14 Mei, 2011

Pengawasan Pencemaran Perairan Akibat Industri Perikanan

Muncar….,siapa yang tidak tahu Muncar ? Sebuah kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yang berada di Propinsi Jawa Timur. Selain sebagai bandar ikan laut terbesar kedua setelah Bagan Siapi-api, wilayah kecamatan Muncar ini juga merupakan pusat industri perikanan dan industri pengolahan perikanan yang berjumlah mencapai ± 223 industri. Muncar sebagai penghasil ikan lemuru terbesar di Asia Tenggara sangat berpotensial bagi pelaku usaha di kawasan Muncar dan Selat Bali pada umumnya.Dengan potensi dan peluang usaha yang ada, tepatlah sudah Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan wilayah ini menjadi salah satu kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan MINAPOLITANBahan yang digunakan untuk memasak atau mengolah minyak ikan menggunakan soda api (NaOH). Air limbah cukup mengganggu aktifitas sehari-hari masyarakat setempat karena mengeluarkan bau yang tidak sedap. Ditemukan pula ada beberapa keluhan sakit mata dan kulit. Diduga air buangan berasal dari beberapa perusahaan perikanan yang ada disekitarnya. Produksi hasil tangkapan nelayan berupa ikan Lemuru telah berkurang jauh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, padahal ikan lemuru merupakan primadona hasil tangkapan nelayan setempat.

erdasarkan temuan diatas maka kasus tersebut telah melanggar :
Namun, percaya tidak percaya. Pada kawasan ini juga terlihat gambaran dampak negatif dari kegiatan industri yang mengabaikan pengelolaan lingkungan dalam pelaksanaan operasional kegiatannya. Posisinya yang berada di tengah pemukiman menimbulkan pencemaran lingkungan dan berdampak terhadap masyarakat pesisir dan sumber daya ikan yang ada..
Dilaporkan bahwa ditemukan buangan air limbah langsung ke laut berwarna putih keruh serta mengeluarkan bau menyengat di pantai yang dekat dengan pemukiman. Limbah air tersebut merupakan buangan langsung ke pesisir dari Perusahaan Pengolahan Ikan. Buangan limbah tersebut dapat merusak sumberdaya ikan dan ekosistem yang ada di perairan pesisir Muncar maupun Selat Bali. Menurut penduduk sekitar, buangan limbah air yang masuk ke laut tersebut mengandung soda api, yaitu bahan yang digunakan dalam proses pemasakan minyak ikan yang mengeluarkan bau tak sedap, berwarna putih keruh dan langsung dibuang ke laut yang lokasinya sangat dekat dengan perumahan penduduk.
Berdasarkan temuan diatas maka kasus tersebut telah melanggar :

  1. Undang-undang No 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 12 ayat (1) jo Pasal 86 ayat (1) dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda 2 milyar.
  2. Undang-Undang No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 35 jo Pasal 73 dengan ancaman minimal 2 (dua) tahun penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) adalah merupakan salah satu solusinya. Pemerintah Daerah setempat bersama dengan instansi terkait sebenarnya telah melakukan pembinaan, pengawasan dan mencarikan teknologi yang sesuai untuk design IPAL, baik untuk perusahaan itu sendiri ataupun terpadu sebagai solusi mencegah pencemaran perairan. Selain itu, upaya penegakan hukum dengan menerapkan Peraturan perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah juga telah dilakukan untuk penertiban kawasan industri yang ada di Muncar.
Semenjak mendapat pembinaan dan pemantauan langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Intansi terkait yang ada didaerah, kondisi perairan dan lingkungan di kawasan Muncar dari tahun ketahun, terutama dari Tahun 2007 s/d 2010 secara perlahan mulai mewujudkan hasil walau secara perlahan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pencemaran perairan yang sudah mulai menurun dan indikator kualitas air seperti BOD, COD dan TSS yang selalu dipantau. Akan tetapi hasilnya masih diatas baku mutu air. Sebagian perusahaan sudah memfungsikan IPAL untuk mengurangi pencemaran, namun untuk memaksimalkan dan mengatasi pencemaran, pihak perusahaan harus membuat IPAL yang memenuhi stándar untuk kapasitas penampungan limbah sebelum dibuang kebadan air/ Laut.
TREND KUALITAS AIR KALI MATI – MUNCAR TAHUN 2007 - 2010
STATUS KUALITAS AIR LAUT - MUNCAR
Namun, dibalik upaya yang telah dilakukan masih belum optimal. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah terbatasnya lokasi untuk tempat pengelolaan air limbah (IPAL) dan lamanya birokrasi dalam realisasi IPAL terpadu khususnya dalam pembebasan tanah yang dilaksanakan pemerintah daerah.
Verifikasi kasus pelanggaran sumberdaya kelautan segera dilakukan untuk memastikan dan menanggapi pengaduan dari masyarakat setempat. Untuk itu maka Tim dari Direktorat Pengawasan Sumberdaya Kelautan mengadakan pengawasan langsung ke lokasi pencemaran. Sebagai kawasan Minapolitan, sudah seharusnya tindakan cepat dan tegas dilakukan. Saat pengawasan dilakukan, limbah buangan tidak terlihat banyak. Kegiatan pengais minyak yang biasa dilakukan oleh masyarakat dan dijumpai di sepanjang jalan tidak terlihat pada saat itu. Menurut pengawas perikanan yang berada di Muncar, ini terjadi karena pada saat itu bukan merupakan musim ikan, sehingga kegiatan produksi oleh Industri Ikan hanya sedikit dan bahkan ada yang tidak berproduksi.
Sumber : Majalah barracuda Edisi III tahun 2010 Hal 48 - 53

1 komentar:

agen bola mengatakan...

memang harus digalakan... solanya kenapa banyak oknum yang kurang responsibility terhadap situasi ini