pengelolaan yang tepat dan bermanfaat bagi Indonesia.Bicara mengenai SDM, Diah biasa disapa mengakau semua hal membutuhkan proses.
Harus diakui tidak mudah mengelola wilayah laut NKRI yang luas dengan dana terbatas dan koordinasi terpadu dari berbagai instansi pemerintah terkait yang belum efektif. Namun pemerintah harus melihat bahwa pembangunan kelautan adalah satu kesatuan dengan pembangunan negara.
“SDM, infrastruktur dan Iptek yang ada harus dikembangkan dan dibuat lebih efektif dengan ‘master plan’ jangka panjang yang jelas. Indonesia harus bisa berkonsolidasi dari dalam agar kuat menghadapi ‘serangan’ dari luar dan bisa terus mempertahankan kedaulatan NKRI. Penggunaan teknologi yang maju dan canggih dan data satelit yang bisa diakses akan dapat memudahkan penentuan batas-batas yang akurat. Pemanfaatan teknologi komunikasi lainnya juga dapat memonitor pengelolaan ZEE secara ‘real time’,” tegas Diah.
Diah juga menyatakan bahwa Indonesia harus berkomitmen dalam pengembangan kelautan yang merupakan bagian penting dalam pembangunan negara secara keseluruhan. Komitmen berinvestasi tidak hanya diartikan dalam pengalokasian dana, tetapi juga dalam peningkatan dan perbaikan SDM & infrastruktur didukung Iptek yang maju serta dari segi peraturan perundang-undangan dan penetapan garis batas yang jelas. “Faktor terakhir tersebut amat penting agar keabsahan penetapan garis batas ZEE tidak hanya diterima sepihak, tetapi juga diakui secara internasional. Iptek yang ada sekarang akan dapat membantu melakukan hal itu dengan akurat dan dapat memudahkan komunikasi antar negara menjadi lebih mudah dan cepat,” ungkapnya.
Dalam pengelolaan ZEE tersebut, Diah menyatakan semuanya kembali ke pemerintah apakah upaya yang dilakukan sudah optimal, apakah Indonesia sudah dengan tegas menerapkan peraturan yang berlaku dan apakah berbagai instansi yang terkait memiliki komitmen yang sama dan sepakat berusaha untuk melakukan yang terbaik. “Memang satu pekerjaan rumah yang sangat kompleks dan besar yang tentunya membutuhkan waktu panjang untuk dapat membuahkan hasil. Namun apabila tidak dimulai dengan seksama dan berkesinambungan dari sekarang, Indonesia dan generasi berikutnyalah yang akan merugi. Pengembangan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional guna memperkuat kualitas dan kuantitas SDM perikanan dan kelautan,” tegasnya.
http://indomaritimeinstitute.org/?p=1320



Tidak ada komentar:
Posting Komentar