Lembar Advokasi DFW-Indonesia, 9 Februari 2011
Sejak dilantik sebagai menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) pada akhir tahun 2009, banyak harapan digantungkan di pundak Fadel Muhammad. Utamanya agar KKP dapat mengoptimalkan segenap potensi yang ada untuk membangun fondasi kuat dalam mendorong Indonesia menjadi negara Maritim yang mandiri dan berdaulat.
Sayangnya, disepanjang tahun 2010, KKP melakukan setidaknya 5 (lima) langkah blunder berimplikasi luas yang menyebabkan pembangunan kelautan justru bergerak mundur, yaitu:
1. Menetapkan Visi Sempit Perikanan. Penyusunan visi pembangunan KKP merupakan hal substansial yang harusnya relevan dengan proses dan evolusi pembangunan kelautan Indonesia menjadi negara maritim yang kuat. Sayangnya, melalui proses formulasi instan dan tidak komprehensif, KKP menetapkan visi tahun 2010-2014 untuk menjadikan ‘Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia pada 2015’. Visi ini meski terkesan bombastis produktif, namun justru menyempitkan peran KKP dalam menjawab berbagai isu dasar kelautan, dan akhirnya kembali terjebak hanya mengurusi aspek dan produksi perikanan. Komposisi kelembagaan dan alokasi anggaran program KKP juga menegaskan prioritas ini. Padahal tantangan isu kelautan semakin kompleks dan dinamis saat ini dan membutuhkan penanganan strategis. Dengan visi dan peran sempit ini, KKP seolah menjadi kementerian sektoral pelengkap atau ‘anak bawang’ saja.
2. Memangkas Peran Pengawasan. Pasca insiden perbatasan Indonesia – Malaysia di perairan Tanjung Berakit berupa penangkapan 7 nelayan Malaysia yang berujung disanderanya 3 petugas KKP perbatasan oleh kapal patrol Malaysia, 13 Agustus 2010 silam, Menteri Fadel Muhammad, justru menegaskan akan mengalihkan peran dan fungsi pengawasan ke TNI AL mulai 2011. Meski mengakui hal tersebut sebagai hasil rapat kabinet, keputusan ini disamping memangkas peran KKP selama ini cukup strategis dalam menangkap ratusan kapal setiap tahun, juga menunjukkan ketidakpahaman terhadap mandat pengawasan kepada KKP sesuai UU No 45 thn 2009 tentang perikanan. Akibatnya terdapat ‘jeda’ pengawasan di lapangan oleh KKP selama beberapa waktu dan roadmap pengawasan di laut semakin tidak jelas. Upaya bertahun-tahun membangun basis fungsi pengawasan di KKP justru seolah anti-klimaks. Hal ini juga berarti tepuk tangan bagi pemilik ribuan kapal pelaku perikanan illegal (illegal fishing).
3. Tidak Antisipasi Perubahan Cuaca. Meski sangat sering menyebut pemihakan terhadap nelayan dalam berbagaimomentum, KKP ternyata tidak memiliki langkah antisipasi strategis dan kebijakan bagi upaya perlindungan nelayan dalam menghadapi cuaca buruk dan gelombang tinggi yang telah berlangsung cukup lama. Akibatnya ribuan kapal tidak bisa melaut, dan masyarakat nelayan harus berjuang sendiri. Korban terus berjatuhan dan harga-harga melambung. Ketiadaan strategi ini juga berimplikasi kuat pada terancamnya target-target pencapaian perikanan dan budidaya. Padahal meski terdapat perubahan pola cuaca ekstrem atau ‘musim ombak’, namun karena terjadi setiap tahun, KKP harusnya memasukkan aspek ini sebagai prioritas penting dalam programnya. Malah KKP perlu menjadi referensi penting di kementerian lain dan katalisator bagi antisipasi dampak cuaca buruk di lautan.
4. Bersikap Minimalis/Lepas Tangan pada Isu Strategis Kelautan. Banyak sekali isu dan persoalan kelautan yang lalu lalang sepanjang tahun 2010, misalnya proses penyelesaian tumpahan minyak Montara di Laut Timor, cuaca buruk, penyelesaian batas negara di perairan Indonesia dengan 10 negara, bencana pesisir di Wasior dan Mentawai. Sayangnya, dalam berbagai isu kasus tersebut, KKP memilih sikap minimalis. Tidak ada terobosan atau kepedulian penting yang bisa dicatat untuk berbagai hal tersebut. Sekedar partisipasi. Padahal, dengan posisi Indonesia yang berada di wilayah ‘Ring of Fire’ misalnya, harusnya KKP bisa memainkan peran-peran strategis untuk mengantisipasi berbagai bencana pesisir yang mengancam. Demikian pula pada kasus Montara yang memiliki dampak penting bagi masyarakat nelayan, terus berlarut-larut. Di perbatasan, tidak banyak kemajuan yang bisa dicatat. KKP perlu memahami bahwa isu dan persoalan kelautan bersifat lintas sektoran, sehingga KKP perlu lebih pro aktif dalam mengisi celah (gap) maupun mengurai tumpang-tindih yang ada. Bukan memilih pasif.
5. Program Seremoni dan Kosmetikal. Dalam berbagai proses dan implementasi programnya, KKP terkesan masih terus melanjutkan kegiatan-kegiatan seremoni maupun dan yang kesannya kosmetikal yang tentu saja mahal, misalnya kegiatan Sail Banda, namun manfaatnya tidak terasa bagi masyarakat pesisir dan kepulauan. Demikian pula berbagai pertemuan masih terus dilakukan di berbagai hotel-hotel berbintang. Hal ini belum menunjukkan empati pada tingkat kemiskinan nelayan. Apalagi, KKP selalu ‘menjerit’ memiliki anggaran yang terbatas. Komposisi anggaran perlu dievaluasi. Alokasi dan anggaran program perlu dirasionalisasi agar memberikan manfaat lebih besar ke masyarakat dan nelayan. Berbagai kebingungan yang muncul baik internal KKP maupun di daerah terhadap arah pengembangan dan inisiatif KKP, misalnya pada Minapolitan, perlu segera diterjemahkan secara realistis. Tidak sekedar jargon.
Untuk itu, DFW-Indonesia mendorong agar Menteri KKP, Fadel Muhammad, bisa segera berbenah dan melakukan langkah korektif terhadap berbagai titik kritis KKP tersebut, melakukan konsolidasi yang lebih solid, formulasi program tepat sasaran dan pro-rakyat, dan berbasis pengetahuan dalam mengambil berbagai kebijakan/program. Agar KKP kembali ke koridor evolusi pembangunan yang tepat. Momentum penyelenggaraan Rakornas KKP pada tanggal 9-11 Februari 2011 perlu menggarisbawahi berbagai hal tersebut dan entry untuk pembenahan yang lebih serius.
Destructive Fishing Watch (DFW) – Indonesia
M. Zulficar Mochtar
Koordinator
Sekretariat:
Jl. Bendungan Hilir VII No 9, Jakarta Pusat, 10210
Phone/Fax : 021-5707066
Email : dfw.indonesia@gmail.com
1 komentar:
betul sekali, bidang kelautan bukan hanya bidang perikanan. bidang kelautan lebih luas dr bidang perikanan.
mana bs jd negara penghasil produk kelautan & perikanan terbesar 2015 klo gak memperbaiki (me-rehabilitasi) lingkungan pesisir (terumbu karang, mangrove & padang lamun) & re-stocking.
klo hanya mengandalkan peningkatan produksi perikanan tangkap, gak akan bs tercapai.
Posting Komentar