Penulis: Yunanto Wiji Utomo | Editor: A. Wisnubrata
BITUNG, KOMPAS.com — Nelayan di Kota Bitung, Sulawesi Utara, mengeluhkan makin sulitnya menangkap ikan tuna. Hal ini berdampak pada hasil tangkapan dan keuntungan yang didapat. Menurut mereka, kesulitan mencari tuna terjadi setelah tahun 2005.
"Sebelum tahun 2005, sekali melaut bisa dapat 18 ekor. Setelah tahun 2005, paling dapatnya 7 ekor," kata Mustafa Demolingo, salah seorang nelayan di Kampung Candi, Bitung, yang puluhan tahun telah melaut mencari tuna.
Kesulitan berkaitan dengan berkurangnya stok ikan di wilayah tempat nelayan biasa mencari tuna. Mustafa mengatakan, "sekarang kita harus cari tuna makin jauh, lebih dari 80 mil."
Yusuf Tamara yang juga nelayan di wilayah Candi mengatakan, dahulu nelayan biasa menangkap tuna di jarak kurang dari 30 mil. "Cuma di belakang Pulau Lembeh itu (pulau dekat pantai Bitung)," ungkapnya. Waktu yang dibutuhkan untuk menangkap ikan pun lebih lama. Nelayan mengatakan bahwa saat ini diperlukan 7-10 hari. Padahal, sebelumnya hanya perlu sehari untuk mengisi penuh kapal.
Mustafa mengungkapkan, rumpon yang terdapat di laut lepas ialah biang keladi permasalahan itu. "Banyak nelayan asing pasang rumpon di Laut Maluku. Karena tuna sudah ditangkap di sana, maka tidak datang ke sini," katanya.
Rumpon adalah alat yang diciptakan oleh nelayan untuk mengumpulkan ikan di wilayah tertentu. Dalam perikanan tuna, rumpon digunakan untuk mengumpulkan cakalang, pangan tuna. Kumpulan cakalang akan menarik kawanan tuna datang sehingga lebih mudah ditangkap.
Sementara, Mustafa dan Yusuf mengatakan, umumnya nelayan asing yang dimaksud berasal dari Filipina dan Taiwan. Nelayan Filipina biasanya menangkap ikan hingga perairan Sulawesi, Maluku, Halmahera Utara, dan Irian Jaya. Sementara nelayan Taiwan biasanya menangkap di perairan Arafura.
Untuk mengatasi kesulitan mendapat ikan, saat ditemui Kompas.com, Kamis (24/2/2011), Mustafa mengatakan, "Pemerintah harus kontrol kapal-kapal asing itu. Kalau tidak diatasi ya makin susah."
Dengan berkurangnya penangkapan ikan, Yusuf mengatakan bahwa penghasilan bisa turun drastis. "Kalau sekarang ini dapatnya 10 juta per tahun rata-rata. Kalau dulu itu 10 juta per bulan," paparnya.
Nelayan Candi adalah kalangan yang menangkap tuna dengan memancing (handline). Tuna yang ditangkap oleh nelayan tersebut adalah tuna yang sedang bergerak, berada relatif lebih dekat dari permukaan air.
http://regional.kompas.com/read/2011/02/25/10172015/Ada.Rumpon.Tuna.Makin.Sulit.Ditangkap.
BITUNG, KOMPAS.com — Nelayan di Kota Bitung, Sulawesi Utara, mengeluhkan makin sulitnya menangkap ikan tuna. Hal ini berdampak pada hasil tangkapan dan keuntungan yang didapat. Menurut mereka, kesulitan mencari tuna terjadi setelah tahun 2005.
"Sebelum tahun 2005, sekali melaut bisa dapat 18 ekor. Setelah tahun 2005, paling dapatnya 7 ekor," kata Mustafa Demolingo, salah seorang nelayan di Kampung Candi, Bitung, yang puluhan tahun telah melaut mencari tuna.
Kesulitan berkaitan dengan berkurangnya stok ikan di wilayah tempat nelayan biasa mencari tuna. Mustafa mengatakan, "sekarang kita harus cari tuna makin jauh, lebih dari 80 mil."
Yusuf Tamara yang juga nelayan di wilayah Candi mengatakan, dahulu nelayan biasa menangkap tuna di jarak kurang dari 30 mil. "Cuma di belakang Pulau Lembeh itu (pulau dekat pantai Bitung)," ungkapnya. Waktu yang dibutuhkan untuk menangkap ikan pun lebih lama. Nelayan mengatakan bahwa saat ini diperlukan 7-10 hari. Padahal, sebelumnya hanya perlu sehari untuk mengisi penuh kapal.
Mustafa mengungkapkan, rumpon yang terdapat di laut lepas ialah biang keladi permasalahan itu. "Banyak nelayan asing pasang rumpon di Laut Maluku. Karena tuna sudah ditangkap di sana, maka tidak datang ke sini," katanya.
Rumpon adalah alat yang diciptakan oleh nelayan untuk mengumpulkan ikan di wilayah tertentu. Dalam perikanan tuna, rumpon digunakan untuk mengumpulkan cakalang, pangan tuna. Kumpulan cakalang akan menarik kawanan tuna datang sehingga lebih mudah ditangkap.
Sementara, Mustafa dan Yusuf mengatakan, umumnya nelayan asing yang dimaksud berasal dari Filipina dan Taiwan. Nelayan Filipina biasanya menangkap ikan hingga perairan Sulawesi, Maluku, Halmahera Utara, dan Irian Jaya. Sementara nelayan Taiwan biasanya menangkap di perairan Arafura.
Untuk mengatasi kesulitan mendapat ikan, saat ditemui Kompas.com, Kamis (24/2/2011), Mustafa mengatakan, "Pemerintah harus kontrol kapal-kapal asing itu. Kalau tidak diatasi ya makin susah."
Dengan berkurangnya penangkapan ikan, Yusuf mengatakan bahwa penghasilan bisa turun drastis. "Kalau sekarang ini dapatnya 10 juta per tahun rata-rata. Kalau dulu itu 10 juta per bulan," paparnya.
Nelayan Candi adalah kalangan yang menangkap tuna dengan memancing (handline). Tuna yang ditangkap oleh nelayan tersebut adalah tuna yang sedang bergerak, berada relatif lebih dekat dari permukaan air.
http://regional.kompas.com/read/2011/02/25/10172015/Ada.Rumpon.Tuna.Makin.Sulit.Ditangkap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar