Destinasi wisata laksana magnit bagi semua elemen. Denyut yang menyediakan pesona panorama alam, keteduhan pantai dan pasir putih hingga ragam kulineran jadi terminal bertemunya para pemilik uang dan kesempatan. Yang flamboyan, yang peduli lingkungan dan warga yang ingin refreshing bahkan cuci mata sekalipun. Tidak terkecuali di Wakatobi.
Selain menjadi bertemunya produsen dan pasar wisata bahari, usaha pariwisata adalah ladang bagi pemangku kepetingan setempat untuk menangguk rupiah, pemerintah, pihak swasta hingga para peneliti atau aktivis lingkungan. Pengelola wisata tidak saja menyasar para pelancong beruang Dollar seperti Fabrice dari Paris atau Emma dari Milano, atau pun para turis domestik yang haus nuansa alam laut, tetapi juga mesti melibatkan warga setempat dalam setiap dimensinya.
Di area Patuno Beach Resort di hari pertama kedatangan saya, rekam dan jejak para pemanfaat mulai terbaca. Sili contohnya. Pemuda kelahiran Patuno yang saya kenal sebagai driver di resort adalah penerima manfaat wisata bahari seperti di resort itu.
Melalui DJ Budiharto, rekan di tempat kerja, saya bisa berkenalan dengan Halik. Halik adalah operator yang membantu proses penyelaman para penikmat terumbu karang (coral reefs) dan asosiasinya seperti ikan hias, penyu dan lain sebagainya.
Halik mengisi tabung-tabung (scuba tank) yang akan jadi bekal para penyelam saat berpetualang. Halik baru tiga bulan menjadi staf di resort membantu dive instructor Imin, suami Mohini Johnson, si manajer. Halik adalah alumni Proyek Wallacea atau Opwall di Pulau Hoga. Proyek riset kelautan di sana. Halik adalah pemuda asal Pulau Kaledupa, salah satu pulau utama dalam gugus Kepulauan Wakatobi. Dia pun telah bersertifikat A3 atau rescue sertificate.
Siang itu, di ruang logistik resort saya juga menyapa Herno, karyawan housekeeping. Dia telah lima tahun bekerja diresort. Herno tidak sendiri, pemuda lainnya Riswan adalah juga warga Patuno, dia juga sebagai staf housekeeping yang melayani kamar-kamar menawan di resort itu.
Selain mereka ada pula Aci’, dia adalah kasir di restoran. Dia alumni SMA di Wangi Wangi. Untuk menjadi kasir dia mesti dilatih oleh Mohini Johnson. Pekerjaan ini membutuhkan ketekunan dan detil. Aci’ telah enam bulan bekerja sebagai kasir.
Keberadaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Waha telah menjadi sumber tenaga kerja bagi Patuno Beach Resort. Menurut Aci’ kini adalah 30an alumni SMA dan SMK yang mengais rejeki di resort ini, dominan asal Patuno.
“Saya adik Rasid yang telah dua tahun bekerja di sini,dia supervisor restoran” kata Aci’
Penikmat Lain
Bukan hanya warga Patuno yang memanfaatkan pesona Patuno. Warga pendatang termasuk warga kota Wangi Wangi saban malam kerap berdatangan ke resort itu. Walau hanya sekadar meneguk jus buah atau minum kopi hangat.
Malam tanggal 30 September 2011, tiga orang gadis duduk manis di bangku tengah anjungan. Mereka mengaku bernama Olive, Shinta dan Tiara. Mereka datang dengan menyewa mobil khusus dari Wangi Wangi.
“Asal kami dari Kendari, tepatnya Konawe Selatan” kata Olive. Di sudut bibirnya terlihat kawat yang membingkai. Wanita ini terlihat imut dengan frame hitam pada kacamatanya. Menilik penampilan mereka yang tidak biasanya, kesan yang muncul bahwa mereka bukan perempuan biasa.
Seorang lelaki yang mengaku sopir langganan mereka dengan aksen Bugis memberi informasi ke penulis bahwa mereka telah sering ke sini. Mereka menyukai tempat ini, mereka betah berlama-lama di anjungan Patuno, bahkan sampai larut malam.
http://www.denun.net/para-penikmat-denyut-wisata-wakatobi-wakatobi-part-5/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar