by Prabowo Bukan Subianto
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau dengan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2 dan panjang pantai 95.181 km. Sebagai negara nomor empat terpanjang garis pantainya, COREMAP melansir luas ekosistem terumbu karang Indonesia diperkirakan mencapai 75.000 km2 yaitu sekitar 12 sampai 15 persen dari luas terumbu karang dunia. Dan dengan ditemukannya 362 spesies scleractinia (karang batu) yang termasuk dalam 76 genera, Indonesia merupakan episenter dari sebaran karang batu dunia. Dengan jumlah penduduk 200 juta jiwa, yang 60 persennya tinggal di daerah pesisir, maka terumbu karang merupakan tumpuan sumber penghidupan utama masyarakat pesisir. Oleh karena itu perlu diatur pemanfaatannya secara nasional maupun secara internasional. Agar keberadaan ekosistem terumbu karang di Indonesia tetap lestari dan berkelanjutan.
Secara internasional Indonesia tergabung kedalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). CITES adalah kesepakatan internasional antara pemerintah yang tergabung kedalam konvensi. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa perdagangan internasional spesimen hewan liar dan tanaman tidak mengancam kelangsungan hidup mereka. Dalam websites CITES disebutkan ada 892 spp yang termasuk kedalam Appendiks I, 33033 spp yang termasuk kedalam Appendiks II dan 161 spp yang termasuk kedalam Appendiks III CITES. Spesies yang termasuk Appendiks I adalah spesies yang terancam punah. Perdagangan spesimen dari spesies tersebut hanya diperbolehkan dalam keadaan luar biasa. Appendiks II adalah spesies yang perdagangannya hanya boleh dari turunan F1 (penangkaran). Sedangkan Appendiks III berisi spesies yang dilindungi dalam satu negara yang meminta pihak lainnya untuk bantuan dalam mengontrol perdagangannya.
Karang (Phylum Cnidaria) termasuk spesies yang diatur perdagangan intenasionalnya dalam CITES. Di Indonesia ada 256 jenis karang yang termasuk kedalam Appendiks CITES. Ke-256 jenis karang itu termasuk kedalam Ordo Scleractinia, meliputi Familia Astrocoeniidae (2 spesies), Pocilloporidae (8 spesies), Acroporidae (61 spesies), Poritidae (21 spesies), Siderastreidae (7 spesies), Agariciidae (19 spesies), Fungiidae (20 spesies), Oculinidae (4 spesies), Pectiniidae (9 spesies), Mussidae (19 spesies), Merulinidae (8 spesies), Faviidae (62 spesies), Trachyphyllidae (1 spesies), Caryophyllidae (8 spesies), dan Dendrophyllidae (6 spesies).
Scleractinia spp dalam daftar spesies CITES termasuk kedalam Appendiks II. Oleh karena itu perdagangannya hanya diperbolehkan dari hasil transplantasi karang yang dibatasi oleh kuota. Sebagai contoh, untuk jenis Acropora spp kuota yang diperbolehkan untuk tangkap adalah 13.500 dan untuk ekspor adalah 13.300. Lokasi tangkapnya meliputi Sumsel, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, NTT, Sulsel, Sultra dan Sulteng. Sedangkan untuk Fungia spp kuota yang diperbolehkan untuk tangkap adalah 4000 dan 3880 untuk ekspor. Lokasi tangkapnya meliputi Lampung, Jateng dan Sultra. Sebuah spesimen dari spesies yang terdaftar di CITES dapat diimpor ke atau diekspor (atau re-ekspor) dari pihak Negara pada Konvensi hanya jika dokumen yang sesuai telah diperoleh dan disajikan untuk clearance di pelabuhan masuk atau keluar.
Saat ini pelayanan CITES untuk spesies karang otoritanya masih dikelola oleh Kementerian Kehutanan. Namun sesuai dengan yang diamanatkan Peraturan Pemerintah RI No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan ditunjuk sebagai otorita pengelola konservasi sumber daya ikan. Sehingga untuk semua spesies akuatik, secara bertahap pelayanan CITESnya akan dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Banyaknya jenis karang di Indonesia yang masuk kedalam Appendiks CITES dan adanya kesepakatan untuk menjamin keberlangsungan perdagangan penting untuk menjaga sumber daya karang untuk masa depan.
http://callbowo.wordpress.com/2011/03/12/256-jenis-karang-di-indonesia-termasuk-dalam-appendiks-cites/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar