24 Maret, 2011

Produksi ikan agar Dibenahi

Jakarta, Kompas - Penahanan ikan impor ilegal terus bertambah. Hingga Rabu (23/1), jumlah ikan impor yang ditahan mencapai 7.660 ton. Sejumlah kalangan mendesak pengendalian impor diikuti upaya serius pembenahan produksi agar tidak mematikan industri pengolahan.
Ribuan ikan beku itu ditahan karena tidak berizin impor hasil perikanan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2010. Sebagian besar ikan itu berasal dari China, Thailand, dan Vietnam.

Di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Selasa, terjadi penahanan 2.360 ton ikan tuna sirip kuning dan cakalang (skip jack). Pekan lalu, terjadi penahanan 5.300 ton ikan di Pelabuhan Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Perak di Surabaya, Tanjung Mas di Semarang, dan di Bandar Udara Soekarno-Hatta di Tangerang.

Sebagian besar ikan beku impor yang ditahan itu berupa ikan kembung, tuna, layang, teri, tongkol kecil, dan ikan asin.

Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia Ady Surya mengemukakan, upaya pengendalian impor harus dibarengi dengan peningkatan produksi. Sebab, industri pengolahan ikan kerap terkendala bahan baku akibat suplai nasional tak mencukupi.

Sebagai ilustrasi, kapasitas terpakai industri pengalengan tuna dan cakalang saat ini berkisar 120.000 ton atau 40 persen dari kapasitas terpasang. Sekitar 30-40 persen kebutuhan bahan baku mengandalkan impor.

Pada musim tertentu, suplai bahan baku lokal kerap merosot. Hal ini membuat industri mengandalkan bahan baku impor.

”Pengendalian impor hanya efektif dilakukan dengan syarat kapasitas produksi dalam negeri diperkuat,” ujar Ady.

Senada dengan itu, Ketua I Asosiasi Tuna Indonesia Eddy Yuwono meminta pemerintah berhati-hati dalam melarang impor seluruh jenis ikan yang diproduksi dalam negeri sebab harga impor ikan layang dan lele yang lebih murah diperlukan nelayan untuk umpan. Harga ikan layang lokal mencapai Rp 12.000-Rp 15.000 per kg, sedangkan harga layang impor Rp 10.000-Rp 11.000 per kg.

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, pihaknya hanya memberikan izin impor hasil perikanan terhadap jenis ikan impor yang tidak bisa diproduksi dalam negeri. Langkah ini agar nelayan dalam negeri mendapatkan perlindungan dan berdaya saing.

Pihaknya memberikan kesempatan kepada pengimpor ikan ilegal itu untuk memulangkan ikan itu dalam waktu satu minggu.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Riza Damanik menilai, Permen Kelautan dan Perikanan No 17/ 2010 yang menjadi acuan penahanan ribuan ton ikan impor ilegal hanya melarang impor ikan yang tak memiliki dokumen mutu.

Guna menjamin terlindunginya pasar domestik dari arus impor ikan, maka pemerintah harus meningkatkan pengawasan impor. Selain itu, pemerintah juga harus mempertegas kebijakan larangan impor ikan yang jenisnya sudah diproduksi dalam negeri.

Hal lain, pemerintah memberikan subsidi dan insentif perikanan guna menekan biaya produksi serendah mungkin. ”Pengendalian impor hanya bisa dilakukan dengan syarat kapasitas produksi dalam negeri diperkuat,” ujar Riza.

Kementerian Kelautan dan Perikanan melansir ada 13 perusahaan pengimpor ikan beku yang tidak berizin. Ada indikasi perusahaan itu hanya dimiliki sekitar empat pengusaha dari Jakarta, Medan, dan Surabaya, yang bekerja sama dengan pengusaha dari China. (OIN/LKT)

Tidak ada komentar: