Jakarta, Kompas - Tuntutan agar pemerintah mengkaji ulang lima konsesi yang dikuasai atau melibatkan perusahaan minyak asal Thailand, PTT Exploration and Production, dinilai anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar, SW Yudha, relevan. Pembatalan konsesi bisa menjadi alternatif sanksi jika ganti rugi atas pencemaran tumpahan minyaknya di Laut Timor tidak dibayar.
Yudha menyatakan, meskipun PTTEP Australasia (PTTEPAA) adalah badan hukum tersendiri, tetapi semua kebijakan kelompok usaha itu tunggal. ”Anak perusahaan perminyakan seperti PTTEP Australasia bertindak sesuai kebijakan kelompok usahanya. Dan aturan kelompok usaha PTTEP itu berlaku juga bagi lima anak perusahaan PTTEP di Indonesia,” kata Yudha, Senin (27/12).
Pada 21 Agustus 2009, sumur minyak PTTEPAA di Blok West Atlas bocor dan menumpahkan 40 juta liter minyak mentah ke perairan Australia. Angin dan ombak membawa tumpahan minyak ke perairan Laut Timor, Indonesia. Tim Advokasi Tuntutan Ganti Rugi Pencemaran di Laut Timor (TALT) sejak 27 Juli 2010 mengajukan tuntutan ganti rugi atas tumpahan minyak yang mencemari areal seluas 70.341,76 kilometer persegi kawasan laut dan pesisir Nusa Tenggara Timur.
Komisi Penyelidikan Montara Pemerintah Australia pada November menyimpulkan, kasus tumpahan minyak sumur PTTEPAA di Blok West tidak akan terjadi jika PTTEPAA menjalankan prosedur operasi standar. Namun, hingga kini PTTEPAA masih meminta verifikasi atas alat bukti yang diajukan TALT.
Yudha menyatakan, jika PTTEPAA tidak mengganti rugi dampak pencemaran di Nusa Tenggara Timor, pemerintah bisa membatalkan konsesi anak perusahaan PTTEP.
”Pemerintah harus memperhitungkan risiko berulangnya kasus serupa di Indonesia. Jika itu terjadi, cara anak perusahaan PTTEP di Indonesia merespons kasus itu pun akan sama dengan cara PTTEPAA menanggapi klaim Indonesia,” kata Yudha.
PTTEP Malunda Ltd adalah operator tunggal eksplorasi Blok Malunda, Selat Makassar, dan PTTEP South Mandar Limited adalah operator eksplorasi Blok Mandar Selatan, Selat Makassar. Tiga anak perusahaan PTTEP lainnya, PTTEP Sadang Limited, PTTEP South Sageri Limited, dan PTTEP Semai II Limited menjadi mitra kerja sama eksplorasi di Blok Sadang, Blok Sageri Selatan, dan pesisir Papua Barat. Empat dari lima konsesi itu diberikan pada 18 Mei 2010.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dewi Aryani Hilman, menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus menjelaskan alasan pemberian konsesi eksplorasi kepada anak perusahaan PTTEP.
”Bukan berarti PTTEP tidak boleh berinvestasi di Indonesia. Itu bergantung apakah PTTEP selaku perusahaan induk bertanggung jawab atas tumpahan minyak sumur PTTEP AA. Terkait tuntutan mengkaji ulang konsesi itu, BP Migas dan Kementerian ESDM memang harus menjelaskan alasan pemberian empat konsesi eksplorasi kepada PTTEP,” kata Dewi ketika dihubungi di Semarang, Senin.
Terlepas dari masalah pencemaran PTTEP Australasia, Dewi mempertanyakan arah kebijakan eksplorasi minyak dan gas.
”Pemerintah belum menetapkan roadmap kebijakan energi nasional sehingga timbul banyak persoalan mikro, seperti soal pemberian konsesi kepada kelompok PTTEP,” kata Dewi. (ROW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar