08 Mei, 2011

Hutan Mangrove di Meranti Hancur


Ditulis oleh KabarIndonesia.com

*Karena Arang, Hutan Bakau Ditebang*
*Abrasi Mencapai 5 Km*

RIAU- Hampir sebagian besar hutan mangrove (bakau) di Riau mengalami kerusakan sangat parah. Kondisi inilah yang mengakibatkan sejumlah daerah di provinsi Riau mengalami abrasi. Kondisi paling parah terjadi di Kepulauan Meranti, sekitar 60 persen hutan mangrove di kawasan ini hancur akibat pembabatan yang dilakukan tanpa memikirkan dampak lingkungan.

Bentang alam kabupaten Kepulauan Meranti yang sebagian besar terdiri dari daratan rendah, menjadi sangat rawan. Pada umumnya struktur tanah di Kepulauan Meranti berupa tanah alluvial dan grey humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah dan berhutan bakau (mangrove). Lahan semacam ini sebenarnya subur untuk pengembangan di sektor pertanian, perkebunan dan perikanan.
Celakanya, sebagian besar kawasan hutan mangrove di Kabupatan Kepulauan Meranti terancam punah. Karena arang, semua hutan bakau di kawasan ini ditebang. Abrasi mencapai sepanjang 5 kilometer. Ini terjadi di Pulau Rangsang. Di Pulau ini, sekurang-kurangnya enam desa mengalami abrasi cukup parah, yakni Desa Bantar, Tanjung Motong, Tanjung Kedabu, Tanjung Samak, Tanjung Balak Bugur, dan Desa Sungai Guyung Kiri.

Masyarakat setempat mengaku, kondisi enam desa itu cukup memprihatikan, terutama dikawasan pantai yang nyaris amblas digerus abrasi. Abrasi tersebut menerjang bibir pantai hingga 12 kilometer dengan laju 10 sampai 20 meter setiap tahunnya. "Lebih dari lima kilometer daratan hilang akibat abrasi. Jika dilihat, batas kebun dan rumah yang dulu ada, kini hanya tampak terbenam di bawah air," tutur Herman (65) salah seorang warga Tanjung Kedabu.
Menurut Herman, kondisi di Pulau Rangsang semakin parah ketika hutan di daratan juga punah oleh ulah PT Sumatra Riang Lestari (SRL), yang membabat habis hutan gambut.

Kondisi hutan di Pulau Rangsang sekarang ini, botak di darat, gundul di pantai. Tingginya tingkat abrasi di sepanjang pesisir timur pulau terluar Sumatra yang menghadap langsung ke Selat Malaka, menurutnya mengancam batas kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan negara jiran Malaysia dan Singapura.

Sementara dari temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, tercatat tingkat abrasi bibir pantai mencapai 5 kilometer (km) daratan hilang. "Abrasi yang terjadi sudah sangat parah. Hampir seluruh pulau terluar tergerus ombak Selat Malaka yang kini semakin kuat dan tidak menentu," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau Hariansyah Usman, beberapa waktu lalu.

Walhi Riau juga mencatat, ratusan hektare yang dulunya permukiman penduduk dan kebun sagu warga kini telah hilang berganti menjadi lautan. Untuk mengantisipasi bencana yang lebih parah, warga sekitar berusaha bertahan dengan menanam tanaman penahan ombak api-api. Tanaman itu diharapkan dapat menahan laju abrasi. Selain masalah abrasi, tambah Kaka, persoalan yang turut memberatkan penduduk di pulau terluar Indonesia adalah diberikannya izin perkebunan bagi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Di pulau Rangsang, masyarakat saat ini terjepit. Di satu sisi, warga sedang diancam oleh abrasi yang menghilangkan lima km daratan. Di sisi lain, permukiman yang semakin mundur itu hanya tinggal berjarak sekitar 500 meter saja dari kebun HTI PT Sumatra Riang Lestari (SRL).
Hancurnya hutan mangrove di Kebupaten Kepulauan Meranti memang tak terlepas dari munculnya sejumlah pabrik arang di kawasan itu. Secara historis hutan mangrove di Kepulauan Meranti telah lama dimanfaatkan penduduk desa pantai untuk kayu bakar, perkakas rumah, tiang dan lantai pelataran, jemuran pukat, jemuran ikan, udang dan kegunaan arang kayu bakau yang diminati untuk diekspor.

Pembabatan pun dilakukan secara membabi buta. Tak sedikit pula yang melakukan pembabatan secara ilegal. Data yang diperoleh Meranti Pos, jumlah pabrik arang di kawasan Meranti juga menjadi pemicu rusaknya hutan mangrove. Di Kebupetan Meranti sekurang-kurangnya terdapat 47 pabrik arang, yang tersebar 22 perusahaan berlokasi di Kecamatan Tebing Tinggi dengan kapasitas produksi 2.710/ton, 14 perusahaan berlokasi di Kecamatan Rangsang dengan kapasitas produksi 1.540/ton dan 11 perusahaan berlokasi di Kecamatan Merbau dengan kapasitas produksi 1.300/ton.

Belum lagi jumlah pembabat hutan magrove yang illegal, jumlahnya sudah tak terhitung lagi. Padahal, pembabatan hutan mangrove dapat dikenai sanksi hukum. Karena dinilai telah melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 41/1999 tentang Kehuanan, UU 31/2004 tentang Perikanan, UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Sementara dari Jakarta dilaporkan, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menegaskan, ekosistem hutan mangrove di Indonesia secara umum saat ini dalam kondisi kritis dan rusak berat. "70 persen hutan mangrove di Indonesia kondisinya kritis dan rusak berat," kata menteri.
Menurut Fadel Muhammad, faktor penyebab rusaknya hutan mangrove karena pemanfaatan yang tidak terkontrol, karena ketergantungan masyarakat yang menempati wilayah pesisir sangat tinggi. Seperti untuk berbagai kepentingan diantaranya kepentingan perkebunan, tambak, pemukiman, kawasan industri, tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.

Para pengamat lingkungan juga mengingatkan, akibat rusaknya hutan mangrove, dapat mengakibatkan instrusi air laut. Yakni masuknya atau merembesnya air laut kearah daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin. Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman. Instrusi air laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.

Kerusakan hutan mangrove juga menyebabkan, turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organic, minyak bumi. Kemudian penurunan keanekaragamanhayati di wilayah pesisir, peningkatan abrasi pantai, turunnya sumber makanan, tempat pemijah & bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun. Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air laut.

Lihat jumnlah hutan mangrove di Indonesia yang teruis mengalami kerusakan.
No. Wilayah Luas (ha)

1. Aceh 50.000
2. Sumatera Utara 60.000
3. Riau 95.000
4. Sumatera Selatan 195.000
5. Sulawesi Selatan 24.000
6. Sulawesi Tenggara 29.000
7. Kalimantan Timur 150.000
8. Kalimantan Selatan 15.000
9. Kalimantan Tengah 10.000
10. Kalimanta Barat 40.000
11. Jawa Barat 20.400
12. Jawa Tengah 14.041
13. Jawa Timur 6.000
14. Nusa Tenggara 3.678
15. Maluku 100.000
16. Irian Jaya 2.934.000

Total 3.806.119

Sumber : KabarIndonesia.com

http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/walhi-di-media/berita-hutan/767-hutan-mangrove-di-meranti-hancur

Tidak ada komentar: