Sumberdaya laut ada bersifat hayati dan non hayati. Kesemuanya menjadi asset bangsa. Oleh karena semua orang mebutuhkan maka perlu upaya perlindungan dan pelestarian secara sungguh-sungguh. Untuk mewujudkan perlindungan/pelestarian sumberdaya tersebut menurut Surya Jaya dibutuhkan persyaratan sebagai berikut (2001:47):
- keberadaan suatu ketentuan hukum pidana yang bersifat responsif dalam memberi penilaian di tengah masyarakat atas perilaku destruktif.
- Nilai-nilai budaya dan sikap masyarakat yang positif dalam menunjang pelaksanaan hukum.
- Kesadaran hukum masyarakat yang cukup tinggi.
- Profesionalisme dan sistem pengawasan yang bersifat koordinatif antar instansi terkait.
- tanggungjawab dan partisipasi masyarakat yang solid.
Dari lima persyaratan utama menjadi dasar terwujudnya perlindungan dan pelestarian sumberdaya perikanan, baru dapat dikatakan efektif dan berhasil manakala ditunjang dengan penegakan hukum peran serta masyarakat walaupun faktor diatas dianggap dominan namun bila setiap pelanggar tak ada tindakan hukum atau penegakannya bersifat diskriminatif maka keberadaan hukum pidana ditengah masyarakat tidak akan membawa hasil baik. Pelaksanaan hukum memang membutuhkan adanya kemauan dan kemampuan penyelenggara untuk menegakkan, kemauan politik hukum seperti itu sangat dibutuhkan, hukum diibaratkan bahasa mutiara yang indah didengar, pada hal hukum itu sendiri tidak mempunyai kemampuan atau potensi untuk mengimplementasikan hukum itu bukan hanya pada faktor internal melainkan juga faktor eksternalnya.
Hukum pidana secara singkat dapat dirumuskan sebagai sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi pidana) bagi mereka yang mewujudkannya.
Adanya sanksi pemaksa berupa pidana atau sanksi lain dijalankan oleh kekuatan eksternal, membuat hukum bisa eksis di tengah masyarakat. Disinilah arti pentingnya kaidah hukum, kaidah ini mempunyai daya mengatur dan daya kerja (kinerja hukum) agar suatu kumpulan manusia dengan latar belakang kepentingan berbeda dapat hidup, bergaul secara rukun, damai dan tertib. Agar kinerja hukum itu berjalan, dan ditaati, maka besarnya sanksi serta jenis sanksi mempengaruhi. Kekuatan eksternal dimaksudkan bahwa pemaksaan sanksi hukum ditegakkan oleh kekuatan luar, misalnya polisi, jaksa, dan kekuata sosial lainnya.
Kaidah hukum termaktub dalam undang-undang perikanan, telah menunjukkan adanya keinginan kuat dari pemerintah untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya ikan, yang kian hari mengalami kelangkaan, terkuras oleh sikap dan perilaku para nelayan memperebutkan sumberdaya ikan secara tidak legal.
Agar masyarakat dapat mentaati ketentuan-ketentuan tersebut, maka sanksi perdata, sanksi administratif, biaya pemulihan lingkungan, ganti rugi atau rehabilitasi lingkungan serta sanksi pidana sangat penting adanya.
Menurut Hajon (1987:7), bahwa hukum yang dijelmakan dalam suatu peraturan mempunyai dua aspek perlindungan yaitu: perlindungan preventif dan represif: perlindungan preventif mengandung pengertian, usaha untuk mencegah jangan sampai sengketa akan terjadi, sedangkan perlindungan represif ialah jika telah terjadi sengketa maka penerapan sanksi hukum melalui jalur peradilan. Penyelesaian kasus selama ini dianut sebagai suatu sistem nilai, dimana tidak melalui institusi peradilan sangat tidak tepat. Penyelesaian seperti itu akan menetapkan hukum pidana bukan pada posisi bijzonder sanctie.
Ketentuan undang-undang perikanan memuat sanksi istimewa, pasal-pasal tersebut memuat sanksi berupa pidana penjara, kurungan, denda, dan pidana perampasan. Peranan sanksi tersebut dalam rangka penegakan hukum akan dapat memberi pengaruh positif terhadap sikap dan tingkah laku manusia dalam usaha melindungi sumber daya perikanan.
Dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (selanjutnya disebut CCRF) 1995. Secara umum, prinsip pengolahan perikanan meliputi empat hal, yaitu:
1. Prinsip Kehati-hatian (Precautionary Principle)
Prinsip kehati-hatian dalam konteks pengelolaan perikanan termasuk dalam Pasal 7.5 CCRF 1995. Pasal itu menyebutkan, negara harus memberlakukan pendekatan yang bersifat kehati-hatian secara luas demi konservasi, pengelolaan, dan pengusahaan sumberdaya hayati akuatik guna melindunginya dan mengawetkan lingkungan akuatiknya. Lebih lanjut CCRF 1995 menekankan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pendekatan yang bersifat kehati-hatian, di antaranya ketidakpastian yang bertalian dengan ukuran dan produktivitas stok ikan, titik rujukan, kondisi stok yang berhubungan dengan titik rujukan tersebut, tingkat dan persebaran mortalitas penangkapan dari dampak kegiatan penangkapan, termasuk ikan buangan terhadap spesies bukan target dan spesies terkait (dependent species) serta keadaan lingkungan dan sosial ekonomi.
2. Prinsip Tanggung Jawab (Responsible Principle)
Pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab tidak memperbolehkan hasil tangkapan melebihi jumlah potensi lestari yang boleh ditangkap. Hal itu karena pengelolaan perikanan dipengaruhi tingkat fluktuasi dalam kegiatan penangkapan tiap tahun secara signifikan. Namun, tidak berarti tangkapan tahunan tidak pernah melampaui produksi bersih tahunan. Dalam lingkup kebanyakan strategi permanen, variabilitas alami dan ketidakpastian menjadi sedemikian rupa sehingga hasil tangkapan ikan mungkin melampaui produksi dalam beberapa tahun.
3. Prinsip Keterpaduan (Comprehensif Principle)
Prinsip keterpaduan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan merupakan hal yang penting untuk diupayakan. Lewat keterpaduan di antara stakeholders yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat, proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan akan dapat berjalan dengan baik. Selain itu, terakomodasikannya antara hulu-hilir dan antar sektor. Prinsip keterpaduan itu akan teraktualisasikan dalam bentuk saling tukar informasi dan akses di antara stakeholders dalam meningkatkan kualitas pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Prinsip keterpaduan itu pun bersifat dimensional dengan konteks pembangunan berkelanjutan, yaitu berdimensi ekologis, ekonomis, sosial-budaya, hukum, dan kelembagaan serta politik. Dengan demikian, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan akan berjalan dengan baik.
4. Prinsip Keberlanjutan (Sinstainable Principle)
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengutangi kemampuan generasi akan datang. Konsep pembangunan keberlanjutan adalah pembangunan yang mengintegrasikan komponen ekologi, ekonomi, dan sosial. Setiap komponen itu saling berhubungan dalam satu sistem yang dipicu kekuatan dan tujuan. Sektor ekonomi dipakai melihat pengembangan sumberdaya manusia, khususnya lewat peningkatan konsumsi barang dan jasa pelayanan. Sektor lingkungan difokuskan pada perlindungan integritas sistem ekologi. Sektor sosial bertujuan untuk meningkatkan hubungan antar manusia, pencapaian aspirasi individu dan kelompok, serta penguatan nilai dan institusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar