PONTIANAK – Perwira Staf Ahli Tingkat III Bidang Komunikasi Sosial Panglima TNI Mayjen TNI Armyn Angkasa Ali Anyang kembali menegaskan tidak ada pencaplokan di Dusun Camar Bulan. Kawasan seluas 1.499 hektar yang disebut-sebut dicaplok Malaysia itu masih status quo. Nasib Camar Bulan itu sama dengan sembilan kawasan perbatasan Kalbar-Sarawak, Malaysia lainnya. “Di Kalbar ada 10 perbatasan yang status quo. Mana ada pencaplokan,” tegasnya, kemarin (20/10). Pemerintah Pusat, kata Armyn, melalui Menkopolhukam justru ingin kepastian dari penguasa wilayah di daerah. “Penguasa wilayah di daerah diminta kepastiannya. Ternyata, Bupati Sambas menegaskan tidak ada pencaplokan-pencaplokan,” ungkapnya.
Bagaimana dengan dokumen 1978 dan Traktat London yang berbeda penjabaran tentang Camar Bulan? Armyn memaparkan, dokumen 1978 sifatnya hanya memorandum of understanding (MoU). Belum ada kekuatan hukum di kedua negara. Makanya, Camar Bulan masih status quo. “Itu (dokumen 1978) masih MoU. Masih ada tahapan yang harus dijalani setelahnya,” ujarnya.Setelah dibuat MoU oleh kedua negara, ada lagi yang namanya proses ratifikasi. Pada tahapan ini, status perbatasan tersebut belum juga memiliki kepastian hukum. Ratifikasi harus mendapat persetujuan parlemen. “Masih outstanding boundary problem (OBP). MoU perbatasan di Kalbar yang ber-status quo termasuk Camar Bulan belum ada persetujuan parlemen,” katanya.
Dikatakan Armyn, sejauh ini tidak ada gejolak di seluruh perbatasan Kalbar. Di Camar Bulan yang diributkan sekalipun, TNI tidak melakukan penambahan pasukan. Aktivitas di 31 pos perbatasan Kalbar, lanjut dia, masih seperti biasa. Melakukan patroli rutin. “Saya kemarin ke Jagoi Babang dan melintas di sepanjang perbatasan Kalbar. Aman-aman saja. Sampai sekarang tidak ada juga penambahan pasukan terkait isu Camar Bulan ini. Uangnya dari mana mau tambah pasukan,” ucapnya.
Sementara itu, dari Sambas muncul gerakan yang menilai polemik Camar Bulan sebagai bentuk sangat luasnya wilayah pemerintah. Sehingga dipandang perlu dilakukan pemekaran. Hal ini diungkapkan Munawar M Saad, salah seorang pengagas Kabupaten Sambas Utara, kemarin di Pontianak.Menurut dia, Sambas terlalu luas. Terdiri atas 18 kecamatan, 184 desa dan luas wilayah 6.395,70 km2. Jadi mutlak kini untuk dimekarkan mengingat besarnya daerah jangkauan geografisnya “Masih banyak daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau pembangunan secara maksimal,” kata Munawar.
“Dari segi Politik dan Hankam, daerah KSU berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan dan Malaysia, maka sangat rawan terhadap illegal logging, illegal fishing dan trafficking serta gangguan atau ancaman keamanan,” kata Munawar. Dia menambahkan, secara geografis KSU dibelah Sungai Sambas Besar dan berada pada posisi segi tiga emas. Sebelah Utara berbatasan dengan Sarawak Malaysia, sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Singapura. Sedang sisi pelayanan kepada masyarakat, kini masih mengalami kendala karena rentang kendali pemerintah dari Sambas memakan waktu yang cukup lama. “Sementara dari sisi peluang ekonomi, kedekatan hubungan masyarakat perbatasan (Paloh) dengan negara tetangga dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan perdagangan yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemajuan daerah. Luas wilayah calon KSU adalah 2.278,34 km2. KSU itu gabungan enam kecamatan dihuni 185.075 jiwa,” kata Munawar. (hen/stm)
http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=99232


Tidak ada komentar:
Posting Komentar